Jumat, 24 Agustus 2012

ASUHAN KEPERAWATAN Gagal jantung


LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP MEDIS
A. Pengertian
            Gagal jantung didefinisikan oleh Lewis,1933 sebagai kondisi dimana jantung gagal untuk mengeluarkan isinya secara adekuat. (1)
            Gagal jantung, sering disebut gagal jantung kongestif, adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi dan atau kemampuannya hanya ada jika disertai peninggian volume diastolik secara abnormal. Istilah gagal jantung kongestif paling sering digunakan jika terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan. (2), (3)
B. Etiologi
            Apabila cadangan jantung normal untuk berespon terhadap stress tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh, jantung gagal untuk melakukan tugasnya sebagai pompa. Penyebab kegagalan antara lain disritmia, malfungsi katup, abnormalitas otot jantung, ruptur miokard. (1)
C. Manifestasi Klinis
            Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan, gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan, dan gagal jantung kongestif. Gejala yang ditimbulkanpun berbeda, sesuai dengan pembagian tersebut. (2)
            Pada gagal jantung kiri terjadi dyspneu d’effort, fatig, ortopnea, dispnea nokturnal paroksismal, batuk, pembesaran jantung, irama derap, ventricular heaving, bunyi derap S3 dan S4, pernapasan chyene stokes, takikardi, pulsus alternans, ronki dan kongesti vena pulmonalis. (3)
            Pada gagal jantung kanan timbul fatig, edema, liver engorgment, anoreksi dan kembung. Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan hipertrofi jantung kanan, heaving ventrikel kanan, irama derap atrium kanan, murmur, tanda-tanda penyakit paru kronik, tekanan vena jugularis meningkat, bunyi P2 mengeras, asites, hidrotoraks, peningkatan tekanan vena, hepatomegali, dan edema pitting. (3)
            Sedang, pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal jantung kiri dan kanan. New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kelas :
Kelas 1.
Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan
Kelas 2.
Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari-hari tanpa keluhan  
Kelas 3.
Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan
Kelas 4.
Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun dan harus tirah baring
            Diagnosis gagal jantung kongestif (kriteria Framingham) :
Kriteria Mayor :
  1. Dyspneanokturnal paroksismal/ ortopnea
  2. Peningkatan tekanan vena jugularis
  3. Ronki basah tidak nyaring
  4. Kardiomegali
  5. Edema paru aktif
  6. Irama derap S3
  7. Peningkatan tekanan vena > 16 cm H2O
  8. Refluks Hepatojugular
Kriteria Minor :
  1. Edema pergelangan kaki
  2. Batuk malam hari
  3. Dyspneu d’effort
  4. Hepatomegali
  5. Efusi pleura
  6. Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum
  7. Takikardi (> 120x/menit)
Kriteria mayor atau minor terjadi penurunan berat badan > 4,5 kg dalam lima hari setelah terapi. Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor harus ada pada saat yang bersamaan. (3)
D. Patofisiologi

Respon Fisiologis Payah
Peningkatan Frekuensi Jantung
Dilatasi
Hipertrofi
Peningkatan Isi sekuncup

Peningkatan pengaruh Simpatis pada jantung, arteri dan vena
 

Peningkatan frekuensi jantung
Peningkatan aliran balik vena
Peningkatan kekuatan kontrakasi








 























E. Pemeriksaan Penunjang
            Pemeriksaan foto thoraks dapat mengarah ke kardiomegali, corakan vaskular paru menggambarkan kranialisasi, garis Kerley A/B, infiltrat prekordial kedua paru dan efusi pleura. Fungsi EKG untuk melihat penyakit yang mendasari seperti Infark miokard dan aritmia. Pemeriksaan lain seperti pemeriksaan Hb, elektrolit, echocardiograph, angiograph, fungsi ginjal dan fungsi tiroid dilakukan atas indikasi. (3)
F. Penatalaksanaan
1.    Meningkatkan oksigenasi denganpemberian oksigen dan menurunkan konsumsi O2 melalui istirahat/ pembatasan aktivitas
2.    Memperbaiki kontraktilitas jantung.
·         Mengatasi keadaan yang reversibel, termasuk tirotoksikosis, miksedema dan aritmia
·         Digitalisasi :
a.    Dosis digitalis :
·         Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5-2 mg dalam 4-6 dosis selama 24 jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari
·         Digoksin iv 0,75-1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam
·         Cedilanid iv 1,2-1,6 mg dalam 24 jam
b.    Dosis penunjang untuk gagal jantung : digoksin 0,25 mg sehari, untuk pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan
c.    Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium0,25 mg
d.    Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut yang berat :
·         Digoksin : 1-1,5 mg iv perlahan-lahan
·         Cedilanid 0,4-0,8 mg iv perlahan-lahan


3.    Menurunkan beban jantung
·         Menurunkan beban awal dengan diet rendah garam, diuretik dan vasodilator
a.    Diet rendah garam
Pada gagal jantung dengan NYHA kelas 4, penggunaan diuretik, digoksin dan penghambat angiotensin converting enzyme (ACE) diperlukan mengingat usia harapan hidup yang pendek. Untuk gagal jantung kelas 2 & 3 diberikan :
1.    Diuretik dalam dosis rendah atau menengah (furosemid 40-80mg)
2.    Digoksin pada pasien dengan fibrilasi atrium maupun kelainan irama sinus
3.    Penghambat ACE (kaptopril mulai dari dosis 2 x 6,25 mg/ setara penghambat ACE yang lain, dosis ditingkatkan secara bertahap dengan memperhatikan TD pasien); isosorbid dinitrat (ISDN) pada pasien dengan kepmampuan aktivitas yang terganggu atau adanya iskemia yang menetap, dosis dimulai 3 x 10-15 mg. Semua obat ini harus dititrasi secara bertahap.
b.    Diuretik
Yang digunakan furosemid 40-80 mg. Dosis penunjang rata-rata 20 mg. Efek samping berupa hipokalemia dapat diatasi dengan suplai garam kalium/ diganti dengan spironolakton. Diuretik lain yang dapat digunakan antara lain hidroklorotiazid, klortalidon, triamteren, amilorid dan asam etakrinat.
Dampak diuretik yang mengurangi beban awal tidak mengurangi curah jantung/ kelangsungan hidup, tapimerupakan pengobatan garis pertama karena mengurangi gejala dan perawatan di RS. Penggunaan penghambat ACE bersam diuretik hemat kalium maupun suplemen kalium harus berhati-hati karena memungkinkan timbulnya hiperkalemia
c.    Vasodilator
·         Nitrogliserin 0,4-0,6 mg sublingual/ 0,2-2 mg/kg BB/menit iv
·         Nitroprusit 0,5 – 1 mg/kg BB/menit iv
·         Prazosin perroral 2-5 mg penghambat ACE : Kaptopril 2 x 6,25 mg
Dosis ISDN adalah 10-40 mg peroral atau 5-15 mg sublingual setiap 4-6 jam. Pemberian Nitrogliserin secara iv pada keadaan akut harus dimonitor tetap dan dilakukan di ICCU.
Kaptopril sebaiknya dimulai dari dosis kecil 6,25 mg, untuk dosis awal perlu diperhatikan efek samping hipotensi yang harus dimonitor dalam dua jam pertama setelah pemberian. Jika secara klinis tidak ada tanda-tanda hipotensi maka, dosis dapat ditingkatkan secara bertahap sampai 3 x 25 – 100 mg. Kaptopril dapat menimbulkan hipoglikemia dan gangguan fungsi ginjal. Dosis awal Enalapril 2 x 2,5 mg dapat dinaikkan perlahan-lahan sampai 2 x 10 mg
·         Menurunkan beban akhir dilator dengan dilator arterior. (3)









PROSES KEPERAWATAN
A.   Pengkajian
·         Pernafasan
Paru harus di auskultasi dengan interval sesering mungkin untuk menentukan ada atau tidaknya krekel  dan wheezing . Krekel terjadi oleh gerakan udara melalui cairan dan menunjukkan terjadinya kongesti paru. Frekuensi dan dalamnya pernafasan juga harus dicatat.
·         Jantung
Jantung di auskultasi mengenai adanya bunyi jantung s3 dan  s4, adanya tanda tersebut berarti pompamulai mengalami kegagalan dan pada setiapdenyutan darah yang tersisa di dalam ventrikel makin banyak. Frekuensi dan irama juga harus dicatat, frekuensi cepat menunjukkan bahwa ventrikel memerlukan waktu lebih banyak untuk pengisian, serta terdapat stagnasi darah yang terjadi di atria dan pada akhirnya juga di paru.
·         Penginderaan/tingkat kesadaran
Bila volume darah dan cairan dalam pembuluh darah meningkat, maka darah yang beredar menjadi lebih encer dan kapasitas trasnspor oksigen menjadi berkurang. Otak tidak dapat bertoleransi terhadap kekurangan oksigen dan pasien mengalami konfusi.
·         Perifer
Bagian bawah tubuh pasien harus di kaji akan adanya edema. Bila pasien duduk tegak, maka yang diperiksa adalah kaki dan tungkai bawah. Bila pasien berbaring terlentang, yang dikaji adalah sakrum dan punggung untuk melihat adanya edema. Jari dan tangan kadang juga bisa mengalami edema. Pada kasus khusus gagal jantung, pasien dapat mengalami edema periorbital, dimana kelopak mata tertutup karena bengkak.
Hati diperiksa juga akan adanya hepatogujular refluks (HJR). Pasien diminta bernafas secara normal pada saat dilakukan penekanan pada hati selama 30 – 60 detik .Bila distensi vena leher meningkat >1 cm, maka tes ini positif menunjukkan adanya peningkatan tekanan vena .
·         Distensi vena juguler
JVD juga harus dikaji. Ini dilakukan dengan mengangkat pasien dengan sudut sampai 45º. Jarak antara sudut Louis  dan tingginya distensi vena juguler ditentukan. Jarak > 3 cm dikatakan tidak normal. Ingat bahwa ini hanya perkiraan dan bukan pengukuran pasti (sudut Louis adalah hubungan antara korpus sternum  dengan manubrium)
·         Haluaran urine
Pasien bisa mengalami oliguria (berkurangnya haluaran urine < 100 dan 400 ml /24 jam) atau anuria (haluaran urine < 100 ml/ 24 jam). Masukan dan haluaran urine harus dicatat dengan baik dan pasien ditimbang setiap hari pada saat yang sama dan timbangan yang sama (2)
B.   Diagnosa Keperawatan
·               Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan  stasis vena
·               Kecemasan berhubungan dengan kesulitan nafas dankegelisahan akibat oksigenasi yang tidak adekuat
·               Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelhan dan dispnew akibat  penurunan curah jantung
·               Potensial kurang pengetahuan mengenai program perawatan diri berhubungan dengan tidak bisa menerima peruhana gaya hidup yang dianjurkan (2)




C.   Rencanaan Dan Implementasi
·         Tujuan
Tujuan utama mencakup bertambahnya instirahat, penghilangan kecemasan, pencapaian perfusi jaringan yang normal, pemahaman mengenai program perawatan diri dan tidak terjadi komplikasi. (2)
·         Intervensi Keperawatan
·         Bertambahnya istirahat
Pasien perlu sekali beristirahat baik scara fisik maupun emosional. Lamanya berbaring meransang di uresis karena berbaring akan memperbaiki perfusi ginjal. Istirahat mengurangi kerja otot pernafasan dan penggunaan oksigen. Frekuensi jantung menurun, yang akan memperpanjang periode diastole pemulihan sehingga memperbaiki efisiensi kontraksi jantung
·         Posisi
Kepala tempat tidur harus dinaikkan 20-30 cm atau pasien didudukkan di kursi. Pada posisi ini aliran balik vena ke jantung (Preload dan paru berkurang), kongesti paru berkurang, penekanan hepar ke diagfragma menjadi minimal. Lengan bawah harus disokong dengan bantal untuk mengurangi kelelahan otot bahu akibat berat lengan yang menarik scara terus menerus.
Pasien yang dapat bernafas ortopneu dapat didudukkan di sisi tempat tidur, dengan kedua kaki disokong kursi, kepala dan lengan diletakkan di meja tempat tidur dan vertebra lumbosakral disokong dengan bantal. Bila terdapat kongesti paru, aka lebih baik pasien didudukkan di kursi karena posisi ini dapat memperbaiki perpindahan cairan dari paru. Edema yang biasanya terdapat di bagian bawah tubuh, berpindah ke daerah sakral ketika pasien di baringkan di tempat tidur
·         Penghilangan kecemasan
Menaikkan kepala tempat tidur dan membiarkan lampu menyala di malam hari, sering sangat membantu, kehadiran anggota keluargajuga memberi rasa aman pada kebanyakan pasien. Oksigen dapat diberikan selama stadium akut untuk mengurangi kerja pernapasan dan untuk meningkatkan kenyamanan pasien morfin dengan dosis kecil dapat diberikan untuk dispneu yang berat dan hipnotis juga dapat diberikan untuk membantu pasien tidur. Pasien yang tidak dapat tidur di malam hari, dapat duduk dengan nyaman di kursi, posisi ini menyebabkan sirkulasi serebral maupun sistemik membaik, sehingga kualitas tidur lebih baik
·         Menghindari stress
Memberikan kenyamanan fisik dan menghindari situasi yang cenderung menyebabkan kecemasan dan agitasi dapat membantu pasien untuk rileks. Istirahat dilanjutkan beberapa hari hingga beberapa minggu sampai gagal jantung dapat dikontrol
·         Memperbaiki perfusi jaringan normal
Latihan harian ringan dapat memperbaiki aliran darah ke jaringan perifer. Oksigenasi yang adekuat dan di uresis yang sesuai juga dapat memperbaiki perfusi jaringan. Diuresis yang efektif dapat mengurangi pengenceran darah, sehingga meningkatkan kapasitas pengangkutan oksigen dalam sistem vaskuler. Istirahat yang memadai sangat penting untuk memperbaiki perfusi jaringan yang adekuat. Bahaya yang dapat timbul pada tirah baring, adalah dekubitus (terutama pada pasien edema), Flebotrombosis dan emboli pulmoner. Perubahan posisi, nafas dalam, kaoskaki elastik, danlatihan tungkai semuanya dapat memperbaiki tonus otot, sehingga membantu aliran balik vena ke jantung
·         Penyuluhan pasien dan pertimbangan perawatan di rumah
Setelah gagal jantung terkontrol pasien dibimbing untuk secara bertahap kembali ke gaya hidup dan aktifitas sebelum sakit  sedini mungkin. Aktifitas kegiatan hidup sehari-hari harus direncanakan untuk meminimalkan periode apneu dan kelelahan. Setiap aktifitas yang menimbulkan gejala harus dihindari atau dilakukan adaptasi. Pasien harus dibantu untuk mengidentifikasi stres emosional dan menggali cara-cara untuk menyesaikannya. Melibatkan pasien dalam implementasi program terapi akan memperbaiki kerjasama dan kepatuhan (tidak melaksanakan terapi pengobatan dengan tepat, tidak mematuhi tindak lanjut medis, melanggar pembatasan diet melakukan aktivitas fisik yang brlebihan dan tidak dapat mengenali gejala kekambuhan). Melaporkan dengan segera  kepada dokter atau klinik apabila terjadi gejala serangan. (2)
D.   Evaluasi
Hasil yang diharapkan :
1.     Mengalami penurunan kelelahan dan dispneu
·         Mampu beristirahat secara adekuat baik fisik maupun empsional
·         Berada pada posisi yang tepat yang dapat mengurangi kelehan dandispneu
·         Mematuhi aturan pengobatan
2.     Mengalami penurunan kecemasan
·         Menghindari situasi yang menimbulkan stress
·         Tidur nyenyak di malam hari
·         Melaporkan penurunan stress dan kecemasan



3.     Mencapai perfusi jaringan yang normal
·         Mampu beristirahat dengan cukup
·         Melakukan aktivitas yang memperbaiki aliran balik vena; latihan harian sedang, rentang gerak ekstremitas aktif bila tidak bisa berjalam atau harus berbaring dalam waktu lama, mengenakan kaus kaki penyokong
·         Kulit hangat dan kering dengan warna normal
·         Tidak memperlihatkan edema perifer
4.     Mematuhi aturan dan perawatan diri (2)




















DAFTAR PUSTAKA

1.    Gallo & Hudak,  1997, Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik Vol.1, Edisi VI, Penerbit Buku Kedokteran EGC, jakarta

2.  Suddarth & Burner, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2 Edisi VIII, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

3. Mansjoer Ali, dkk, 2001, Kapita Selekta Kedokteran Jilid I Edisi III, Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta









                                                       


















Tidak ada komentar:

Posting Komentar