Jumat, 24 Agustus 2012

ASUHAN KEPERAWATANPADA KLIEN KLIEN APENDISITIS


LAPORAN PENDAHULUAN



ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN KLIEN APENDISITIS
Oleh: Abdul Kadir Ahmad


I.             KONSEP MEDIS


A.       Pengertian

Apendisitis merupakan peradangan pada apendik periformis. Apendik periformis merupakan saluran kecil dengan diameter kurang lebih sebesar pensil dengan panjang 2-6 inci. Lokasi apendik pada daerah illiaka kanan, di bawah katup iliocaecal, tepatnya pada dinding abdomen di bawah titik Mc Burney.

 

B.        Patofisiologi

Penyebab utama appendisitis adalah obstruksi penyumbatan yang dapat disebabkan oleh hiperplasia dari folikel limfoid merupakan penyebab terbanyak, adanya fekalit dalam lumen appendiks.  Adanya benda asing seperti cacing, stiktura karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, sebab lain misalnya keganasan (karsinoma karsinoid).
Massa/Tinja/Benda Asing
Obstruksi lumen apendiks
Peradangan
Sekresi mukus tidak dapat keluar
Pembengkakan jaringan limfoid
Peregangan apendiks
Tekanan intra-luminal ↑
Suplai darah terganggu
Hipoksia jaringan
Nyeri

Obstruksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa terbendung, makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan dinding appendiks oedem serta merangsang tunika serosa dan peritonium viseral.  Oleh karena itu persarafan appendiks sama dengan usus yaitu torakal X maka rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit disekitar umblikus.
Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah, kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu, peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritomium parietal setempat, sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah, keadaan ini disebut dengan appendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut dengan appendisitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut itu pecah, dinamakan appendisitis perforasi. Bila omentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi apendiks yang meradang atau perforasi akan timbul suatu masa lokal, keadaan ini disebut sebagai appendisitis abses.  Pada anak – anak karena omentum masih pendek dan tipis, apendiks yang relatif lebih panjang , dinding apendiks yang lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih kurang, demikian juga pada orang tua karena telah ada gangguan pembuluh darah, maka perforasi terjadi lebih cepat.  Bila appendisitis infiltrat ini menyembuh dan kemudian gejalanya hilang timbul dikemudian hari maka terjadi appendisitis kronis (Junaidi ; 1982). 

C.       Etiologi

1.   Ulserasi pada mukosa
2.   Obstruksi pada colon oleh fecalit (faeses yang keras)
3.   Pemberian barium
4.   Berbagai macam penyakit cacing
5.   Tumor
6.   Striktur karena fibrosis pada dinding usus

D.       Insiden

Apendisitis sering terjadi pada usia tertentu dengan range 20-30 tahun. Pada wanita dan laki-laki insidennya sama kecuali pada usia pubertas dan usia 25 tahun wanita lebih banyak dari laki-laki dengan perbandingan 3 : 2

 

E.        Pencegahan

Pencegahan pada apendisitis yaitu dengan menurunkan resiko obstruksi atau peradangan pada lumen apendik. Pola eliminasi klien harus dikaji, sebab obstruksi oleh fecalit dapat terjadi karena tidak adekuatnya diit serat, diit tinggi serat.
Perawatan dan pengobatan penyakit cacing juga meminimalkan resiko. Pengenalan yang cepat terhadap gejala dan tanda apendiksitis meminimalkan resiko terjadinya gangren, perforasi, dan peritonitis.

           

II.          ASUHAN KEPERAWATAN


2.1  Pengkajian

 

2.1.1        Anamnese
1)      Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, tanggal atau jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosa, nama orang tua, alamat, umur pendidikan, pekerjaan, pekerjaan orang tua, agama dan suku bangsa.
2)      Riwayat penyakit sekarang
Klien dengan post appendiktomy mempunyai keluhan utama nyeri yang disebabkan insisi abdomen.
3)      Riwayat penyakit dahulu
Meliputi penyakit apa yang pernah diderita oleh klien seperti hipertensi, operasi abdomen yang lalu, apakah klien pernah masuk rumah sakit, obat-abatan yang pernah digunakan apakah mempunyai riwayat alergi dan imunisasi apa yang pernah diderita.
4)      Riwayat penyakit keluarga
Adalah keluarga yang pernah menderita penyakit diabetes mellitus, hipertensi, gangguan jiwa atau penyakit kronis lainnya uapaya yang dilakukan dan bagaimana genogramnya.
5)      Pola Fungsi Kesehatan
·         Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adakah kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan kebiasaan  olah raga (lama frekwensinya), bagaimana status ekonomi keluarga kebiasaan merokok dalam mempengaruhi lamanya penyembuhan luka.
·         Pola Tidur dan Istirahat
Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga dapat mengganggu kenyamanan pola tidur klien.
·         Pola aktifitas
Aktifitas dipengaruhioleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri luka operasi, aktifitas biasanya terbatas karena harus bedrest berapa waktu lamanya setelah pembedahan.
·         Pola hubungan dan peran
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa melakukan peran baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat, penderita mengalami emosi yang tidak stabil.
·         Pola sensorik dan kognitif
Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan, pearaan serta pendengaran, kemampuan berfikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang tua, waktu dan tempat.
·         Pola penanggulangan  stress
Kebiasaan klien yang digunakan dalam mengatasi masalah.
·         Pola tata nilai dan kepercayaan
Bagaimana keyakinan klien pada agamanya dan bagaimana cara klien mendekatkan diri dengan tuhan selama sakit.

2.1.2        Pemeriksaan Fisik
1)      Status kesehatan umum
Kesadaran biasanya kompos mentis, ekspresi wajah menahan sakit tanpa sakit ada tidaknya kelemahan.
2)      Integumen
Ada tidaknya oedem, sianosis, pucat, pemerahan luka pembedahan pada abdomen sebelah kanan bawah.
3)      Kepala dan Leher
      Ekspresi wajah kesakitan  pada konjungtiva lihat apakah ada warna pucat.
4)      Thoraks dan Paru
Apakah bentuknya simetris, ada tidaknya sumbatan jalan nafas, gerakan cuping hidung maupun alat Bantu nafas frekwensi pernafasan biasanya normal (16 – 20 kali permenit).  Apakah ada ronchi, whezing, stridor.
5)      Abdomen
Pada post operasi biasanya sering terjadi ada tidaknya pristaltik pada usus ditandai dengan distensi abdomen, tidak flatus dan mual, apakah bisa kencing spontan atau retensi urine, distensi supra pubis, periksa apakah produksi urine cukup, keadaan urine apakah jernih, keruh atau hematuri jika dipasang kateter periksa apakah mengalir lancar, tidak ada pembuntuan serta terfiksasi dengan baik.
6)      Ekstremitas
Apakah ada keterbatasan dalam aktivitas karena adanya nyeri yang hebat, juga apakah ada kelumpuhan atau kekakuan.



2.1.3        Pemeriksaan Penunjang.

1)      Pemeriksaan Laboratorium
Darah        :  Ditemukan leukosit 10.000 – 18.0000 mn.
Urine         :  Ditemukan sejumlah kecil leukosit dan eritrosit .

2)      Pemeriksaan Radiologi
BOF, tampak distensi sekum pada appendisitis akut.

2.2  Diagnosa Keperawatan dan Intervensi

 

No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan/Kriteria
Intervensi

1.

Nyeri abdomen berhu-bungan dengan obstruksi dan peradangan apen-diks.
Subyektif :
·      Nyeri daerah pusar menjalar ke daerah perut kanan bawah.
·      Tungkai kanan tidak dapat diluruskan.

Obyektif :
·      Nyeri tekan di titik Mc Burney.

Nyeri berkurang.
Kriteria :
Klien mengungkapkan rasa sakit berkurang.
Wajah dan posisi tubuh tampak rileks

·      Kaji tanda vital
·      Kaji keluhan nyeri, tentukan lokasi, jenis dan intensitas nyeri. Ukur dengan skala 1-10.
·      Jelaskan penyebab rasa sakit, cara mengurangi.
·      Beri posisi ½ duduk untuk mengurangi penyebaran in-feksi pada abdomen.
·      Ajarkan tehnik relaksasi.
·      Kompres es pada daerah sakit untuk mengurangi nyeri.
·      Anjurkan klien untuk tidur pada posisi nyaman (miring dengan menekuk lutut kanan).
·      Puasa makan minum apabila akan dilakukan tindakan.
·      Ciptakan lingkungan yang tenang.
·      Laksanakan program medik.
·      Pantau efek terapeutik dan non terapeutik dari pembe-rian analgetik.


2.

Resiko kekurangan vo lume cairan berhubung an dengan mual, mun- tah, anoreksia dan diare.

Cairan dan elektrolit da-lam keadaan seimbang.
Kriteria :
Turgor kulit baik.
Cairan yang keluar dan masuk seimbang.


·      Observasi tanda vital suhu, nadi, tekanan darah, perna-pasan tiap 4 jam.
·      Observsi cairan yang keluar dan yang masuk.
·      Jauhkan makanan/bau-bauan yang merangsang mual atau muntah.
·      Kolaborasi pemberian infus dan pipa lambung


3.

Kurang pengetahuan tentang prosedur per-siapan dan sesudah operasi.
Subyektif
Klien / keluarga ber-tanya tentang prosedur persiapan dan sesudah operasi
Obyektif
Klien tidak kooperatif terhadap tindakan per-siapan operasi.

Setelah diberikan penje-lasan klien memahami tentang prosedur per-siapan dan sesudah operasi

Kriteria
Klien kooperatif dengan tindakan persiapan operasi maupun sesudah operasi.
Klien mendemonstrasikan latihan yang diberikan.

·      Jelaskan prosedur persiapan operasi.
Þ   pemasangan infus.
Þ  puasa makan & minum sebelumnya 6 - 8 jam.
Þ  cukur daerah operasi.
·      Jelaskan situasi dikamar bedah.
·      Jelaskan aktivitas yang perlu dilakukan setelah operasi.
Þ  Latihan batuk efektif.
Þ  mobilisasi dini secara pasif dan aktif  bertahap.


4.

Kerusakan integritas ku-lit berhubungan dengan luka pembedahan.

Luka insisi sembuh tanpa ada tanda infeksi.

·      Pantau luka pembedahan dari tanda-tanda peradangan: demam, kemerahan, bengkak dan cairan yang keluar, warna jumlah dan karak-teristik.
·      Rawat luka secara steril.
·      Beri makanan berkualitas atau dukungan klien untuk makan. Makanan mencukupi untuk mempercepat proses penyembuhan.
·      Beri antibiotika sesuai program medik.



DAFTAR PUSTAKA :

Carpenito, L.J. (2001), Buku Saku Diagnosa Keperawatan, EGC, Jakarta.

Doengoes, M.E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan:Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC, Jakarta.

Rothrock, J.C. (2000), Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif, EGC, Jakarta.

Sjamsuhidajat, R. & Jong, W.D. (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed. Revisi, EGC, Jakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar