Senin, 13 Agustus 2012

ASUHAN KEPERAWATAN EFFUSI PLEURA MALIGNA


EFFUSI PLEURA MALIGNA

A.                PENDAHULUAN

Effusi pleura adalah terkumpulnya cairan di dalam rongga pleura dengan jumlah yang lebih besar dari normal ( nilai normal 10-20 cc), sehingga dapat dinilai dengan pemeriksaan radiologis dan munculnya kelainan restriktif pada paru.
Tingkat besarnya effusi pleura ditentukan oleh faktor-faktor :
a.       Jumlah cairan yang sedemikian banyak sehingga terjadi pemburukan fungsi restriktif.
b.      Kecepatan pembentukan cairan. Makin cepat terjadi pembentukan cairan makin memperburuk keadaan penderita.
c.       Jenis cairan. Serohemorhagik lebih berbahaya dari non sero hemorhagik. Memburuknya fungsi paru ini ditentukan oleh jumlah cairan yang terbentuk dalam satuan waktu 


Untuk menggambarkan kecepatan pembentukan ini terdapat istilah effusi pleura maligna. Dimana jumlah cairan yang terbentuk jauh lebih besar dari jumlah cairan yang diabsorbsi sehingga menimbulkan kelainan fungsi restriktif selain dari pergeseran alat-alat mediastinal, pembentukan cairan ini disebabkan oleh keganasan.
Bila terjadi pergeseran alat mediastinal baik yang disebabkan oleh terbentuknya cairan maupun karena aspirasi cairan, kedua keadaan dapat menimbulkan kegawatan paru.
Persoalan pokok pada penderita effusi pleura maligna adalah mengatasi penambahan  jumlah cairan yang terjadi secara massive dalam waktu singkat. Makin tinggi kecepatan pembentukan cairan pleura makin tinggi pula tingkat kegawatan yang terjadi. Para penyelidikan juga membuktikan bahwa pembentukan cairan pleura karena tumor ganas baik metastasis ataupun primer dari pleura merupakan tanda prognosa yang buruk.

B.                 ETIOLOGI

Sebagian besar penyebab dari effusi pleura maligna ditimbulkan oleh tumor ganas paru, dan dapat disebabkan pula oleh berbagai penyakit antara lain infeksi (TBC, virus, parasit, jamur atau berbagai kuman lainnya). Sedangkan secara teoritis dapat timbul oleh karena malnutrisi, kelainan sirkulasi limphe, trauma thorak, infeksi pleura, sirosis hepatis, meigh syndrome, sub phrenic abses, vena cava superior syndrome, SLE, rheumatoid artritis dan radioterapi mediastinal serta berbagai sebab yang belum jelas (idiopatik).
Dari berbagai penyebab ini keganasan merupakan sebab yang terpenting ditinjau dari kegawatan paru dan angka ini berkisar antara 43-52 %. Berdasarkan jenis tumornya bisa karena tumor primernya atau metastasis dari tempat lain. Tumor-tumor primer lebih jarang menyebabkan effusi pleura dari pada tumor metastasis. Akan tetapi bila terdapat mesotelioma sebagian besar akan menyebabkan effusi pleura maligna.
Tumor-tumor pleura yang sering menimbulkan cairan pleura antara lain bronchogenig ca, ca mamma, limphoma atau tumor-tumor dari tempat lain seperti colon, rectum, abdomen, cervic, renal, kelenjar adrenal, pankreas, esophagus, thyroid, testis, osteogenic sarcoma dan multiple myeloma.

C.                 PATOGENESIS

Patogenesis terbentuknya effusi pleura  dapat dibagi antara lain:
1.      Non Malignancy
Dalam keadaan fisiologi cairan pleura berkisar antara 10-20 cc dan cairan ini bervariasi pada latihan fisik. Sedangkan tekanan hidrostatik intra pleura adalah minus 5 cm H2O. Menurut teori driving pressure adalah sama dengan perbedaan tekanan hidrostatik ( tekanan intra pleura dikurangi tekanan hidrostatik kapiler dikurangi dengan tekanan hidrostatik antara kapiler dan tekanan ini besarnya 6 cmH2O). Jadi dasar pembentukan cairan ini adalah perbedaan tekanan hidrostatik lebih besar dari tekanan osmotik.
Pada pleura visceralis terjadi sebaliknya dimana perbedaan tekanan osmotik lebih besar dari pada tekanan hidrostatik. Pada pleura visceralis terjadi pengisapan cairan dengan kekuatan pengisapan sama dengan perbedaan tekanan osmotik intra kapiler dan intra pleura (reabsorbsion pressure 9 mmHg)
Sebagaimana diketahui tekanan hidrostatik intra kapiler pada pleura parietalis 30 mmHg, tetapi tekanan hidrostatik kapiler pada pleura visceralis  11 mmHg. Sedangkan faktor yang lain dapat dianggap konstan , yakni tekanan hidrostatik intra pleura 5 mm Hg, tekanan osmotik intra pleura 6 mmHg dan tekanan osmotik intra kapiler 32 mmHg. Dengan perkataan lain di pleura parietalis berlaku rumus:
      PD       = (PHC-PHP)-(POC-POP)
                  = (30-(-5)-(32-6)
                  = 9 cmH2O
Pada pleura visceralis :
      PD       = (11-(-5)-(321-6)
                  = - 10 cmH20
Secara teoritis pembentukan cairan dapat dibagi atas :
A.    Eksudat
a.       Permeabilitas kapiler pleura bertambah
b.      Pengaliran cairan limphe rongga pleura terhambat
B.     Transudat, yang terdapat pada :
a.       Bendungan sistemik dari arteri pulmonalis
b.      Hipoproteinemia disertai merendahnya koloid osmotik plasma
c.       Tekanan intra pleura yang sangat negatif
d.      Perembesan transudat intra peritoneal melalui sistem limpha dan menembus diaphragma ke rongga pleura.
2.      Effusi pleura maligna
Pada effusi pleura maligna faktor-faktor fisiologis ini tidak lagi dapat diperhitungkan oleh karena faktor mekanisme pembentukan cairan memberikan gambaran patologis :
a.       Erosi pembuluh darah dan pembuluh limphe
b.      Obstruksi pembuluh darah atau pembuluh limphe
c.       Effusi oleh karena skunder infeksi dari tumor
d.      Implantasi sel tumor pada pleura
Pembentukan cairan yang demikian menyebabkan cairan cepat terkumpul dan bertambah dimana terbentuk secara massive.


D.                DIAGNOSA

Diagnosa dari effusi pleura ditegakkan atas dasar keluhan dari penderita dan dapat dibedakan atas
1.      Riwayat Penyakit, dimana terdapat :
a.       Keadaan uum yang lemah
b.      Terdapatnya dispneu
c.       Terdapatnya rasa nyeri dada
d.      Suhu tubuh yang tidak tetap
2.      Pemeriksaan Fisik yang ditandai dengan :
a.       Hemithorak yang kurang bergerak
b.      Vocal fremitus berkurang
c.       Perkusi redup
d.      Suara pernafasan menghilang
Secara teoritis dapat pula ditentukan garis Ellis Damoiseu, namun pemeriksaan rontgen laebih dapat memberikan tanda-tanda yang pasti. Pada gambaran radiologis ditemukan gambaran perselubungan, ruang antar iga yang melebar dan desakan pada alat mediastinum. Disamping tanda yang pasti adanya meniskus pada permukaan cairan dan dapat dibuktikan terdapatnya pergeseran cairan pada photo lateral decubitus.
Di samping itu kadang-kadang suatu massa tumor memberikan gambaran Golden S sign, dimana permukaan conveks sedangkan meniscus cairan memberikan gambaran konkaf. Bentuk dimana didapatkan bayangan cairan pleura sering sukar dibedakan dengan atelektasis lebih-lebih terdapat atelektasis dan cairan pleura bersama-sama yang memberikan gambaran radiologis yang tak jarang pada kanker paru  yang tumbuh intra luminer.
3.      Pleura punctie
Dapat memastikan adanya cairan dalam pleura dan jenis cairan eksudat, transudat,hemorhagic atu pus. Walaupun tes biokimia meliputi alkalinephospatase, lacticodehidrogenase, amilase, glucosa, protein dan lemak atau pemeriksaan sedimen dari pleura yaitu eritrosit, leukosit ataupun pemeriksaan bakteriologis, akan tetapi secara makroskopis cairan ini telah dapat dilihat.
Penyebab yang pasti dari effusi pleura hanya ditegakkan atas dasar sel-sel ganas atau kuman-kuman penyakit dari cairan punksi maupun biopsi pleura. 

E.                 TERAPI

1.      Aspirasi cairan pleura
Punksi pleura ditujukan untuk menegakkan diagnosa effusi plura yang dilanjutkan dengan pemeriksaan mikroskopis cairan. Disampng itu punksi dituukan pula untuk melakukan aspirasi atas dasar gangguan fugsi restriktif paru atau terjadinya desakan pada alat-alat mediastinal.
 Jumlah cairan yang boleh diasirasi ditentukan atas pertimbangan keadaan umum penderita, tensi dan nadi. Makin lemah keadaan umm penderita makin sedikit jumlah cairan pleura yang bisa diaspirasi untuk membantu pernafasan penderita.
Komplikasi yang dapat timbul dengan tindakan aspirasi :
a.       Trauma
Karena aspirasi dilakukan dengan blind, kemungkinan dapat mengenai pembuluh darah, saraf atau alat-alat lain disamping merobek pleura parietalis yang dapat menyebabkan pneumothorak.
b.      Mediastinal Displacement
Pindahnya struktur mediastinum dapat disebabkan oleh penekaran cairan pleura tersebut. Tetapi tekanan negatif saat punksi dapat menyebabkan bergesernya kembali struktur mediastinal.  Tekanan negatif yang berlangsung singkat menyebabkan pergeseran struktur mediastinal kepada struktur semula atau struktur yang retroflux dapat menimbulkan perburukan keadaan terutama disebabkan terjadinya gangguan pada hemodinamik.
c.       Gangguan keseimbangan  cairan, Ph, elektroit, anemia dan hipoproteinemia.
Pada aspirasi pleura yang berulang kali dalam waktu yang lama dapat menimbulkan tiga pengaruh pokok :
a.       Menyebabkan berkurangnya berbagai komponen intra vasculer yang dapat menyebabkan anemia, hipprotein, air dan berbagai gangguan elektrolit dalam tubuh
b.      Aspirasi cairan pleura menimbulkan tekanan cavum  pleura  yang negatif sebagai faktor yang menimbulkan pembentukan cairan pleura yang lebih banyak
c.       Aspirasi pleura dapat menimbulkan skunder aspirasi.

2.      Water Seal Drainage
Telah dilakukan oleh berbagai penyelidik akan tetapi bila WSD ini dihentikan maka akan terjadi kembali pembentukan cairan.

3.      Penggunaan Obat-obatan
Penggunaan berbagai obat-obatan pada pleura effusi selain hasilnya yang kontraversi juga mempunyai efek samping. Hal ini disebabkan  pembentukan cairan karena malignancy  adalah karena erosi pembuluh darah. Oleh karena itu penggunaan citostatic misalnya tryetilenthiophosporamide, nitrogen mustard, dan penggunaan zat-zat lainnya seperi atabrine  atau penggunaan talc poudrage tidak memberikan hasil yang banyak oleh karena tidak menyentuh pada faktor patofisiolgi dari terjadinya cairan pleura.

Pada prinsipnya metode untuk menghilangkan cairan pleura dapat pula menimbulkan gangguan fungsi vital . Selain aspirasi thoracosintesis yang berulang kali, dikenal ula berbagai cara lainnya yaitu :
1.      Thoracosintesis
Dapat dengan melakukan apirasi yang berulang-ulang dan dapat pula dengan WSD atau dengan suction dengan tekanan 40 mmHg
2.      Pleurodysis
Dapat dipergunakan darah atau glukosa atau dengan talc poudrage dengan tujuan untuk menghilangkan rongga pleura.
3.      Pleurectomy/ dekortikasi
Dengan tujuan untuk menghilangkan pleura, sering dilakukan pada carcinoma mamma.
4.      Memasukan bahan-bahan radioaktif
a.       Dapat digunakan Au 198 sebanyak 75-150 mc sampai dengan dosis 450 mc
b.      P32 (Cr P32O4) sebanyak 10-20n mc.
c.       Yetrium 90.
Walaupun berbagai penlitian tidak menunjukkan hasil yang baik akan tetapi pada metastase carcinoma mamma menunjukkan hasil yang lebih baik daripada carcinoma paru primer.
5.      Citostatic intra pleura.
Zat-zat yang digunakan biasanya :
a.       Mustargen 0,4 mg per kg berat badan digunakan dosis 20-40 mg dalam 100 cc larutan garam.
b.      Theothepa 20-50 mg intra pleura
c.       Atabrine 250 mg dalam 10 cc aquades
d.      Fluoro uracil dan mitomycine
6.      Radiasi
Radiasi pada tumor justru menimbulkan effusi pleura disebabkan oleh karena kerusakan aliran limphe dari fibrosis. Akan tetapi beberapa publikasi terdapat laporan berkurangnya cairan setelah radiasi pada tumor mediastinum..


EFUSI PLEURA


PENDAHULUAN
Pleura adalah suatu lapisan ganda jaringan tipis yang terdiri dari : sel-sel mesotelial, jaringan ikat, pembuluh-pembuluh darah kapiler, dan pembuluh-pembuluh getah bening. Seluruh jaringan tesebut memisahkan paru-paru dari dinding dada dan mediastinum.
Pleura mempunyai bentuk anatomi yang kompleks serta resiko kelainan patologi yang besar. Hal ini terlihat pada rongga pleura yang sewaktu-waktu dapat terkena keadaan patologis yang serius seperti efusi karena infeksi, neoplasma, hemothoraks, kilothoraks, empyema dan adanya udara karena pneumothoraks.

PENGERTIAN
Merupakan istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan pada rongga pleura.

ETIOLOGI
Efusi pleura bukanlah suatu disease entity tapi merupakan gejala penyakit, diantaranya :
-          Pleuritis karena virus dan mikoplasma
-          Pleuritis karena bakteri piogenik
-          Pleuritis tuberkulosa
-          Pleuritis karena jamur
-          Efusi pleura karena kelainan intra abdominal ( cirosis hepatis, syndrom Meig, dialisis peritoneal )
-          Efusi pleura karena penyakit kolagen ( lupus eritematosus, artritis rheumatoid, skleroderma ).
-          Efusi pleura karena gangguan sirkulasi ( gangguan kardiovaskuler, emboli pulmonal, hipoalbuminemia ).
-          Efusi pleura karena neoplasma ( mesotelioma, karsinoma bronkhus, neoplasma metastatik, lymfoma maligna ).
-          Efusi pleura karena sebab lain ( trauma, uremia, miksedema, limfodema, demam familial mediteranian, reaksi hipersensitif terhadap obat, sydrom dressler, sarkoidosis ).

PATOFISIOLOGI
Pleura terdiri dari dua lapisan yang berbeda yakni pleura visceralis dan pleura parietalis. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hilus paru. Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong antara kedua pleura tersebut, karena biasanya disana hanya terdapat sedikit ( 10 – 20 cc ) cairan yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak secara teratur. Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga mereka mudah bergeser satu sama lainnya. Dalam keadaan patologis rongga antara kedua pleura ini dapat terisi dengan beberapa liter cairan atau udara.
Diketahui bahwa cairan masuk kedalam rongga melalui pleura parietal dan selanjutnya keluar lagi dalam jumlah yang sama melalui membran pleura visceralis lewat sistem limfatik dan vaskuler. Pergerakan cairan dari pleura parietal ke pleura visceral dapat terjadi karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan koloid osmotik. Cairan kebanyakan di absorpsi oleh sistem limfatik dan hanya sebagian kecil yang diabsorpsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan pada pleura visceralis adalah terdapatnya banyak mikrofili di sekitar sel-sel mesothelial.
Efusi pleura sebagai komplikasi dari TB paru terjadi melalui fokus sub pleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari robeknya perkejuan ke arah saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga, atau kolumna vertebralis. Dapat juga secara hematogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral. Cairan efusi biasanya serous, kadang-kadang hemoragik. Jumlah leukosit antara 500 – 2000 / cc. Caiaran efusi sangat sedikit mengandung kuman tuberkulosis. Timbulnya cairan efusi bukanlah karena adanya bakteri tuberkulosis, tapi karena reaksi hipersensitifitas terhadap tuberkulo protein. Pada dinding pleura dapat ditemukan adanya granuloma.

TANDA DAN GEJALA
Manifestasi klinik efusi pleura akan tergantung dari jumlah cairan yang ada serta tingkat kompresi paru. Jika jumlah efusinya sedikit (misalnya < 250 ml), mungkin belum menimbulkan manifestasi klinik dan hanya dapat dideteksi dengan X-ray foto thorakks. Dengan membesarnya efusi akan terjadi restriksi ekspansi paru dan pasien mungkin mengalami :
-          Dispneu bervariasi
-          Nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi sekunder akibat penyakit pleura
-          Trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami efusi
-          Ruang interkostal menonjol (efusi yang berat)
-          Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena
-          Perkusi meredup di atas efusi pleura
-          Egofoni di atas paru-paru yang tertekan dekat efusi
-          Suara nafas berkurang di atas efusi pleura
-          Fremitus vokal dan raba berkurang

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis kadang-kadang dapat ditegakkan secara anamnesis dan pemeriksaan fisik saja. Tapi kadang-kadang perlu pemeriksaan tambahan seperti sinar tembus dada. Untuk diagnosis yang pasti perlu dilakukan tindakan thorakosentesis dan pada beberapa kasus dilakukan biopsi pleura.

PENATALAKSANAAN MEDIS
§  Thorako centesis
Jarum ditusukkan ke rongga interkostal sekitar permukaan atas dari iga bawah. Cairan yang dialirkan tidak lebih dari 100 ml atau kurang jika pasien menunjukkan tanda-tanda respiratori disstres.
§  Water seal drainage (WSD)

PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN EFUSI PLEURA

Diagnosa keperawatan dan masalah-masalah kolaboratif
Tujuan umum perawatan pasien dengan efusi pleura adalah untuk mempertahankan suhu tubuh normal, mengurangi kelelahan, dan membantu pola pernafasan efektif.
1.      Hiperthermia sehubungan dengan infeksi pleura sekunder efusi pleura.
Kriteria evaluasi : temperatur pasien normal, tidak ada tekanan rongga pleura, cairan serosa pada rongga pleura < 20 ml.

Tindakan/intervensi :
§  Cek ulang hasil cairan pleura (warna, grafittasi spesifik, protein, sel leukosit, sel eritrosit, glukosa dan LDH), rontgent dada, ultra sonografi, atau CT Scan.
§  Tinggikan kepala dari tempat tidur untuk mempermudah pasien bernafas.
§  Berikan dorongan kepada pasien untuk makan tinggi protein dan tinggi karbohidrat.
§  Monitor suhu setiap 2 jam atau bila perlu untuk mengevaluasi adanya infeksi.
§  Melaksanakan pemberian infus cairan untuk mempertahankan kecukupan cairan dan volume sirkulasi sesuai instruksi medis.
§  Memberikan antibiotik sesuai instruksi medis.
§  Memberikan antipiretik sesuai instruksi medis.
2.      Kelelahan sehubungan dengan dispnea atau nyeri pleura
Kriteria evaluasi : pasien mampu mempertahankan kegiatan sehari-hari tanpa lelah.
Tindakan/intervensi :
§  Monitor/awasi ketahanan aktivitas pasien, tekanan darah dalam batas normal, respirasi rate 12 – 20 BPM, dan heart rate > 20 BPM dari rata-rata normal pasien.
§  Evaluasi keadaan yang menambah rasa lelah pasien.
§  Beri waktu istirahat sebelum dan sesudah kegiatan.
§  Beri obat analgetik sebelum meningkatkan kegiatan fisik untuk mengurangi rasa nyeri pleuritik.
§  Perintahkan pasien untuk melaporkan perasaan lelah yang tidak biasa.
3.      Kecemasan sehubungan dengan respiratori disstres, kelelahan, atau nyeri.
Kriteria evaluasi : secara verbal pasien mengungkapkan hilangnya rasa cemas dan memperlihatkan posisi rileks.
Tindakan/intervensi :
§  Motivasi pasien untuk mengenali rasa cemas dan kapan terjadinya.
§  Evaluasi perilaku koping pasien dan keluarga serta cara mengtasi secara efektif pada penyakitnya sekarang.
§  Monitor respon perilaku pasien terhdap masuknya selang dada.
§  Ajarkan strategi untuk mengurangi kecemasan: meditasi, dan relaksasi progresif.
§  Ajarkan pasien tentang tujuan prosedur infasif dan dorong pasien mengikuti prosedur.
4.      Pola pernafasan tidak efektif sehubungan dengan penurunan ekspansi paru sekunder karena peningkatan cairan pleura.
Kriteria evaluasi : pasien mempertahankan pola pernafasan efektif, ditandai dengan RR < 30 BPM, HR < 100 BPM, tidak ada tachipnea atau dispnea, gerak dada simetris, tidak ada nyeri dada, selang dada dan aliran stabil, ekspansi paru penuh dan tidak ada suara nafas yang adventisius.
Tindakan/intervensi :
§  Cek ulang hasil gas darah arteri dan rontgen dada.
§  Batasi aktifitas fisik, tidur bed rest selama pasien mengalami nyeri dada.
§  Laporkan penemuan klinik yang menunjukkan pola pernafasan tidak efektif sekunder karena penmpukan cairan di rongga pleura: nafas pendek, dispnea, sianosis, distensi vena jugularis, pengurangan atau tidak adanya suara nafas, pleural friktion rub, kenaikan suhu, dan batuk.
§  Anjurkan pasien menggunakan spirometri insentif untuk membantu ekspansi paeru dan mencegah atelektasis.
§  Sangga dada pasien saat batuk untuk mengurangi nyeri
§  Berikan infus cairan intra vena untuk mempertahankan kecukupan cairan sesuai intruksi medis
§  Berikan oksigen 2 – 4 liter / menit melalui nasal kateter atau masker untuk mempertahankan tekanan oksigen arteri partial ( PaO2 ) >70 mm Hg sesuai intruksi medis.
§  Berikan antibiotik jika terjadi infeksi sesuai intruksi medis
§  Berikan antipiretik jika pasien demam sesuai intruksi medis
§  Ajarkan pasien batuk dan nafas dalam setiap 2 – 4 jam
§  Minta pasien  untuk menujukkan latihan renge of motion pada seluruh ekstremitas setiap 2 – 4 jam


Perencanaan pulang
Perawat harus memberitahu pasien tentang hal-hal yang penting secara verbal / tertulis sebagai berikut :
1.      Tanda dan gejala yang perlu diperhatikan : kesulitan bernafas, nyeri dada, peningkatan suhu, atau batuk menetap.
2.      Dosis pengobatan, jadwal, petunjuk dan efek samping pengobatan
3.      Perlunya mentaati seluruh anjuran setelah keluar dari Rumah Sakit.

DAFTAR PUSTAKA :

Price, Sylvia A. & Loraine M. Wilson, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses Penyakit, Edisi IV Buku II, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta , 1995.
Robins & Kumar, Buku Ajar Patologi II, Terjemahan : Staf Pengajar Lab. Patologi Anatomik FK Unair, Edisi IV, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1995.
Waspadji, Sarwono et. all, Bunga Rampai Ilmu Penyakit Dalam, Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta, 1995.
Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia, Tahun XXIV, Nomor 11, 1996
Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, ed. 2 Jakarta ;
Balai penerbit FKUI ( 1993 )
Donna, D. Ignativicus, Marylin VB. Medical Surgical Nursing.
            WB. Sanders Company ( 1991 )
Donges, Marylyn E, et all. Nursing Care Plans, Philadelphia ( 1992 )
            FA. Davis Company
Hudak & Gallo. Keperawatan Kritis ( terjemahan ).Jakarta ( 1997 )
            EGC
Bagian Patologi Anatomik FKUI, Jakarta ( 1992

Tidak ada komentar:

Posting Komentar