A. Konsep Medis
1.
Pengertian
Demam tifoid dan demam paratifoid adalah penyakit infeksi akut usus
halu. Demam paratifoid
biasanya lebih ringan dan menunjukkan manifestasi klinis yang sama atau
menyebabkan enteritis akut . Sinonim demam tifoid dan
demam paratifoid adalah typhoid
dan paratyphoid fever, enteric fever, thyphus dan paratyphus abdominalis. (Sjafoellah Noer
dkk, 1999)
2.
Etiologi
Etiologi demam tifoid dan demam
paratifoid adalah Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A, Salmonella paratyphi B dan Salmonella paratyphi C. (Sjafoellah Noer dkk, 1999)
3.
Epidemiologi
Demam tifoid dan demam paratifoid
endemik di Indonesia.
Penyakit ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam undang-undang No. 6
tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan
penyakit-penyakit yang mudah menular dan
dapat menyerang banyak orang, sehingga dapat menimbulkan wabah. Walaupun demam
tifoid tercantum dalam undang-undang wabah dan wajib dilaporkan, namun data
yang lengkap belum ada, sehingga gambaran epidemiologisnya belum diketahui
secara pasti.
Di Indonesia demam tifoid jarang
dijumpai secara epidemik, tetapi lebih sering bersifat sporadik,
terpencar-pencar disuatu daerah, dan jarang menimbulkan lebih dari satu kasus
pada orang-orang serumah. Sumber penularannya biasanya tidak dapat ditemukan. Ada dua sumber penularan Salmonella typhi : pasien dengan demam tifoid
dan yang lebih sering carrier.
Orang-orang tersebut mengekskresi 109 sampai 1011 kuman
pergram tinja.
Didaerah endemik transmisi terjadi
melalui air yang tercemar. Makanan yang tercemar oleh carrier merupakan sumber penularan
yang paling sering di daerah nonendemik. Carrier adalah orang yang sembuh dari demam tifoid dan masih
terus mengekskresi Salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama
lebih dari satu tahun. Disfungsi
kandung empedu merupakan predisposisi untuk terjadinya carrier. Kuman-kuman Salmonella typhi berada didalam batu empedu
atau dalam dinding kandung empedu yang mengandung jaringan ikat, akibat radang
menahun.
(Sjafoellah Noer dkk, 1999)
4.
Patogenesis dan Patofisiologi
Kuman S. typhi masuk ketubuh manusia melalui mulut dengan makanan
dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung. Sebagian
lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque Peyeri di ileum
terminalis yang mengalami hipertropi. Ditempat ini komplikasi perdarahan dan
perforasi intestinal dapat terjadi. Kuman S. typhi kemudian menembus ke lamina propina, masuk aliran
limfe dan mencapai kelenjar limfe messenterial yang juga mengalami hipertropi. Setelah
melewati kelenjar-kelenjar limfe ini S. typhi masuk kealiran darah
melalui duktus thoracicus. Kuman-kuman
S. typhi lain mencapai
hati melalui sirkulasi portal dari usus. S. typhi bersarang
di plaque Peyeri, limpa, hati dan bagian-bagian lain system retikuloendotial.
Semula disangka demam dan
gejala-gejala toksemia pada demam tifoid disebabkan oleh endotoksemia. Tapi
kemudian berdasarkan penelitian-eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia
bukan merupakan penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia pada demam
tifoid. Endotoksin S.
typhi berperan pada patogenesis demam tifoid, karena membantu terjadinya
proses inflamasi lokal pada jaringan setempat S. typhi berkembang biak. Demam
pada tifoid disebabkan karena S. typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan
zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang. (Sjafoellah Noer dkk,
1999)
5.
Manifestasi Klinik
Masa tunas demam
tifoid berlangsung 10 – 14 hari. Gejala-gejala yang
timbul sangat bervariasi. Perbedaan ini tidak saja antara berbagai bagian
dunia, tetapi juga di daerah yang sama dari waktu ke waktu. Selain itu gambaran
penyakit bervariasi dari penyakit ringan
yang tidak terdiagnosis, sampai gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi
dan kematian. Hal ini menyebabkan bahwa seorang ahli yang sudah sangat
berpengalaman pun dapat mengalami kesulitan untuk membuat diagnosis klinis
demam tifoid.
Dalam minggu
pertama penyakit, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit akut pada umumnya.
Yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah,
obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk dan epistaksis. Pada
pemeriksaan fisik hanya dijumpai suhu badan meningkat. Dalam minggu kedua
gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relatif, lidah yang
khas (kotor ditengah, tepi dan ujung merah dan tremor), hepatomegali,
splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa samnolen, stupor, koma,
delirium atau psikosis, roseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia. (Sjafoellah
Noer dkk, 1999)
6.
Komplikasi
Komplikasi
demam tifoid dapat dibagi dalam :
1. Komplikasi intestinal :
a.
Perdarahan usus
b.
Perforasi usus
c.
Ileus paralitik
2. Komplikasi ekstra-intestinal :
a.
Komplikasi kardiovaskular :
Kegagalan
sirkulasi perifer (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.
b.
Komplikasi darah :
Anemia hemolitik,
trombositopenia dan/atau Disseminated
Intravascular Coagulation (DIC) dan sindrom uremia hemolitik.
c.
Komplikasi paru :
Pneumonia, empiema dan
pleuritis.
d.
Komplikasi
hepar dan kandung empedu :
Hepatitis dan kolesistisis.
e.
Komplikasi ginjal :
Glomerulonefritis, pielonefritis dan
perinefritis.
f.
Komplikasi tulang :
Osteomielitis, periostitis, spondilitis
dan artitis.
g.
Komplikasi neuropsikatrik :
Delirium,
meningismus, meningitis, polineuritis perifer, SGB, psikosis dan sindrom
katatonia.
Pada anak-anak dengan demam paratifoid , komplikasi lebih
jarang terjadi. Komplikasi sering terjadi pada keadaan toksemia berat dan
kelemahan umum terutama bila perawatan pasien kurang sempurna. (Sjafoellah Noer dkk, 1999)
7.
Prognosis
Prognosis
demam tifoid tergantung dari umur, keadaan umum, derajat kekebalan tubuh,
jumlah dan virulensi
Salmonella serta cepat dan tepatnya pengobatan. Angka kematian pada anak-anak 2,6%
dan pada orang dewasa 7,4%, rata-rata 5,7%. (Sjafoellah Noer dkk,
1999)
8.
Pemeriksaan
Diagnostik
a. Pemeriksaan leukosit
b. Pemeriksaan Serum Glutamic Oxaloacsetat Transaminase (SGOT) dan Serum
Glutamic P iruvat Transaminase (SGPT)
c. Biakan darah
d. Uji widal
9.
Penatalaksanaan
Pengobatan demam tifoid terdiri atas tiga
bagian yaitu : Perawatan, Diet dan Obat-obatan.
a. Perawatan
Pasien dengan demam
tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai
minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi pasien
harus dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
Pasien dengan kesadaran yang
menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu-waktu tertentu untuk
menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus.
Defekasi dan buang air kecil perlu
diperhatikan karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih.
b. D i e t
Dimasa lampau,
pasien dengan demam tifoid diberi bubur saring, kemudian bubur kasar dan
akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Karena ada pendapat
bahwa usus perlu diistirahatkan.
Beberapa peneliti
menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini dapat diberikan dengan aman pada
pasien demam tifoid
c. O b a t
Obat-obat antimikroba yang sering dipergunakan
ialah :
1)
Kloramfenikol
2)
Thiamfenikol
3)
Ko-trimoksazol
4)
Ampisillin dan Amoksisilin
5)
Sefalosporin generasi ketiga
6)
Fluorokinolon.
Obat-obat
simptomatik :
1) Antipiretika (tidak perlu diberikan secara
rutin).
2)
Kortikosteroid (tapering off Selama 5 hari).
Vitamin B kompleks dan C sangat diperlukan untuk
menjaga kesegaran dan kekuatan badan serta berperan dalam kestabilan pembuluh
darah kapiler.
(Sjafoellah Noer dkk, 1999)
B. Tinjauan Keperawatan
Proses
keperawatan adalah suatu tindakan yang berurutan dilakukan secara sistematis
untuk menentukan masalah pasien, membuat perencanaan untuk mengatasi,
melaksanakan dan mengevaluasi keberhasilan efektif akan masalah yang diatasinya.
(Marylin E Doengoes, 2000)
Proses
keperawatan terdiri dari lima tahap yaitu pengakajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, implementasi dan evaluasi (Marylin E Doengoes, 2000)
1. Pengkajian
Dasar data pengkajian klien :
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Kelemahan,
kelelahan, malaise, cepat lelah. Insomnia, tidak tidur semalaman karena diare. Merasa
gelisah dan ansietas. Pembatasan aktivitas/kerja s/d efek proses penyakit.
b. S i r k u l a s i
Tanda : Takikardi
(respon terhadap demam, dehidrasi, proses imflamasi dan nyeri). Kemerahan, area
ekimosis (kekurangan vitamin K). Hipotensi termasuk postural. Kulit/membran
mukosa : turgor buruk, kering, lidah pecah-pecah (dehidrasi/malnutrisi).
c. Integritas Ego
Gejala : Ansietas,
ketakutan, emosi kesal, mis. Perasaan tidak berdaya/tidak ada harapan. Faktor
stress aku/kronis mis. Hubungan dengan keluarga/pekerjaan, pengobatan yang
mahal. Faktor budaya – peningkatan prevalensi.
Tanda
: Menolak, perhatian menyempit,
depresi.
d. E l i m i n a s i
Gejala : Tekstur feces
bervariasi dari bentuk lunak sampai bau atau berair. Episode diare berdarah
tidak dapat diperkirakan, hilang timbul, sering tidak dapat dikontrol, perasaan
dorongan/kram (tenesmus). Defakasi berdarah/pus/mukosa dengan atau tanpa keluar
feces. Peradarahan perektal.
Tanda : Menurunnya bising usus, tidak ada peristaltik
atau adanya peristaltik yang dapat dilihat. Haemoroid, oliguria.
e. Makanan/Cairan
Gejala : Anoreksia,
mual/muntah. Penurunan BB. Tidak toleran terhadap diet/sensitive mis. Buah
segaRasionalsayur, produk susu, makanan berlemak.
Tanda : Penurunan lemak subkutan/massa otot.
Kelemahan, tonus otot dan turgor kulit buruk. Membran mukosa pucat, luka,
inflamasi rongga mulut.
f. H i g i e n e
Tanda : Ketidakmampuan mempertahankan perawatan
diri. Stomatitis menunjukkan kekurangan vitamin. Bau badan.
g. Nyeri/Kenyamanan
Gejala
: Nyeri/nyeri tekan pada kuadran
kanan bawah (mungkin hilang dengan defakasi). Titik nyeri berpindah, nyeri
tekan, nyeri mata, foofobia.
Tanda : Nyeri
tekan abdomen/distensi.
h. K e a m a n a n
Gejala : Anemia
hemolitik, vaskulitis, arthritis, peningkatan suhu (eksaserbasi akut),
penglihatan kabur. Alergi terhadap makanan/produk susu.
Tanda : Lesi
kulit mungkin ada, ankilosa spondilitis, uveitis, konjungtivitis/iritis.
i.
Seksualitas
Gejala
: Frekuensi menurun/menghindari
aktivitas seksual.
j.
Interaksi Sosial
Gejala
: Masalah hubungan/peran s/d
kondisi, ketidakmampuan aktif dalam sosial.
k.
Penyuluhan Pembelajaran
Gejala
: Riwayat keluarga berpenyakit
inflamasi usus.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan
adalah penilaian klinik mengenai respon individu, keluarga dan komunitas
terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan yang aktual atau potensial untuk
pemilihan intervensi keperawatan dalam mencapai hasil yang merupakan tanggung
jawab perawat (Doengoes Marylin E, 2000)
Adapun
diagnosa keperawatan yang mungkin terjadi pada pasien demam typoid adalah :
a.
Diare berhubungan dengan inflamasi, iritasi dan malabsorpsi usus,
adanya toksin dan penyempitan segemental usus
b. Risiko kurang volume cairan berhubungan
dengan Kehilangan banyak melalui rute normal (diare berat, muntah), status
hipermetabolik dan pemasukan terbatas.
c. Konstipasi berhubungan dengan masukan cairan buruk, diet rendah serat
dan kurang latihan, inflamasi, iritasi, ditandai dengan :tidak ada feses.
d. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan
absorbsi nutrien, status hipermetabolik, secara medik masukan
e. Nyeri berhubungan dengan Hiperperistaltik,diare lama, iritasi
kulit/jaringan, ekskoriasi fisura perirektal
f. Hipertermia berhubungan dengan proses
peradangan pada usus
3. Intervensi Keperawatan
a. Diare berhubungan dengan inflamasi, iritasi
dan malabsorpsi usus, adanya toksin dan penyempitan segemental usus ditandai
dengan :
- Peningkatan bunyi usus/peristaltik.
- Defakasi sering dan berair (fase akut)
- Perubahan warna feses.
- Nyeri
abdomen tiba-tiba, kram.
Tujuan :
- Klien akan melaporkan penurunan frekuensi
defakasi, konsistensi kembali normal.
- Klien akan mampu mengidentifikasi/menghindari
faktor pemberat.
Intervensi :
1).
Observasi dan catat ferkuensi defekasi, karakteristik, jumlah dan faktor
pencetus.
Rasional : Membantu membedakan penyakit individu dan mengkaji
beratnya episode.
2). Tingkatkan tirah baring, berikan alat-alat
disamping tempat tidur.
Rasional : Istirahat menurunkan motalitas usus juga
menurunkan laju metabolisme bila infeksi atau perdarahan sebagai komplikasi.
Defakasi tiba-tiba dapat terjadi tanpa tanda dan dapat tidak terkontrol,
peningkatan resiko inkontinensia/jatuh bila alat-alat tidak dalam jangkauan
tangan.
3). Buang
feses dengan cepat dan berikan pengharum ruangan.
Rasional : Menurunkan bau tak sedap untuk menghindari
rasa malu klien.
4). Identifikasi makanan/cairan yang mencetuskan
diare.
Rasional : Menghindari iritan dan meningkatkan
istirahat usus.
5). Observasi demam, takikardi, lethargi,
leukositosis/leukopeni, penurunan protein serum, ansietas dan kelesuan.
Rasional : Tanda toksik megakolon atau perforasi dan
peritonitis akan terjadi/telah terjadi memerlukan intervensi medik segera.
6). Kolaborasi dengan tim
medis dalam pemberian :
-
Antikolinergik.
Rasional : Menurunkan motalitas/peristaltik GI dan
menurunkan sekresi digestif untuk menghilangkan kram dan diare.
-
Steroid
Rasional : Diberikan
untuk menurunkan proses inflamasi.
-
Antasida
Rasional : Menurunkan iritasi gaster, mencegah inflamasi
dan menurunkan resiko infeksi pada kolitis.
-
Antibiotik
Rasional : Mengobati infeksi supuratif lokal.
7). Bantu/siapkan intervensi bedah.
Rasional : Mungkin perlu bila perforasi atau obstruksi
usus terjadi atau penyakit tidak berespon terhadap pengobatan medik.
b. Risiko
kurang volume cairan berhubungan dengan
Kehilangan banyak melalui rute normal (diare berat, muntah), status
hipermetabolik dan pemasukan terbatas.
Tujuan :
Klien
akan menampakkan volume cairan adekuat/mempertahankan cairan adekuat dibuktikan
oleh membran mukosa lembab, turgor kulit baik dan pengisian kapiler baik, Tanda-Tanda
Vital (TTV) stabil, keseimbangan masukan dan haluaran dengan urine normal dalam
konsentrasi/jumlah.
Intervensi :
1).
Awasi masukan dan haluaran urine,
karakter dan jumlah feces, perkirakan Insensible
Water loss (IWL) dan hitung Sensible Water loss (SWL).
Rasional : Memberikan informasi tentang keseimbangan
cairan, fungsi ginjal dan kontrol penyakit usus juga merupakan pedoman untuk
penggantian cairan.
2). Observasi TTV.
Rasional : Hipotensi (termasuk postural), takikardi,
demam dapat menunjukkan respon terhadap dan/atau efek kehilangan cairan.
3). Observasi adanya kulit kering berlebihan dan
membran mukosa, penurunan turgor kulit, prngisisan kapiler lambat.
Rasional
: Menunjukkan kehilangan cairan berlebihan/dehidrasi.
4). Ukur berat badan tiap hari.
Rasional : Indikator cairan dan status nutrisi.
5). Pertahankan pembatasan peroral, tirah baring
dan hindari kerja.
Rasional :Kolon diistirahatkan untuk penyembuhan dan
untuk menurunkan kehilangan cairan usus.
6). Catat kelemahan otot umum dan disritmia jantung
Rasional : Kehilangan cairan berlebihan dapat
menyebabkan ketidak seimbangan elektrolit. Gangguan minor pada kadar serum
dapat mengakibatkan adanya dan/atau gejala ancaman hidup.
7). Kolaborasi dengan tim
medis dalam pemberian :
-
Cairan
parenteral, transfusi darah sesuai indikasi.
Rasional
: Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan penggatntian cairan untuk
memperbaiki kehilangan/anemia.
-
Anti diare.
Rasional
: Menurunkan kehilangan cairan dari
usus.
-
Antiemetik
Rasional
: Digunakan untuk mengontrol
mual/muntah pada eksaserbasi akut.
-
Antipiretik
Rasional : Mengontrol demam. Menurunkan Insensible Water
Loss (IWL.)
-
Elektrolit tambahan
Rasional
: Mengganti kehilangan cairan
melalui oral dan diare.
c. Konstipasi
berhubungan dengan masukan cairan buruk, diet rendah serat dan kurang latihan,
inflamasi, iritasi, ditandai dengan :tidak ada feses.
Tujuan :
Klien akan menampakkan/melaporkan kembali pola
fungsi usus yang normal.
Intervensi :
1). Observasi bising usus.
Rasional : Kembalinya fungsi GI mungkin terlambat
oleh inflamasi intraperitoneal, obat-obatan. Adanya bunyi abnormal menunjukkan
adanya komplikasi.
2). Amati adanya keluhan nyeri abdomen.
Rasional
: Mungkin berhubungan adanya distensi gas atau terjadinya komplikasi.
3). Observasi gerakan usus. Amati feses,
konsistensi, warna dan jumlah.
Rasional : Indikator kembalinya fungsi gastro-intestinal
(GI), mengidentifikasi ketepatan intervensi.
4). Anjurkan makanan/cairan yang tidak mengiritasi
bila masukan oral diberikan.
Rasional : Menurunkan risiko iritasi mukosa.
5). Kolaborasi
dengan tim medis dalam pemberian pelunak feses, supositoria gliserin sesuai
indikasi.
Rasional : Mungkin perlu untuk merangsang peristaltik
dengan perlahan/evakuasi feses.
d. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan gangguan absorbsi nutrien, status hipermetabolik, secara medik masukan
dibatasi ditandai dengan
- Penurunan
berat badan, penurunan lemak subkutan/massa otot, tonus otot buruk.
-
Bunyi usus hiperaktif.
- Konjungtiva dan membran mukosa pucat.
- Menolak untuk makan.
Tujuan :
Klien
akan menunjukkan/menampakkan berat badan stabil atau peningkatan berat badan
sesuai sasaran dan tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
Intervensi :
1). Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi.
Rasional : Memberikan informasi tentang kebutuhan
diet/keefektifan terapi.
2). Dorong
tirah baring dan/atau pembatasan aktifitas selama fase sakit akut.
Rasional
: Menurunkan kebutuhan metabolik untuk
mencegah penurunan kalori dan simpanan energi.
3). Anjurkan istirahat sebelum makan.
Rasional
:
Menenangkan peristaltik dan meningkatkan energi untuk makan.
4). Berikan kebersihan mulut terutama sebelum
makan.
Rasional : Mulut yang bersih dapat meningkatkan rasa
makanan.
5).
Ciptakan lingkungan yang nyaman.
Rasional : Lingkungan yang nyaman menurunkan stress
dan lebih kondusif untuk makan.
6). Batasi makanan yang dapat menyebabkan kram
abdomen, flatus.
Rasional : Mencegah serangan akut/eksaserbasi gejala.
7). Dorong
klien untuk menyatakan perasaan masalah mulai makanan/diet.
Rasional : Keragu-raguan untuk makan mungkin diakibatkan oleh takut makan akan
menyebabkan eksaserbasi gejala.
8). Kolaborasi dengan tim gizi/ahli diet sesuai
indikasi, mis : cairan jernih berubah menjadi makanan yang dihancurkan, rendah
sisa, protein tinggi, tinggi kalori dan rendah serat.
Rasional : Memungkinkan
saluran usus untuk mematikan kembali proses pencernaan. Protein perlu untuk
penyembuhan integritas jaringan. Rendah serat menurunkan respon peristaltik
terhadap makanan.
9).
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian :
-
Preparat Besi.
Rasional
: Mencegah/mengobati anemi.
-
Vitamin B12
Rasional : Penggantian
mengatasi depresi sumsum tulang karena proses inflamasi lama, Meningkatkan
produksi SDM/memperbaiki anemia.
-
Asam folat.
Rasional : Kehilangan folat umum terjadi akibat penurunan
masukan/absopsi.
-
Nutrisi parenteral total,
terapi IV sesuai indikasi.
Rasional : Program ini
mengistirahatkan GI sementara memberikan
nutrisi penting.
f. Nyeri berhubungan dengan Hiperperistaltik, diare
lama, iritasi kulit/jaringan, ekskoriasi fisura perirektal ditandai dengan :
- Laporan nyeri abdomen kolik/kram/nyeri menyebar.
-
Perilaku distraksi, gelisah.
-
Ekspresi wajah meringis
-
Perhatian pada diri sendiri.
Tujuan :
-
Klien akan melaporkan nyeri hilang/terkontrol.
- Klien akan menampakkan perilaku rileks
dan mampu tidur dan istirahat dengan tepat.
Intervensi :
1).
Dorong klien untuk melaporkan nyeri yang dialami.
Rasional : Mencoba untuk mentoleransi nyeri daripada
meminta analgesik.
2).
Observasi laporan kram abdomen atau nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitas (skala
0 – 10), selidiki dan laporkan perubahan karakteristik nyeri.
Rasional
: Nyeri sebelum defakasi sering terjadi
dengan tiba-tiba dimana dapat berat dan terus menerus. Perubahan pada
karakterisik nyeri dapat menunjukkan penyebaran penyakit/terjadinya komplikasi.
3). Amati adanya petunjuk nonverbal , selidiki
perbedaan petunjuk verbal dan nonverbal.
Rasional
: Bahasa tubuh/petunjuk nonverbal dapat
secara psikologis dan fisiologis dapat digunakan pada hubungan petunjuk verbal
untuk untuk mengidentifikasi luas/beratnya masalah.
4).Kaji
ulang faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya/menghilangnya nyeri.
Rasional
: Dapat menunjukkan dengan tepat
pencetus atau faktor pemberat atau mengidentifikasi terjadinya komplikasi.
5). Berikan tindakan nyaman seperti pijatan
punggung, ubah posisi dan aktifitas senggang.
Rasional
: Meningkatkan relaksasi, memfokuskan
kembali perhatian dan meningkatkan kemampuan koping.
6). Observasi/catat
adanya distensi abdomen dan TTV.
Rasional
:Dapat menunjukkan terjadinya obstruksi usus karena inflamasi, edema dan
jaringan parut.
7).
Kolaborasi dengan timgizi/ahli diet dalam
melakukan modifikasi diet dengan memberikan cairan dan meningkatkan makanan
padat sesuai toleransi.
Rasional : Istirahat usus penuh dapat menurunkan
nyeri/kram.
8). Kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian :
-
Analgesik
Rasional : Nyeri bervariasi dari ringan sampai berat
dan perlu penanganan untuk memudahkan istirahat secara adekuat dan prose
penyembuhan.
-
Antikolinergik
Rasional
: Menghilangkan spasme saluran GI dan berlanjutnya nyeri kolik.
-
Anodin supp.
Merilekskan otot rectal dan menurunkan nyeri
spasme.
g. Hipertermia berhubungan dengan proses
peradangan pada usus yang ditandai dengan
- Klien mengeluh
demam
- Kulit teraba
panas
- Bibir kering
- Suhu 38,3 0
c
Tujuan :
Suhu tubuh kembali normal,
dengan kriteria :
-
Suhu
tubuh kembali normal 36 – 37 0 c
-
Kulit teraba tidak panas
-
Klien mengatakan tidak demam
Intervensi :
1) Beri kompres hangat pada daerah dahi dan
axilla
Rasional : Vasodilatasi
pembuluh darah mempercepat evaporasi sehingga suhu tubuh normal
2) Observasi suhu tubuh klien
Rasional :
Untuk mengetahui adanya perubahan suhu tubuh secara mendadak
3) Beri minum yang banyak bila tidak ada
kontra indikasi
Rasional : Air sebagai katalisator dan pengganti cairan
tubuh yang hilang
4) Pertahankan bedrest
Rasional : Minimalkan aktivitas untuk
menghambat peningkatan suhu tubuh
5)
Penatalaksanaan pemberian obat
antibiotik dan antipiretik
Rasional : Sebagai
agen penghambat atau mematikan kuman patogen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar