LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP MEDIS
A. Pengertian
Gagal jantung
didefinisikan oleh Lewis,1933 sebagai kondisi dimana jantung gagal untuk
mengeluarkan isinya secara adekuat. (1)
Gagal jantung, sering disebut gagal
jantung kongestif, adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang
adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi dan atau
kemampuannya hanya ada jika disertai peninggian volume diastolik secara
abnormal. Istilah gagal jantung kongestif paling sering digunakan jika terjadi
gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan. (2), (3)
B. Etiologi
Apabila cadangan
jantung normal untuk berespon terhadap stress tidak adekuat untuk memenuhi
kebutuhan metabolik tubuh, jantung gagal untuk melakukan tugasnya sebagai
pompa. Penyebab kegagalan antara lain disritmia, malfungsi katup, abnormalitas
otot jantung, ruptur miokard. (1)
C. Manifestasi Klinis
Berdasarkan bagian jantung yang
mengalami kegagalan pemompaan, gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri,
gagal jantung kanan, dan gagal jantung kongestif. Gejala yang ditimbulkanpun
berbeda, sesuai dengan pembagian tersebut. (2)
Pada gagal jantung kiri terjadi dyspneu d’effort, fatig, ortopnea,
dispnea nokturnal paroksismal, batuk, pembesaran jantung, irama derap, ventricular heaving, bunyi derap S3 dan S4, pernapasan chyene stokes, takikardi, pulsus alternans,
ronki dan kongesti vena pulmonalis. (3)
Pada gagal jantung kanan timbul
fatig, edema, liver engorgment, anoreksi dan kembung. Pada pemeriksaan fisik
bisa didapatkan hipertrofi jantung kanan, heaving ventrikel kanan, irama derap
atrium kanan, murmur, tanda-tanda penyakit paru kronik, tekanan vena jugularis
meningkat, bunyi P2 mengeras,
asites, hidrotoraks, peningkatan tekanan vena, hepatomegali, dan edema pitting. (3)
Sedang, pada gagal jantung kongestif
terjadi manifestasi gabungan gagal jantung kiri dan kanan. New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional
dalam 4 kelas :
Kelas 1.
|
Bila pasien
dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan
|
Kelas 2.
|
Bila pasien
tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari-hari tanpa
keluhan
|
Kelas 3.
|
Bila pasien
tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan
|
Kelas 4.
|
Bila pasien
sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun dan harus tirah baring
|
Diagnosis gagal jantung kongestif
(kriteria Framingham) :
Kriteria Mayor :
- Dyspneanokturnal paroksismal/ ortopnea
- Peningkatan tekanan vena jugularis
- Ronki basah tidak nyaring
- Kardiomegali
- Edema paru aktif
- Irama derap S3
- Peningkatan tekanan vena > 16 cm H2O
- Refluks Hepatojugular
Kriteria Minor :
- Edema pergelangan kaki
- Batuk malam hari
- Dyspneu d’effort
- Hepatomegali
- Efusi pleura
- Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum
- Takikardi (> 120x/menit)
Kriteria mayor atau minor terjadi
penurunan berat badan > 4,5 kg dalam lima hari setelah terapi. Diagnosis
ditegakkan dari 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor
harus ada pada saat yang bersamaan. (3)
D. Patofisiologi
Respon Fisiologis
Payah
Peningkatan
Frekuensi Jantung
Dilatasi
Hipertrofi
Peningkatan
Isi sekuncup
Peningkatan pengaruh Simpatis pada jantung, arteri dan
vena
Peningkatan frekuensi
jantung
Peningkatan aliran balik
vena
Peningkatan kekuatan
kontrakasi
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan foto thoraks dapat
mengarah ke kardiomegali, corakan vaskular paru menggambarkan kranialisasi,
garis Kerley A/B, infiltrat prekordial kedua paru dan efusi pleura. Fungsi EKG
untuk melihat penyakit yang mendasari seperti Infark miokard dan aritmia.
Pemeriksaan lain seperti pemeriksaan Hb, elektrolit, echocardiograph, angiograph, fungsi ginjal dan fungsi tiroid
dilakukan atas indikasi. (3)
F. Penatalaksanaan
1.
Meningkatkan oksigenasi denganpemberian oksigen dan
menurunkan konsumsi O2 melalui istirahat/ pembatasan aktivitas
2.
Memperbaiki kontraktilitas jantung.
·
Mengatasi keadaan yang reversibel, termasuk
tirotoksikosis, miksedema dan aritmia
·
Digitalisasi :
a.
Dosis digitalis :
·
Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5-2 mg dalam 4-6
dosis selama 24 jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari
·
Digoksin iv 0,75-1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam
·
Cedilanid iv 1,2-1,6 mg dalam 24 jam
b.
Dosis penunjang untuk gagal jantung : digoksin 0,25 mg
sehari, untuk pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan
c.
Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium0,25 mg
d.
Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema
pulmonal akut yang berat :
·
Digoksin : 1-1,5 mg iv perlahan-lahan
·
Cedilanid 0,4-0,8 mg iv perlahan-lahan
3.
Menurunkan beban jantung
·
Menurunkan beban awal dengan diet rendah garam, diuretik
dan vasodilator
a.
Diet rendah garam
Pada
gagal jantung dengan NYHA kelas 4, penggunaan diuretik, digoksin dan penghambat
angiotensin converting enzyme (ACE)
diperlukan mengingat usia harapan hidup yang pendek. Untuk gagal jantung kelas
2 & 3 diberikan :
1.
Diuretik dalam dosis rendah atau menengah (furosemid
40-80mg)
2.
Digoksin pada pasien dengan fibrilasi atrium maupun
kelainan irama sinus
3.
Penghambat ACE (kaptopril
mulai dari dosis 2 x 6,25 mg/ setara penghambat ACE yang lain, dosis
ditingkatkan secara bertahap dengan memperhatikan TD pasien); isosorbid dinitrat (ISDN) pada pasien
dengan kepmampuan aktivitas yang terganggu atau adanya iskemia yang menetap,
dosis dimulai 3 x 10-15 mg. Semua obat ini harus dititrasi secara bertahap.
b.
Diuretik
Yang
digunakan furosemid 40-80 mg. Dosis
penunjang rata-rata 20 mg. Efek samping berupa hipokalemia dapat diatasi dengan
suplai garam kalium/ diganti dengan spironolakton.
Diuretik lain yang dapat digunakan antara lain hidroklorotiazid, klortalidon, triamteren, amilorid dan asam etakrinat.
Dampak
diuretik yang mengurangi beban awal tidak mengurangi curah jantung/
kelangsungan hidup, tapimerupakan pengobatan garis pertama karena mengurangi
gejala dan perawatan di RS. Penggunaan penghambat ACE bersam diuretik hemat
kalium maupun suplemen kalium harus berhati-hati karena memungkinkan timbulnya
hiperkalemia
c.
Vasodilator
·
Nitrogliserin 0,4-0,6 mg sublingual/ 0,2-2 mg/kg BB/menit
iv
·
Nitroprusit 0,5 – 1 mg/kg BB/menit iv
·
Prazosin perroral 2-5 mg penghambat ACE : Kaptopril 2 x
6,25 mg
Dosis
ISDN adalah 10-40 mg peroral atau 5-15 mg sublingual setiap 4-6 jam. Pemberian
Nitrogliserin secara iv pada keadaan akut harus dimonitor tetap dan dilakukan
di ICCU.
Kaptopril
sebaiknya dimulai dari dosis kecil 6,25 mg, untuk dosis awal perlu diperhatikan
efek samping hipotensi yang harus dimonitor dalam dua jam pertama setelah
pemberian. Jika secara klinis tidak ada tanda-tanda hipotensi maka, dosis dapat
ditingkatkan secara bertahap sampai 3 x 25 – 100 mg. Kaptopril dapat
menimbulkan hipoglikemia dan gangguan fungsi ginjal. Dosis awal Enalapril 2 x
2,5 mg dapat dinaikkan perlahan-lahan sampai 2 x 10 mg
·
Menurunkan beban akhir dilator dengan dilator arterior. (3)
PROSES KEPERAWATAN
A. Pengkajian
·
Pernafasan
Paru harus di auskultasi dengan interval sesering mungkin
untuk menentukan ada atau tidaknya krekel
dan wheezing . Krekel terjadi
oleh gerakan udara melalui cairan dan menunjukkan terjadinya kongesti paru.
Frekuensi dan dalamnya pernafasan juga harus dicatat.
·
Jantung
Jantung di auskultasi mengenai adanya bunyi jantung s3
dan s4, adanya tanda tersebut berarti
pompamulai mengalami kegagalan dan pada setiapdenyutan darah yang tersisa di
dalam ventrikel makin banyak. Frekuensi dan irama juga harus dicatat, frekuensi
cepat menunjukkan bahwa ventrikel memerlukan waktu lebih banyak untuk
pengisian, serta terdapat stagnasi darah yang terjadi di atria dan pada
akhirnya juga di paru.
·
Penginderaan/tingkat kesadaran
Bila volume darah dan cairan dalam pembuluh darah
meningkat, maka darah yang beredar menjadi lebih encer dan kapasitas trasnspor
oksigen menjadi berkurang. Otak tidak dapat bertoleransi terhadap kekurangan
oksigen dan pasien mengalami konfusi.
·
Perifer
Bagian bawah tubuh pasien harus di kaji akan adanya
edema. Bila pasien duduk tegak, maka yang diperiksa adalah kaki dan tungkai
bawah. Bila pasien berbaring terlentang, yang dikaji adalah sakrum dan punggung
untuk melihat adanya edema. Jari dan tangan kadang juga bisa mengalami edema.
Pada kasus khusus gagal jantung, pasien dapat mengalami edema periorbital,
dimana kelopak mata tertutup karena bengkak.
Hati diperiksa juga akan adanya hepatogujular refluks (HJR).
Pasien diminta bernafas secara normal pada saat dilakukan penekanan pada hati
selama 30 – 60 detik .Bila distensi vena leher meningkat >1 cm, maka tes ini
positif menunjukkan adanya peningkatan tekanan vena .
·
Distensi vena juguler
JVD juga harus dikaji. Ini dilakukan dengan mengangkat
pasien dengan sudut sampai 45º. Jarak antara
sudut Louis dan tingginya distensi vena
juguler ditentukan. Jarak > 3 cm dikatakan tidak normal. Ingat bahwa ini
hanya perkiraan dan bukan pengukuran pasti (sudut Louis adalah hubungan antara korpus sternum dengan manubrium)
·
Haluaran urine
Pasien bisa mengalami oliguria (berkurangnya haluaran
urine < 100 dan 400 ml /24 jam) atau anuria (haluaran urine < 100 ml/ 24
jam). Masukan dan haluaran urine harus dicatat dengan baik dan pasien ditimbang
setiap hari pada saat yang sama dan timbangan yang sama (2)
B. Diagnosa Keperawatan
·
Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan stasis vena
·
Kecemasan berhubungan dengan kesulitan nafas
dankegelisahan akibat oksigenasi yang tidak adekuat
·
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelhan dan
dispnew akibat penurunan curah jantung
·
Potensial kurang pengetahuan mengenai program perawatan
diri berhubungan dengan tidak bisa menerima peruhana gaya hidup yang dianjurkan
(2)
C. Rencanaan Dan Implementasi
·
Tujuan
Tujuan
utama mencakup bertambahnya instirahat, penghilangan kecemasan, pencapaian
perfusi jaringan yang normal, pemahaman mengenai program perawatan diri dan
tidak terjadi komplikasi. (2)
·
Intervensi
Keperawatan
·
Bertambahnya
istirahat
Pasien
perlu sekali beristirahat baik scara fisik maupun emosional. Lamanya berbaring
meransang di uresis karena berbaring akan memperbaiki perfusi ginjal. Istirahat
mengurangi kerja otot pernafasan dan penggunaan oksigen. Frekuensi jantung
menurun, yang akan memperpanjang periode diastole pemulihan sehingga
memperbaiki efisiensi kontraksi jantung
·
Posisi
Kepala
tempat tidur harus dinaikkan 20-30 cm atau pasien didudukkan di kursi. Pada
posisi ini aliran balik vena ke jantung (Preload dan paru berkurang), kongesti
paru berkurang, penekanan hepar ke diagfragma menjadi minimal. Lengan bawah
harus disokong dengan bantal untuk mengurangi kelelahan otot bahu akibat berat
lengan yang menarik scara terus menerus.
Pasien
yang dapat bernafas ortopneu dapat didudukkan di sisi tempat tidur, dengan
kedua kaki disokong kursi, kepala dan lengan diletakkan di meja tempat tidur
dan vertebra lumbosakral disokong dengan bantal. Bila terdapat kongesti paru,
aka lebih baik pasien didudukkan di kursi karena posisi ini dapat memperbaiki
perpindahan cairan dari paru. Edema yang biasanya terdapat di bagian bawah
tubuh, berpindah ke daerah sakral ketika pasien di baringkan di tempat tidur
·
Penghilangan
kecemasan
Menaikkan
kepala tempat tidur dan membiarkan lampu menyala di malam hari, sering sangat
membantu, kehadiran anggota keluargajuga memberi rasa aman pada kebanyakan
pasien. Oksigen dapat diberikan selama stadium akut untuk mengurangi kerja
pernapasan dan untuk meningkatkan kenyamanan pasien morfin dengan dosis kecil
dapat diberikan untuk dispneu yang berat dan hipnotis juga dapat diberikan
untuk membantu pasien tidur. Pasien yang tidak dapat tidur di malam hari, dapat
duduk dengan nyaman di kursi, posisi ini menyebabkan sirkulasi serebral maupun
sistemik membaik, sehingga kualitas tidur lebih baik
·
Menghindari
stress
Memberikan
kenyamanan fisik dan menghindari situasi yang cenderung menyebabkan kecemasan
dan agitasi dapat membantu pasien untuk rileks. Istirahat dilanjutkan beberapa
hari hingga beberapa minggu sampai gagal jantung dapat dikontrol
·
Memperbaiki
perfusi jaringan normal
Latihan
harian ringan dapat memperbaiki aliran darah ke jaringan perifer. Oksigenasi
yang adekuat dan di uresis yang sesuai juga dapat memperbaiki perfusi jaringan.
Diuresis yang efektif dapat mengurangi pengenceran darah, sehingga meningkatkan
kapasitas pengangkutan oksigen dalam sistem vaskuler. Istirahat yang memadai
sangat penting untuk memperbaiki perfusi jaringan yang adekuat. Bahaya yang
dapat timbul pada tirah baring, adalah dekubitus (terutama pada pasien edema),
Flebotrombosis dan emboli pulmoner. Perubahan posisi, nafas dalam, kaoskaki
elastik, danlatihan tungkai semuanya dapat memperbaiki tonus otot, sehingga
membantu aliran balik vena ke jantung
·
Penyuluhan pasien
dan pertimbangan perawatan di rumah
Setelah
gagal jantung terkontrol pasien dibimbing untuk secara bertahap kembali ke gaya
hidup dan aktifitas sebelum sakit sedini
mungkin. Aktifitas kegiatan hidup sehari-hari harus direncanakan untuk
meminimalkan periode apneu dan kelelahan. Setiap aktifitas yang menimbulkan
gejala harus dihindari atau dilakukan adaptasi. Pasien harus dibantu untuk mengidentifikasi
stres emosional dan menggali cara-cara untuk menyesaikannya. Melibatkan pasien
dalam implementasi program terapi akan memperbaiki kerjasama dan kepatuhan (tidak
melaksanakan terapi pengobatan dengan tepat, tidak mematuhi tindak lanjut medis,
melanggar pembatasan diet melakukan aktivitas fisik yang brlebihan dan tidak
dapat mengenali gejala kekambuhan). Melaporkan dengan segera kepada dokter atau klinik apabila terjadi
gejala serangan. (2)
D. Evaluasi
Hasil yang diharapkan :
1.
Mengalami penurunan
kelelahan dan dispneu
·
Mampu beristirahat secara adekuat baik fisik maupun
empsional
·
Berada pada posisi yang tepat yang dapat mengurangi
kelehan dandispneu
·
Mematuhi aturan pengobatan
2.
Mengalami
penurunan kecemasan
·
Menghindari situasi yang menimbulkan stress
·
Tidur nyenyak di malam hari
·
Melaporkan penurunan stress dan kecemasan
3.
Mencapai perfusi
jaringan yang normal
·
Mampu beristirahat dengan cukup
·
Melakukan aktivitas yang memperbaiki aliran balik vena;
latihan harian sedang, rentang gerak ekstremitas aktif bila tidak bisa berjalam
atau harus berbaring dalam waktu lama, mengenakan kaus kaki penyokong
·
Kulit hangat dan kering dengan warna normal
·
Tidak memperlihatkan edema perifer
4.
Mematuhi aturan
dan perawatan diri (2)
DAFTAR PUSTAKA
1.
Gallo & Hudak, 1997, Keperawatan
Kritis : Pendekatan Holistik Vol.1, Edisi VI, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
jakarta
2. Suddarth &
Burner, 2002, Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Vol. 2 Edisi VIII, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
3.
Mansjoer Ali, dkk, 2001, Kapita Selekta
Kedokteran Jilid I Edisi III, Penerbit Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar