Jumat, 24 Agustus 2012

ASUHAN KEPERAWATANPADA KLIEN LIMFOMA NON HODGKIN

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN LIMFOMA NON HODGKIN


KONSEP MEDIS

Pengertian
Limfoma Non Hodgkin adalah keganasan primer berupa gangguan proliferatif tidak terkendali dari  jaringan limfoid (limfosit B dan sistem sel limfosit T).

Penyebab
Penyebab LNH belum jelas diketahui. Para pakar cenderung berpendapat bahwa terjadinya LNH disebabkan oleh pengaruh rangsangan imunologik persisten yang menimbulkan proliferasi jaringan limfoid tidak terkendali. Diduga ada hubungan dengan virus Epstein Barr terutama pada limfoma Burkitt. LNH kemungkinan ada kaitannya dengan faktor keturunan karena ditemukan fakta bila salah satu anggota keluarga menderita LNH maka risiko anggota keluarga lainnya terjangkit tumor ini lebih besar dibanding dengan orang lain yang tidak termasuk keluarga itu (Gani, 1995).

Klasifikasi
LNH dibedakan dari LH (Limfoma Hodgkin) berdasarkan variasi histopatologi. Beberapa klasifikasi LNH yang pernah dilaporkan disampaikan antara lain oleh Rappaport (1966) didasarkan pada sitologi dan susunan arsitektur limfosit maligna dalam kelenjar limfe dan membedakan antara tipe nodular dimana sel-sel neoplastik berkelompok dan tipe difus. Lukes-Collins ( 1974) membagi LNH berdasarkan prinsip imunologi dan fisiologi limfosit yang terlibat dan membedakan LNH yang berasal dari  limfosit B (70%) dan limfosit T. Klasifikasi terbaru yang dikenal sebagai formula kerja merupakan hasil kerjasama berbagai institusi internasional yang didasarkan pada imunologi, fisiologi limfosit, morfologi serta tingkahlaku biologi dari limfoma.Formula kerja membedakan LNH berdasarkan derajat keganasan (median kemungkinan hidup) yang meliputi derajat keganasan rendah, sedang dan tinggi. Klasifikasi selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Formulasi Kerja
Rappaport
Lukes-Collins
Kiel
Keganasan Rendah:
   -Small Lymphocyte/Plasmacytoid
   -Foll.Predominancy Small Cleaved Cell
   -Foll.Mixed Small and Large Cell

DLWD
Fool.LPD
Foll.MLH

SL + PL
Foll SCL


L + Lpl
Foll.CB CC*
Foll.CB.CC*
Keganasan  Menengah:
   -Foll.Predominancy Large Cell
   -Diffuse  Small Cleaved Cell
   -Foll.Mixed Small and Large Cell
   -Foll.Mixed Large Cell and Non-Cleaved

Foll.H
DLPD
DMLH
DH

Foll.LCl + Foll NLCl
DSCl

DLCl +DLNCl

Foll.CB CC*
DCC
DCB CC* + DLpl  Pol
DCB CC** + DCC** + DCB
Keganasan Tinggi:
   -Large Cell, Immmunoblastic
   -Lymphoblastic
   -Small Non-Cleaved Cell

DH
Dlbl
Du Dtt-Non Btt

Imb
Con L
SNCL

Imb
Lbl Con
Lbl Btt + B
Jenis Lain (Composite):
   -True Histiocytic
   -Unclassified
   -Dll.


True Histiocytic
Unclassified


            Keterangan singkatan:
D = Diffuse, Foll = Follicular, LWD = Lymphocytic Well Differenciated, MLH = Mixed Lymphocytic Histiocytic, H = Hystiocytic, Lbl = Lymphoblastic, SL = Small Lymphocyte, U = Undifferencyated, Pl L = Plasmacytoid Lymphocyte, S Cl = Small Cleaved, L Cl = Large Cleaved, LN Cl = Large Non-Cleaved, Imb = Immunoblastic, Con = Convoluted, SNCl = Small Non Cleaved, L = Lymphoblastic, L pl = Lymphoplasmacytic/cytoid, CC = Centrocytic, CB = Centrobalstic, LBl Btt = Lymphoblastic Burkitt, * = Small, ** = Large
           
Patofisiologi
Telah diketahui bahwa penjalaran penyakit LNH terjadi secara limfogen dengan melibatkan rantai kelenjar getah bening yang saling berhubungan dan merambat dari satu tempat ke tempat yang berdekatan. Walaupun demikian, hubungan antara kelenjar getah bening pada leher kiri dan daerah aorta pada LNH jenis folikular tidak sejelas seperti apa yang terlihat pada LNH jenis difus.
Rosenberg melaporkan bahwa pada semua penderita dengan jangkitan pada sum-sum tulang juga didapati jangkitan pada kelenjar getah bening para aorta yang terjadi sebelum atau bersamaan dengan terjadinya jangkitan pada sum-sum tulang. Tetapi bila sum-sum tulang terkena lebih dahulu, didapatkan bahwa 25 % penderita LNH folikular tidak menunjukkan terjadinya jangkitan pada kelenjar getah bening aorta.
Chabner melaporkan bahwa penyebaran ke kelenjar mesentrium, portal dan ke organ-organ lain di bawah diafragma terjadi 80 % pada penderita dengan limfangiogram positif dan 18 % pada penderita dengan limfangiogram  negatif. Chabner juga menunjukkan bahwa hasil limfagiogram negatif akan menyisihkan adanya jangkitan penyakit pada hati.
Walaupun pada LNH timbul gejala-gejala konstitusional (demam, penurunan berat badan, berkeringat pada malam hari) insidensnya lebih rendah daripada penyakit Hodgkin. Ditemukan adanya limfadenopati difus tanpa rasa nyeri, dapat menyerang satu atau seleuruh kelenjar limfe perifer. Biasanya adenopati hilus tidak ditemukan tetapi sering ditemukan adanya efusi pleura. Kira-kira 20 % atau lebih penderita menunjukkan adanya gejala-gejala yang berkaitan dengan pembesaran kelenjar limfe retroperitoneal atau mesentrium dan timbul bersama nyeri abdomen atau defekasi yang tidak teratur. Sering didapatkan dapat menyerang lambung dan usus halus yang ditandai dengan gejala yang mirip dengan gejala tukak lambung, anoreksia, penurunan berat badan, nausea, hematemesis dan melena. Pada limfoma histiositik difus, limfe tonsil pada orofaring dan nasofaring (cincin Waldeyer) juga dapat terserang, yaitu sekitar 15 % sampai 30 % (Johnson, 1988)
Penyakit-penyakit susunan saraf pusat walaupun jarang terjadi tetap dapat timbul pada limfoma histisitik difus (imunoblastik sel besar).
Antigen
Sel Induk
                   Normal                         Diferensiasi                      Normal
                                                                                                          
                        Limfosit B1                            Proliferasi                         Limfosit T
                                                      (Keganasan LNH)                                     
                  Small Cleaved Cell                                                            Imunobals T
                                                     Diferensiasi terhenti                       
                  Large Cleaved Cell                                                           Limfosit T kecil
Keganasan dapat terjadi pada     semua tingkat     diferensiasi sel limfosit B  (70%) dan limfosit T
 
                                                                                                              (T-helper)
                  Small Non Cleaved                                                                      
                                                                                                         Imunitas Seluler
         Large Non Cleaved
                       
               Imunoblas B
                                                                        
                Limfosit B2 + Sel Plasma
                        
           Imunitas Humoral
                    Gejala Sistem Limfatik:                          Gejala Sistemik Proses Keganasan:
                    - Kelenjar getah bening                           - Demam
                    - Limfa                                                    - BB↓ 10% dalam 6 bulan
                    - Timus                                                    - Keringat malam
     - Cincin Waldeyer
     - Apendiks
     - Peyer’s patch
Stadium
Penentuan stadium merupakan salah satu pola penting dalam manajemen LNH yang bertujuan untuk mengetahui status penyakit dan memilih pengobatan yang relevan serta memudahkan evaluasi hasil terapi. Klasifikasi yang populer digunakan adalah klasifikasi menurut Arnn Arborr (1971) sebagai berikut:
STADIUM
INTERPRETASI
Stadium I
Stadium II

Stadium III

Stadium IV
Terserang satu kelenjar limfe pada daerah tertentu atau ekstra limfatik
Terserang lebih dari satu kelenjar limfe di daerah di atas diafragma dengan atau tanpa ekstra limfatik
Terserang kelenjar limfe diatas dan di bawah diafragma  atau disertai limfoma ekstra limfatik, limpa atau keduanya.
Tersebar menyeluruh pada organ ekstra limfatik dengan atau tanpa melibatkan kelenjar limfe.
  
Terapi
Terapi terpilih untuk penderita dengan penyakit ekstranodal yang terbatas adalah radiasi, radioterapi lokal atau radioterapi dengan lapangan yang luas terutama pada kasus limfoma histiositik difus. Penderita penyakit stadium II difus memerlukan kombinasi kemoterapi dan radiasi. Agen kemoterapeutik yang sering dipakai pada LNH adalah:        
Obat
Pemberian
Toksisitas
Generik
Dangang
Akut
Jangka Panjang
Agen Alkil:
Cyclophospamide



Antibiotik:
Doxorubicin


Alkaloid alam:
Vincristin

Adrenokortikoid:
Prednison



Cytoxan, Endoxan



Adriamycin



Oncovin


Orasone, Deltasone

IV, Oral




IV



IV


Oral

Nausea




Vesikel berat dengan nekrosis jaringan, nausea

Flebitis lokal, nausea

Gangguan saluran cerna, retensi air

Alopesia, sistitis hemo-ragik, miolosupresi, imunosupresi, amenorea, steril pada pria.

Mielosupresi, Alopesia, Toksisitas pada jantung dengan dosis kumulatif

Neuropati perifer, miopati, alopesia.

Gangguan sal. cerna, diabetes kimiawi, retensi air, osteoporosis, psikosis.




FOKUS PENGKAJIAN
Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:
Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:
1.         Aktivitas/istirahat:
Gejala:
-      Kelelelahan, kelemahan atau malaise umum
-             Kehilangan produktivitas dan penurunan tolenrasi aktivitas
-             Kebutuhan tidur dan istirahat lebih banyak
Tanda:
-             Penurunan kekuatan, bahu merossot, jalan lamban, dan tan-tanda lain yang menunjukkan kelelahan.
2.         Sirkulasi:
Gejala:
-             Palpitasi, nyeri dada
Tanda:
-      Takikardia, disritmia
-      Sianosis wajah akibat obstruksi drainase vena karena pembesaran kelenjar limfe (jarang terjadi)
-             Ikterus sklera/umum akibat kerusakan hati dan obstruksi duktus empedu (tanda lanjut)
-             Pucat (anemia), diaforesis, keringat malam.
3.         Integritas ego:
Gejala:
-             Gejala-gejala stres yang berhubungan dengan ancaman kehilangan pekerjaan, perubahan peran dalam keluarga, prosedur diagnostik dan terapi serta masalah finansial (biaya pemeriksaan dan pengobatan, kehilangan pekerjaan)
Tanda:
-             Perilaku menarik diri, marah, pasif-agresif
4.         Eliminasi:
Gejala:
-             Perubahan karakteristik urine dan atau feses
-             Riwayat obstruksi usus, sindrom malabsobsi (infiltrasi kelj.limfe retroperitoneal)
Tanda:
-             Nyeri tekan kuadran kanan atas, hepatomegali
-             Nyeri tekan kuadran kiri atas, splenomegali
-             Penurunan haluaran urine, warna lebih gelap/pekat, anuria (obstruksi uretral, gagal ginjal)
-             Disfungsi usu dan kandung kemih (kompresi spinal cord pada gejala lanjut)
5.         Makanan dan cairan:
Gejala:
-             Anoreksia
-             Disfagia (tekanan pada esofagus)
-             Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan ≥ 10 % dalam 6 bulan tanpa upaya diet pembatasan.
Tanda:
-             Pembengkakan pada wajah, leher, rahang, atau ekstremitas atas (kompresi vena cava superior)
-             Edema ekstremitas bawah, asites (kompresi vena cava inferior oleh pembesaran kelj.limfe intraabdominal)
6.         Neurosensori:
Gejala:
-             Nyeri saraf (neuralgia) yang menunjukkan terjadinya kompresi akar saraf oleh pembesaran kelenjar limfe pada brakial, lumbar dan pleksus sakral
-             Kelemahan otot, parestesia.
Tanda:
-             Status mental letargi, menarik diri, kurang minat/perhatian terhadap keadaan sekitar.
-             Paraplegia (kompresi batang spinal, ketelibatan diskus intervertebralis, kompresi suplai darah terhadap batang spinal)
7.         Nyeri dan Kenyamanan:
Gejala:
-             Nyeri/nyeri tekan pada nodus yang terkena misalnya pada sekitar mediastinum, nyeri dada, nyeri punggung (kompresi vertebral), nyeri tulang (keterlibatan tulang limfomatus)
Tanda:
-             Fokus pada diri sendiri, perilaku hati-hati.
8.         Pernapasan:
Gejala:
-             Dispnea pada saat aktivitas atau istirahat, nyeri dada.
Tanda:
-             Dipnea, takipnea
-             Batuk nonproduktif
-             Tanda-tanda distres pernapsan (frekuensi dan kedalaman pernapasan meningkat, penggunaan otot bantu pernapsan, stridor, sianosis)
-             Parau (paralisis laringeal akibat tekanan pembesaran kelj. Limfe terhadap saraf laringeal)
9.         Keamanan:
Gejala:
-             Riwayat infeksi (sering terjadi) karena abnormalitas sistem imun seperti infeksi herpes sistemik,TB, toksoplasmosis atau infeksi bakterial.
-             Riwayat ulkus/perforasi/perdarahan gaster.
-             Demam Pel Ebstein (peningkatan suhu malam hari sampai beberapa minggu), diikuti demam menetap dan keringat malam tanpa menggigil.
-             Integritas kulit: kemerahan, pruritus umum, vitiligo (hipopigmentasi).
Tanda:
-             Demam (suhu tubuh > 380C) menetap dengan etiologi yang tidak dapat dijelaskan, tanpa gejala infeksi
-             Kelj. limfe asimetris, tak nyeri, membengkak/membesar terutama kelj. limfe servikal (kiri > kanan), nodus aksila dan mediastinum
-             Pembesaran tonsil
-             Pruritus umum
-             Sbagian area kehilangan melanin (vitiligo)
10.     Seksualitas:
Gejala:
-             Masalah fertilitas, kehamilan dan penurunan libido akibat efek terapi.
11.     Penyuluhan/pembelajaran:
Gejala:
-             Pengetahuan tentang faktor risiko dalam keluarga.
-             Pengetahuan tentang faktor risiko lingkungan (pemajanan agen karsinogenik kimiawi)


Tes Diagnostik
Tes diagnostik yang dilakukan diuraikan pada tabel berikut:
Jenis Pemeriksaan
Interpretasi Hasil
Hitung Darah Lengkap:
-SDP


-Diferensial SDP



-SDM dan Hb/Ht

Eritrosit:
-Morfologi SDM


-LED


-Kerapuhan eritrosit osmotik

-Trombosit


-Test Coomb

Serum:
-Besi serum dan TIBC
-Alkalin fosfatase
-Kalsium serum
-Asam urat serum

-BUN
-Globulin


Foto thoraks, vertebtara, ekstremitas proksimal, pelvis dan area tulang nyeri tekan.

CT Scan dada, abdominal, tulang




USG abdominal


Biopsi sum-sum tulang


Biopsi nodus limfe

Mediatinoskopi.

Variasi normal, menurun atau meningkat secara nyata.

Neutofilia, monosit, basofilia dan eosinofilia mungkin ditemukan. Limfofenia sebagai gejala lanjut.

Menurun


Normositik, hipokromik ringan sampai sedang. 

Meningkat selama tahap aktif (inflamas, malignansi)

Meningkat

Menurun (sum sum tulang digantikan oleh limfoma atau hipersplenisme)

Reaksi positif (anemia hemolitik), reaksi negatif pada tahap lanjut.

Menurun
Meningkat pada eksaserbasi
Mungkin meningkat bila tulang terkena
Meningkat (destruksi nukleoprotein, keterlibatan hati dan ginjal)
Mungkin meningkat bila ginjal terlibat.
Hipogammaglobulinemia umum dapat terjadi pada penyakit lanjut.

Dilakukan untuk area yang terkena dan membantu penetapan stadium penyakit.


Dilakukan bila terjadi adenopati hilus dan memastikan keterlibatan nodus limfe mediatinum, abdominal dan keterlibatan tulang.

Mengevaluasi luasnya keterlibatan nodus limfe retroperitoneal

Menentukan keterlibatan sum sum tulang, invasi sum sum tulang terlihat pada tahap luas

Memastikan klasifikasi diagnosa limfoma.

Mungkin dilakukan untuk membuktikan keterlibatan nodus mediatinal.


DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Pola pernapasan tidak efektif bd obstruksi trakeo bronkhial akibat pembesaran kelenjar limfe servikal, mediastinum.
2.      Keletihan b/d peningkatan kebutuhan metabolik (proses keganasan) dan perubahan kimiawi tubuh sebagai efek kemoterapi.
3.      Perubahan membran mukosa oral bd efek samping agen kemoterapi dan radiasi
4.      Kerusakan integritas kulit/jaringan b/d efek radiasi dan kemoterapi
5.      Perubahan pola seksualitas bd kelelahan, kecemasan dan efek kemoterapi/radiasi.
6.      Perubahan proses keluarga bd perubahan situasi (perubahan peran/status ekonomi keluarga, ancaman kehilangan/perpisahan dengan anggota keluarga)
7.      Kurang pengetahuan tentang penyakit, prosedur diagnostik dan terapi bd kurangnya pemaparan informasi.
8.      Kurang nutrisi bd anoreksia, nausea, disfagia
9.      Gangguan konsep diri (gambaran diri) b/d perubahan bentuk/struktur tubuh (pembesaran kelenjar limfe)
10.  Risiko tinggi terhadap infeksi bd ketidakadkuatan sistem imunitas tubuh dan terapi imunosupresif (supresi sum-sum tulang belakang)
11.  Risiko tinggi terhadap konstipasi/diare bd iritasi mukosa gastrointestinal (efek dari kemoterapi, radiasi)

INTERVENSI KEPERAWATAN

Dx.1  Pola pernapasan tidak efektif bd obstruksi trakeo bronkhial
Intervensi dan Rasional:
  1. Kaji/awasi frekuensi pernapsan, kedalaman, irama, adanya dispnea, penggunaan otot bantu pernapasan dan gangguan ekspansi dada.
-             Perubahan seperti takipnea, dispnea, penggunaan otot aksesori dapat mengindikasikan berlanjutnya keterlibatan kelenjar limfe mediastinal yang membutuhkan intervensi lebih lanjut.
  1. Bantu perubahan posisi secara periodik
-             Meningkatkan aerasi semua segmen paru dan membantu mobilisasi sekresi
  1. Ajarkan teknik napas dalam (bibir, difragma, abdomen)
-             Meningkatkan aerasi semua segmen paru dan membantu mobilisasi sekresi
  1. Kaji/awasi warna kulit, perhatikan adanya tanda pucat/sianosis)
-             Proliferasi SDP dapat menurunkan kapasitas pembawa oksigen darah dan dapat menimbulkan hipoksemia.
  1. Kaji respon pernapasan terhadap aktivitas
-             Penurunan oksigenasi seluler menurunkan toleransi aktivitas, istirahat menurunkan kebutuhan oksigen dan mencegah kelelahan dan dispnea.
  1. Observasi distensi vena leher, nyeri kepala, pusing, edema preorbital, dispnea, stridor.
-             Klien LNH dengan sindrom vena cava superior dan obstruksi jalan napas menunjukkan kedaruratan onkologis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar