Jumat, 24 Agustus 2012

ASUHAN KEPERAWATAN EFUSI PLEURA


EFUSI PLEURA


PENDAHULUAN
Pleura adalah suatu lapisan ganda jaringan tipis yang terdiri dari : sel-sel mesotelial, jaringan ikat, pembuluh-pembuluh darah kapiler, dan pembuluh-pembuluh getah bening. Seluruh jaringan tesebut memisahkan paru-paru dari dinding dada dan mediastinum.
Pleura mempunyai bentuk anatomi yang kompleks serta resiko kelainan patologi yang besar. Hal ini terlihat pada rongga pleura yang sewaktu-waktu dapat terkena keadaan patologis yang serius seperti efusi karena infeksi, neoplasma, hemothoraks, kilothoraks, empyema dan adanya udara karena pneumothoraks.

PENGERTIAN
Merupakan istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan pada rongga pleura.

ETIOLOGI
Efusi pleura bukanlah suatu disease entity tapi merupakan gejala penyakit, diantaranya :
-          Pleuritis karena virus dan mikoplasma
-          Pleuritis karena bakteri piogenik
-          Pleuritis tuberkulosa
-          Pleuritis karena jamur
-          Efusi pleura karena kelainan intra abdominal ( cirosis hepatis, syndrom Meig, dialisis peritoneal )
-          Efusi pleura karena penyakit kolagen ( lupus eritematosus, artritis rheumatoid, skleroderma ).
-          Efusi pleura karena gangguan sirkulasi ( gangguan kardiovaskuler, emboli pulmonal, hipoalbuminemia ).
-          Efusi pleura karena neoplasma ( mesotelioma, karsinoma bronkhus, neoplasma metastatik, lymfoma maligna ).
-          Efusi pleura karena sebab lain ( trauma, uremia, miksedema, limfodema, demam familial mediteranian, reaksi hipersensitif terhadap obat, sydrom dressler, sarkoidosis ).

PATOFISIOLOGI
Pleura terdiri dari dua lapisan yang berbeda yakni pleura visceralis dan pleura parietalis. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hilus paru. Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong antara kedua pleura tersebut, karena biasanya disana hanya terdapat sedikit ( 10 – 20 cc ) cairan yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak secara teratur. Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga mereka mudah bergeser satu sama lainnya. Dalam keadaan patologis rongga antara kedua pleura ini dapat terisi dengan beberapa liter cairan atau udara.
Diketahui bahwa cairan masuk kedalam rongga melalui pleura parietal dan selanjutnya keluar lagi dalam jumlah yang sama melalui membran pleura visceralis lewat sistem limfatik dan vaskuler. Pergerakan cairan dari pleura parietal ke pleura visceral dapat terjadi karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan koloid osmotik. Cairan kebanyakan di absorpsi oleh sistem limfatik dan hanya sebagian kecil yang diabsorpsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan pada pleura visceralis adalah terdapatnya banyak mikrofili di sekitar sel-sel mesothelial.
Efusi pleura sebagai komplikasi dari TB paru terjadi melalui fokus sub pleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari robeknya perkejuan ke arah saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga, atau kolumna vertebralis. Dapat juga secara hematogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral. Cairan efusi biasanya serous, kadang-kadang hemoragik. Jumlah leukosit antara 500 – 2000 / cc. Caiaran efusi sangat sedikit mengandung kuman tuberkulosis. Timbulnya cairan efusi bukanlah karena adanya bakteri tuberkulosis, tapi karena reaksi hipersensitifitas terhadap tuberkulo protein. Pada dinding pleura dapat ditemukan adanya granuloma.

TANDA DAN GEJALA
Manifestasi klinik efusi pleura akan tergantung dari jumlah cairan yang ada serta tingkat kompresi paru. Jika jumlah efusinya sedikit (misalnya < 250 ml), mungkin belum menimbulkan manifestasi klinik dan hanya dapat dideteksi dengan X-ray foto thorakks. Dengan membesarnya efusi akan terjadi restriksi ekspansi paru dan pasien mungkin mengalami :
-          Dispneu bervariasi
-          Nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi sekunder akibat penyakit pleura
-          Trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami efusi
-          Ruang interkostal menonjol (efusi yang berat)
-          Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena
-          Perkusi meredup di atas efusi pleura
-          Egofoni di atas paru-paru yang tertekan dekat efusi
-          Suara nafas berkurang di atas efusi pleura
-          Fremitus vokal dan raba berkurang

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis kadang-kadang dapat ditegakkan secara anamnesis dan pemeriksaan fisik saja. Tapi kadang-kadang perlu pemeriksaan tambahan seperti sinar tembus dada. Untuk diagnosis yang pasti perlu dilakukan tindakan thorakosentesis dan pada beberapa kasus dilakukan biopsi pleura.

PENATALAKSANAAN MEDIS
§  Thorako centesis
Jarum ditusukkan ke rongga interkostal sekitar permukaan atas dari iga bawah. Cairan yang dialirkan tidak lebih dari 100 ml atau kurang jika pasien menunjukkan tanda-tanda respiratori disstres.
§  Water seal drainage (WSD)

PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN EFUSI PLEURA

Diagnosa keperawatan dan masalah-masalah kolaboratif
Tujuan umum perawatan pasien dengan efusi pleura adalah untuk mempertahankan suhu tubuh normal, mengurangi kelelahan, dan membantu pola pernafasan efektif.
1.      Hiperthermia sehubungan dengan infeksi pleura sekunder efusi pleura.
Kriteria evaluasi : temperatur pasien normal, tidak ada tekanan rongga pleura, cairan serosa pada rongga pleura < 20 ml.

Tindakan/intervensi :
§  Cek ulang hasil cairan pleura (warna, grafittasi spesifik, protein, sel leukosit, sel eritrosit, glukosa dan LDH), rontgent dada, ultra sonografi, atau CT Scan.
§  Tinggikan kepala dari tempat tidur untuk mempermudah pasien bernafas.
§  Berikan dorongan kepada pasien untuk makan tinggi protein dan tinggi karbohidrat.
§  Monitor suhu setiap 2 jam atau bila perlu untuk mengevaluasi adanya infeksi.
§  Melaksanakan pemberian infus cairan untuk mempertahankan kecukupan cairan dan volume sirkulasi sesuai instruksi medis.
§  Memberikan antibiotik sesuai instruksi medis.
§  Memberikan antipiretik sesuai instruksi medis.
2.      Kelelahan sehubungan dengan dispnea atau nyeri pleura
Kriteria evaluasi : pasien mampu mempertahankan kegiatan sehari-hari tanpa lelah.
Tindakan/intervensi :
§  Monitor/awasi ketahanan aktivitas pasien, tekanan darah dalam batas normal, respirasi rate 12 – 20 BPM, dan heart rate > 20 BPM dari rata-rata normal pasien.
§  Evaluasi keadaan yang menambah rasa lelah pasien.
§  Beri waktu istirahat sebelum dan sesudah kegiatan.
§  Beri obat analgetik sebelum meningkatkan kegiatan fisik untuk mengurangi rasa nyeri pleuritik.
§  Perintahkan pasien untuk melaporkan perasaan lelah yang tidak biasa.
3.      Kecemasan sehubungan dengan respiratori disstres, kelelahan, atau nyeri.
Kriteria evaluasi : secara verbal pasien mengungkapkan hilangnya rasa cemas dan memperlihatkan posisi rileks.
Tindakan/intervensi :
§  Motivasi pasien untuk mengenali rasa cemas dan kapan terjadinya.
§  Evaluasi perilaku koping pasien dan keluarga serta cara mengtasi secara efektif pada penyakitnya sekarang.
§  Monitor respon perilaku pasien terhdap masuknya selang dada.
§  Ajarkan strategi untuk mengurangi kecemasan: meditasi, dan relaksasi progresif.
§  Ajarkan pasien tentang tujuan prosedur infasif dan dorong pasien mengikuti prosedur.
4.      Pola pernafasan tidak efektif sehubungan dengan penurunan ekspansi paru sekunder karena peningkatan cairan pleura.
Kriteria evaluasi : pasien mempertahankan pola pernafasan efektif, ditandai dengan RR < 30 BPM, HR < 100 BPM, tidak ada tachipnea atau dispnea, gerak dada simetris, tidak ada nyeri dada, selang dada dan aliran stabil, ekspansi paru penuh dan tidak ada suara nafas yang adventisius.
Tindakan/intervensi :
§  Cek ulang hasil gas darah arteri dan rontgen dada.
§  Batasi aktifitas fisik, tidur bed rest selama pasien mengalami nyeri dada.
§  Laporkan penemuan klinik yang menunjukkan pola pernafasan tidak efektif sekunder karena penmpukan cairan di rongga pleura: nafas pendek, dispnea, sianosis, distensi vena jugularis, pengurangan atau tidak adanya suara nafas, pleural friktion rub, kenaikan suhu, dan batuk.
§  Anjurkan pasien menggunakan spirometri insentif untuk membantu ekspansi paeru dan mencegah atelektasis.
§  Sangga dada pasien saat batuk untuk mengurangi nyeri
§  Berikan infus cairan intra vena untuk mempertahankan kecukupan cairan sesuai intruksi medis
§  Berikan oksigen 2 – 4 liter / menit melalui nasal kateter atau masker untuk mempertahankan tekanan oksigen arteri partial ( PaO2 ) >70 mm Hg sesuai intruksi medis.
§  Berikan antibiotik jika terjadi infeksi sesuai intruksi medis
§  Berikan antipiretik jika pasien demam sesuai intruksi medis
§  Ajarkan pasien batuk dan nafas dalam setiap 2 – 4 jam
§  Minta pasien  untuk menujukkan latihan renge of motion pada seluruh ekstremitas setiap 2 – 4 jam


Perencanaan pulang
Perawat harus memberitahu pasien tentang hal-hal yang penting secara verbal / tertulis sebagai berikut :
1.      Tanda dan gejala yang perlu diperhatikan : kesulitan bernafas, nyeri dada, peningkatan suhu, atau batuk menetap.
2.      Dosis pengobatan, jadwal, petunjuk dan efek samping pengobatan
3.      Perlunya mentaati seluruh anjuran setelah keluar dari Rumah Sakit.

DAFTAR PUSTAKA :

Price, Sylvia A. & Loraine M. Wilson, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses Penyakit, Edisi IV Buku II, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta , 1995.
Robins & Kumar, Buku Ajar Patologi II, Terjemahan : Staf Pengajar Lab. Patologi Anatomik FK Unair, Edisi IV, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1995.
Waspadji, Sarwono et. all, Bunga Rampai Ilmu Penyakit Dalam, Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Jakarta, 1995.
Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia, Tahun XXIV, Nomor 11, 1996
Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, ed. 2 Jakarta ;
Balai penerbit FKUI ( 1993 )
Donna, D. Ignativicus, Marylin VB. Medical Surgical Nursing.
            WB. Sanders Company ( 1991 )
Donges, Marylyn E, et all. Nursing Care Plans, Philadelphia ( 1992 )
            FA. Davis Company
Hudak & Gallo. Keperawatan Kritis ( terjemahan ).Jakarta ( 1997 )
            EGC
Bagian Patologi Anatomik FKUI, Jakarta ( 1992 ).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar