Halusinasi
LATAR BELAKANG
Halusinasi merupakan gangguan orintasi realita, karena
terganggunya fungsi otak : kognitif dan proses pikir, fungsi persepsi, fungsi
emosi, fungsi motorik dan fungsi sosial.
Gangguan terhadap fungsi
kognitif dan persepsi akan mengakibatkan
kemampuan menilai dan menilik terganggu, sedangkan gangguan fungsi emosi,
motorik dan sosial akan mengakibatkan terganggunya kemampuan berespon
yakni perilaku non verbal (ekspresi,
gerakan tubuh) dan perilaku verbal (penampilan hubungan sosial). Memperhatikan
perilaku klien seperti ini tentu akan
menjadi suatu hal yang perlu direspon
oleh perawat profesional, paling tidak mengeliminir masalah-masalah yang ada
sehingga keadaan seorang pasien tidak berkembang menjadi lebih berat (perilaku
agresif / perilaku kekerasan).
A. TUJUAN PENULISAN
1.
Tujuan Umum
Memperoleh
pengalaman nyata dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan
halusinasi pendengaran, diharapkan akan mampu mengidentifikasikan seluruh
masalah yang terjadi sehubungan dengan
halusinasi.
2.
Tujuan Khusus
a.
Mahasiswa mampu mengkaji klien
dengan masalah utama halusinasi
b.
Mahasiswa mampu merumuskan
diagnosa keperawatan klien dengan masalah utama halusinasi
c.
Mahasiswa mampu merencanakan
tindakan keperawatan klien dengan masalah utama halusinasi
d.
Mahasiswa mampu
mengimplementasikan renaca tindakan keperawatan klien dengan masalah utama
halusinasi
e.
Mahasiswa mampu mengevaluasi
tindakan keperawatan klien dengan masalah
utama halusinasi.
B. METODE PENULISAN
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini yaitu :
a.
Metode Kepustakaan
Metode penulisan dengan menggunakan beberapa literatur sebagai
sumber
b.
Metode Wawancara
Data
diperoleh dengan wawancara langsung kepada klien dan perawat ruangan.
c.
Metode Observasi
Dengan
mengobservasi langsung kepada klien dengan masalah utama halusinasi pendengaran
C. SISTEMATIKA PENULISAN
a.
Bab I merupakan pendahuluan
yang berisi tenang latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
b.
Bab II tentang landasan teori
yang memuat pengertian, tentang respon, jenis-jenis halusinasi, fase-fase
halusinasi, pengkajian, diagnosa, tujuan, implemenasi dan evaluasi keperawatan.
c.
Bab III berisi tentang tinjauan
kasus halusinasi pendengaran
d.
Bab IV membahas kesenjangan
antara teori dan kasus
e.
Bab V berupa penutup yang
memuat kesimpulan dan saran.
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
PENGERTIAN
Halusinasi
merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien dengan gangguan
jiwa, Halusinasi sering diidentikkan dengan Schizofrenia. Dari seluruh klien
Schizofrenia 70 % diantaranya mengalami halusinasi. Gangguan jiwa lain yang
juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan maniak depresiasi dan
delerium.
Halusinasi merupakan gangguan
persepsi dimana klien mempresepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.
Suatu penerapan panca indra tanpa ada
rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi
melalui panca indra tanpa stimulus
eksteren : Persepsi palsu. Berbeda dengan ilusi dimana klien mengalami persepsi
yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus eksternal yang terjadi.
Stimulus internal dipersepsikan sebagai sesuatu yang nyata ada oleh klien.
B.
RENTANG RESPON
HALUSINASI
Halusinasi
merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam rentang
respon neurobiology. Ini merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika
klien sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan
stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra (pendengaran,
penglihatan, penghidu, pengecapan dan perabaan), klien dengan halusinasi
mempersepsikan suatu stimulus panca
indra walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada.diantara kedua respon tersebut adalah respon individu
yang karena sesuatu hal mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang
disebut sebagai ilusi. Klien mengalami ilusi jika interprestasi yang
dilakukannya terhadap stimulus panca indra tidak akurat sesuai stimulus yang diterima.
Rentang respon :
|
|
|
C. JENIS-JENIS HALUSINASI
Jenis Halusinasi
|
Karakteristik |
Pendengaran
70 %
|
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara
berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara
tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang
mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan
bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
|
Penglihatan
20 %
|
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar
kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias menyenangkan atau
menakutkan seperti melihat monster.
|
Penghidu
|
Membaui
bau-bauan tertentu seperti bau darahm
urin dan feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor,
kejang atau dimensia.
|
Pengecapan
|
Merasa mengecap
rasa seperti rasa darah, urin atau
feses
|
Perabaan
|
Mengalami nyeri
atau ketidaknyamanan tanpa stimulus
yang jelas. Rasa tersetrum listrik
yang datang dari tanah, benda mati atau
orang lain.
|
Cenesthetic
|
Merasakan fungsi
tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri pencernaan makan atau
pembentukan urine
|
Kinisthetic
|
Merasakan
pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak
|
D. FASE HALUSINASI
Halusinasi yang dialami oleh klien
biasanya berbeda intensitas dan keparahannya. Fase halusinasi terbagi empat :
1.
Fase Pertama
Pada fase ini klien
mengalami kecemasan, stress, perasaan
gelisah, kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokuskan pikiran pada
hal yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini
menolong untuk sementara.
Klien masih mampu
mengontrol kesadarannya dan mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi
meningkat.
2.
Fase Kedua
Kecemasan meningkat berhubungan dengan pengalaman
internal dan eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada halusinasi.
Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan
sensasi halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas klien takut apabila
orang lain mendengar dan klien merasa tak mampu mengontrolnya.
Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan
memproyeksikan seolah-olah halusinasi
datang dari orang lain.
3.
Fase Ketiga
Halusinasi; lebih menonjol, menguasai dan mengontrol
klien menjadi terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Halusinasi memberi
kesenangan dan rasa aman sementara.
4.
Fase Keempat
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri
dari kontrol halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah
menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan
orang lain karena terlalu sibuk dengan haslusinya klien berada dalam dunia yang
menakutkan dalam waktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi
kronik jika tidak dilakukan intervensi.
E. PENGKAJIAN KLIEN DENGAN HALUSINASI
Halusinasi merupakan salah satu
gejala yang ditampakkan oleh klien yang
mengalami psikotik, khususnya schizofrenia. Pengkajian klien dengan
halusinasi demikian merupakan
proses identifikasi yang melekat erat dengan pengkajian respon
neurobiologi lainnya seperti yang terdapat juga pada schizofrenia.
1.
Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya respon neurobiologi seperti halusinasi antara
lain :
a.
Faktor Genetik
Telah diketahui bahwa genetik
schizofrenia diturunkan melalui kromoson tertentu. Namun
demikian kromoson yang ke berapa yang menjadi factor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam
tahap penelitian. Diduga letak gen schizofrenia adalah kromosin nomor enam,
dengan kontribusi genetik tambahan No. 4, 8,5 dan 22 (Buchanan dan Carpenter,
2002). Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami schizofrenia sebesar 50 % jika salah satunya mengalami schizofrenia,
sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15 % jika salah satunya mengalami
schizofrenia, sementara jika di zygote
peluangnya sebesar 15 % seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami
schizofrenia berpeluang 15 % mengalami schizofrenia, sementara bila kedua orang
tuanya schizofrenia maka peluangnya menjadi 35 %.
b.
Faktor Neurobiologi
Ditemukan bahwa korteks pre frontal
dan korteks limbiks pada klien schizofrenia tidak pernah berkembang penuh.
Ditemukan juga pada klien schizofrenia terjadi penurunan volume dan fungsi otak
yang abnormal.
Neutransmitter dopamin berlebihan,
tidak seimbang dengan kadar serotin.
c.
Studi Neurotransmitter
Schizofrenia diduga juga disebabkan
oleh ketidak seimbangan neurotransmitter dimana dopamin berlebihan, tidak
seimbang dengan kadar serotin.
d.
Teori Virus
Paparan virus influenza pada
trimester ke 3 kehamilan dapat menjadi factor predisposisi schizofrenia.
e.
Psikologis
Beberapa kondisi psikologis yang
menjadi factor predisposisi schizofrenia antara lain anak yang dipelihara oleh
ibu yang suka cemas, terlalu melindungi, dingin dan tak berperasaan, sementara
ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.
2.
Faktor Presipitasi
Faktor –faktor pencetus respon
neurobiologis meliputi :
a.
Berlebihannya proses informasi
pada sistem syaraf yang menerima dan memproses informasi di thalamus dan
frontal otak.
b.
Mekanisme penghataran listrik
disyaraf terganggu (mekanisme gatering abnormal)
c.
Gejala-gejala pemicu kondisi
kesehatan lingkungan, sikap dan perilaku
seperti yang tercantum pada tabel di bawah ini :
Kesehatan
|
Nutrisi kurang
Kurang tidur
Ketidakseimbangan irama sirkardian
Kelelahan infeksi
Obat-obatan sistem syaraf pusat
Kurangnya latihan
Hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan
|
Lingkungan
|
Lingkungan yang memusuhi, kritis
Masalah di rumah tangga
Kehilangan kebebasan hidup,
pola aktivitas sehari-hari
Kesukaran dalam berhubungan dengan
orang lain
Isolaso sosial
Kurangnya dukungan sosial
Tekanan kerja (kurang
keterampilan dalam bekerja)
Stigmasasi
Kemiskinan
Kurangnya alat transportasi
Ketidakmampuan mendapat pekerjaan
|
Sikap/Perilaku
|
Merasa tidak mampu (harga diri rendah)
Putus asa (tidak percaya diri)
Merasa gagal (kehilangan motivasi menggunakan keterampilan diri
Kehilangan kendali diri (demoralisasi)
Merasa punya kekuatan berlebihan dengan gejala tersebut
Merasa malang (tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual)
Bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun
kebudayaan
Rendahnya kemampuan
sosialisasi
Perilaku agresif
Perilaku kekerasan
Ketidakadekuatan pengobatan
Ketidakadekuatan penanganan
gejala
|
3.
Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang sering
digunakan klien dengan halusinasi adalah :
Ø Register, menjadi malas beraktiftas sehari-hari
Ø Proyeksi, mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan
tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu benda
Ø Menarik diri, sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal.
Ø Keluarga mengingkari masalah yang dialami klien.
4.
Perilaku
Halusinasi benar-benar riil dirasakan
oleh klien yang mengalaminya, seperti mimpi saat tidur. Klien mungkin tidak
punya cara untuk menentukan persepsi tersebut nyata. Sama halnya seperti
seseorang mendengarkan suara-suara dan
tidak lagi meragukan orang yang berbicara tentang suara tersebut.
Ketidakmampuannya mempersepsikan stimulus secara riil dapat menyulitkan
kehidupan klien. Karenanya halusinasi
harus menjadi prioritas untuk segera diatasi. Untuk memfasilitasinya
klien perlu dibuat nyaman untuk menceritakan perihal halusinasinya.
Klien yang mengalami halusinasi
sering kecewa karena mendapatkan respon negatif ketika mencoba menceritakan
halusinasinya kepada orang lain.
Karenanya banyak klien enggan untuk
menceritakan pengalaman – pengalaman
aneh halusinasinya. Pengalaman halusinasi menjadi masalah untuk dibicarakan
dengan orang lain. Kemampuan untuk
memperbincangkan tentang halusinasi yang
dialami oleh klien sangat penting untuk memastikan dan memvalidasi pengalaman
halusinasi yang dialami oleh klien
sangat penting untuk memastikan dan memvalidasi pengalaman tersebut. Pesawat
harus memiliki ketulusan dan perhatian
untuk dapat memfasilitasi percakapan tentang halusinasi.
Perilaku klien yang mengalami halusinasi
sangat tergantung pada jenis halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi
adanya tanda-tanda dan perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus
dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui
jenis halusinasi saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan
meliputi :
Ø Isi Halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan
suara siapa yang didengar, apa yang
dikatakan suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang
dilihat oleh klien, jika halusinasi visual, bau apa yang tercium jika halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap
jika halusinasi pengecapan, dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika
halusinasi perabaan.
Ø Waktu dan Frekuensi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan
kepada klien pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau
sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini sangat penting untuk
mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan bilamana klien perlu
perhatian saat mengalami halusinasi.
Ø Situasi Pencetus halusinasi
Perawat perlu mengidentifikasi situasi
yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu perawat juga bias
mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi untuk memvalidasi
pernyataan klien.
Ø Respon Klien
Untuk menentukan sejauh mana
halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji dengan apa yang dilakukan oleh
klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa mengontrol
stimulus halusinasinya atau sudah tidak berdaya terhadap halusinasinya.
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Klien yang mengalami halusinasi dapat
kehilangan kontrol dirinya sendiri biasa membahayakan diri sendiri, orang lain
dan lingkungan. Hal ini terjadi jika halusinasi sudah sampai pada fase IV,
dimana klien mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh isi halusinasinya.
Klien benar-benar kehilangan kemampuan penilaian realitas terhadap lingkungan.
Dalam situasi ini klien dapat melakukan bunuh diri (sucide) membunuh orang lain (nomocide) dan merusak lingkungan.
Selain masalah yang diakibatkan oleh halusinasi, klien biasanya
juga mengalami masalah-masalah keperawatan yang menjadi penyebab munculnya halusinasi. Masalah ini antara lain
harga diri rendah dan isolasi sosial (stuart dan laria, 2001). Akibat harga
diri rendah dan kurangnya keterampilan berhubungan sosial, klien menjadi
menarik diri dari lingkungan. Dampak selanjutnya lebih dominan dibandingkan
stimulus eksternal. Klien
selanjutnya kehilangan kemampuan
membedakan stimulus internal dengan stimulus ekternal. Ini memicu timbulnya
halusinasi.
Dari masalah tersebut diatas dapat
disusun pohon masalah sebagai berikut:
|
EFEK
C.P
ETIOLOGI
Dari
pohon masalah di atas dapat dirumuskan
diagnosa keperawatan sebagai berikut :
1.
Risiko mencederai diri sendiri,
orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi audiotorik
2.
Perubahan persepsi sensorik :
Audiotorik berhubungan dengan menarik diri
3.
Kerusakan interaksi sosial :
Menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
4.
Difisit perawatan diri : mandi
/ kebersihan, berpakaian / berhias berhubungan dengan intoleransi aktivitas
G. TUJUAN ASUHAN KEPERAWATAN
Tujuan Umum
F Klien dapat mengenal dan mengontrol halusinasi
Tujuan itu dapat dirinci
sebagai berikut :
1.
Klien dapat membina hubungan
saling percaya
2.
Klien dapat mengenal
halusinasinya
3.
Klien dapat mengontrol
halusinasinya
4.
Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol
halusinasinya
5.
Klien dapat memanfaatkan obat
untuk mengatasi halusinasinya
H. TINDAKAN KEPERAWATAN
F Tindakan keperawatan untuk
membantu klien mengatasi masalahnya dimulai dengan membina saling percaya dengan klien
F Setelah hubungan saling percaya
terbina, intervensi keperawatan selanjutnya adalah membantu klien mengenali halusinasinya
F Setelah klien mengenal halusinasinya selanjutnya klien dilatih
bagaimana cara yang biasa terbukti mengatasi atau mengontrol halusinasinya.
Adapun cara yang efektif dalam memutuskan halusinasi
adalah :
1.
Menghardik halusinasi
2.
Berinteraksi dengan orang lain
3.
Beraktivitas secara teratur
dengan menyusun kegiatan harian
4.
Memanfaatkan obat dengan baik
Keluarga perlu diberi penjelasan tentang bagaimana
penanganan klien yang mengalami
halusinasi sesuai dengan kemampuan keluarga. Hal ini penting karena keluarga
adalah sebuah sistem dimana klien berasal
dan halusinasi sebagai salah satu gejala psikosis dapat berlangsung lama
(kronis) sehingga keluarga perlu mengetahui cara perawatan klien halusinasi di rumah.
Dalam mengendalikan halusinasi
diberikan psikoformaks oleh tim medis sehingga perawatan juga perlu memfasilitasi klien untuk dapat
menggunakan obat secara tepat. Prinsip lima
benar harus menjadi focus utama dalam pemberian obat
I. EVALUASI
Asuhan keperawatan klien dengan halusinasi berhasil jika :
1.
Klien menunjukkan kemampuan
mandiri untuk mengontrol halusinasi
2.
Mampu melaksanakan program
pengobatan berkelanjutan
3.
Keluarga mampu menjadi sebuah
sistem pendukung yang efektif dalam membantu
klien mengatasi masalahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar