KARSINOMA NASOFARING
1.
KONSEP DASAR
1.
PENGERTIAN
Karsinoma
nasofaring adalah keganasan pada faring bagian atas (nasofaring)
2.
ANATOMI
Nasofaring
merupakan suatu ronga dengan dinding kaku di atas, belakang dan lateral yang
secara anatomi termasuk bagian faring. Ke anterior berhubungan dengan rongga
hidung melalui koana dan tepi belakang septum nasi, sehingga sumbatan hidung
merupakan gangguan yang sering timbul. Kea rah posterior dinding nasofaring
melengkung ke supero-anterior dan terletak di bawah os sphenoid, sedangkan bagian
belakang nasofaring berbatasan dengan ruang retrofaring, fasia pre
vertebralisdan otot-otot dinding faring. Pada dinding lateral nasofaring
terdapat orifisium tuba eustakius diamana orifisium ini dibatasi superior dan
posterior oleh torus tubarius, sehinga penyebaran tumor ke lateral akan
menyebabkan sumbatan orifisium tuba eustakius dan akan mengganggu pendengaran.
Kearah posterosuperior dari torus tubarius terdapat fossa Rosenmuller yang
merupakan lokasi tersering karsinoma nasofaring. Pada atap nasofaring sering
terlihat lipatan-lipatan mukosa yang dibentuk oleh jaringan lunak sub mukosa,
dimana pada usia muda dinding posterior-superior nasofaring umumnya tidak rata.
Hal ini disebabkan karena adanya jaringan edenoid. Di nasofaring terdapat
banyak saluran getah bening yang terutama mengalir ke lateral bermuara di
kelenjar retrofaring Krause(kelenjarReuviere).
3.
INSIDEN
Insidens karsinoma nasofaring tertinggi
di dunia dijumpai pada penduduk daratan Cina bagian selatan. Khususnya suku
Kanton di propinsi Guang Doang dengan angka rata-rata 30-50 / 100.000 penduduk
pertahun. Insidens karsinoma nasofaring juga banyak pada daerah yang banyak
dijumpai imigran Cina, misalnya di Hongkong, Amerika serikat, Singapura,
Malaysia dan Indonesia. Sedangkan insidens yang terendah pada bangsa kaukasian,
Jepang dan India.
Penderita Karsinoma nasofaring lebih
sering dijumpai pada pria disbanding pada wanita dengan rasio 2-3 : 1. Penyakit
ini ditemukan terutama pada usia yang masih produktif ( 30-60 tahun). Dengan
usia terbanyak adalah 40-50 tahun.
Karsinoma nasofaring merupakan tumor
ganas yang paling banyak dijumpai diantara tumor ganas THT di Indonesia, dimana
karsinoma nasofaring termasuk dalam lima besar tumor ganas dengan frekwensi tertinggi, sedangkan
didaerah kepala dan leher menduduki tempat pertama. Tumor ini berasal dari
fossa Rosenmuller pada nasofaring yang merupakan daerah transisional dimana
epitel kuboid berubah menjadi epitel skuamosa. Survey yang dilakukan oleh
Departemen Kesehatan pada tahun 1980 secara “pathologi based” mendapatkan angka prevalensi karsinoma nasofaring
per 100.000 penduduk atau diperkirakan 7000-8000 kasus per tahun di seluruh
Indonesia.
4.
ETIOLOGI
Kaitan
antara virus Epstein-Barr dan komsumsi ikan asin dikatakan sebagai penyebab
utama timbunya penyakit ini. Virus tersebut dapat masuk kedalam tubuh dan tetap
tinggal disana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama.
Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator. Kebiasaan untuk
mengkomsumsi ikan asin secara terus menerus muali dari masa kanak-kanak,
merupakan mediator uatama yang dapat mengaktifkan virus ini sehingga
menimbulkan karsinoma nasofaring.
Mediator
di bawah ini dianggap berpengaruh untuk timbulnya karsinoma nasofaring yaitu :
1. Nitrosamin yang banyak terdapat pada
ikan asin, makanan yang diawetkan
2. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah,
lingkungan dan kebiasaan hidup
3. Sering kotak dengan zat-zat yang
dianggap karsinogen, seperti :
1. Benzopyrenen
2. Benzoanthracene
3. Gas kimia
4. Asap industry
5. Asap kayu
6. Beberapa ekstrak tumbuhan
7. Ras dan keturunan
8. Radang kronis daerah nasofaring
9. Provil HLA
10.
HISTOPATOLOGI
Klasifikasi gamabaran histopatologi yang direkomendasikan
oleh organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sbelum tahun 1991, dibagi atas 3 tipe,
yaitu :
1.
Karsinoma
sel skuamosa berkeratinisasi ( Keratinizing Squamous Cell Carcinoma). Tipe ini
daoat dibagi lagi menjadi diferensiasi baik, sedang dan buruk.
2.
Karsinoma
non –keratinisasi (Non keratinizing Carcinoma)
Pada
tipe ini dijumpai adanya diferensiasi, tetapi tidak ada diferensiasi sel
skuamosa tanpa jembatan intersel. Pada umumnya batas sel cukup jelas.
3.
Karsinoma
tidak berdiferensiasi (Undiffrentiated Carcinoma)
Pada
tipe ini sel tumor secara individu memperlihatkan inti yang vesikuler,
berbentuk oval atau bulat yang jelas. Pada umumnya batas sel tidak terlihat
dengan jelas.
4.
MANIFESTASI KLINIK
Gejala
karsinoma nasofaring dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu antara lain :
1. Gejala nasofaring
Adanya epistaksis ringan atau sumbatan hidung.Terkadang
gejala belum ada tapi tumor sudah tumbuh karena tumor masih terdapat dibawah
mukosa (creeping tumor)
2. Gangguan pada telinga
Merupakan gejala dini karena tempat asal tumor dekat
muara tuba Eustachius (fosa Rosenmuller). Gangguan dapat berupa tinitus, tuli,
rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia)
3. Gangguan mata dan syaraf
Karena dekat dengan rongga tengkorak maka terjadi
penjalaran melalui foramen laserum yang akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI
sehingga dijumpai diplopia, juling, eksoftalmus dan saraf ke V berupa gangguan
motorik dan sensorik.
Karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare yang sering disebut sindrom Jackson. Jika seluruh saraf otak terkena disebut sindrom unialteral. Prognosis jelek bila sudah disertai destruksi tulang tengkorak.
Karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare yang sering disebut sindrom Jackson. Jika seluruh saraf otak terkena disebut sindrom unialteral. Prognosis jelek bila sudah disertai destruksi tulang tengkorak.
4.
Metastasis
ke kelenjar leher
Yaitu dalam bentuk benjolan medial terhadap muskulus sternokleidomastoid yang akhirnya membentuk massa besar hingga kulit mengkilat. Hal inilah yang mendorong pasien untuk berobat. Suatu kelainan nasofaring yang disebut lesi hiperplastik nasofaring atau LHN telah diteliti dicina yaitu 3 bentuk yang mencurigakan pada nasofaring seperti pembesaran adenoid pada orang dewasa, pembesaran nodul dan mukositis berat pada daerah nasofaring. Kelainan ini bila diikuti bertahun – tahun akan menjadi karsinoma nasofaring.
Yaitu dalam bentuk benjolan medial terhadap muskulus sternokleidomastoid yang akhirnya membentuk massa besar hingga kulit mengkilat. Hal inilah yang mendorong pasien untuk berobat. Suatu kelainan nasofaring yang disebut lesi hiperplastik nasofaring atau LHN telah diteliti dicina yaitu 3 bentuk yang mencurigakan pada nasofaring seperti pembesaran adenoid pada orang dewasa, pembesaran nodul dan mukositis berat pada daerah nasofaring. Kelainan ini bila diikuti bertahun – tahun akan menjadi karsinoma nasofaring.
5.
DIAGNOSIS
Jika
ditemukan adanya kecurigaan yang mengarah pada suatu karsinoma nasofaring,
protol dibawah ini dapat membantu untuk menegakkan diagnosis pasti serta
stadium tumor :
1.
Anamnesis/
Pemeriksaan fisik
2.Pemeriksaan Nasofaring
3.Biopsi Nasofaring
4.Pemeriksaan Patologi Anatomi
5.Pemeriksaan kranial x-ray
6.Pemeriksaan neuro-olfalmologi
7. Pemeriksaan serologi
Penentuan stadium yang terbaru berdasarkan
atas kesepakatan antara UICC (Union Internationale Contre Cancer) pada tahun
1992 adalah sebagai berikut :
T : Tumor,
menggambarkan keadaan tumor primer, besar dan prluasannya
T0 : Tidak tampak
Tumor
T1 : Tumor
terbatas pada 1 lokasi di nasofaring
T2 : Tumor meluas
lebih dari 1 lokasi , tetapi masih di dalam rongga nasofaring
T3 : Tumor meluas
ke kavum nasi dan / atau orofaring
T4 : Tumor meluas
ke tengkorak dan / sudah mengenai saraf otak
N : Nodul,
menggambarkan keadaan kelenjar limfe regional
N0 : Tidak ada
pembesaran kelenjar
N1 : terdapat Pembesaran kelenjar homolateral yang
masih dapat digerakkan
N2 : terdapat Pembesaran kelenjar
kontralateral/bilateral yang masih dapat
digerakkan
N3 : terdapat Pembesaran kelenjar baik
homolateral, kontralateral/bilateral yang sudah melekat pada jaringan sekitar.
M : Metastase,
menggambarkan metastase jauh
M0 : Tidak ada
metastase jauh
M1 :terdapat
metastase jauh
Berdasarkan
TNM tersebut di atas, stadium penyakit dapat ditentukan :
Stadium I : T1 N0
M0
Stadium II: T2 N0
M0
Stadium III: T3 N0 M0
T1 T2 T3 N1 M0
Stadium IV: T4 N0 N1 M0
Tiap T N2, N3 M0
Tiap T Tiap N M1,2,3,9-13
Menurut American Joint Committee Cancer
tahun 1988, tumor staging dari nasofaring diklasifikasikan sebagai berikut :
Tis : Carcinoma in situ
T1 : Tumor yang terdapat pada satu sisi dari nasofaring
atau tumor yang tak dapat dilihat, tetapi hanya dapat diketahui dari hasil
rania
T2 : Tumor yang menyerang dua tempat, yaitu dinding
posterior-superior dan dinding lateral
T3 : Perluasan tomur sampai ke dalam rongga hidung atau
orofaring
T4 : Tumor yang menjalar ke tengkorak kepala atau
menyerang saraf cranial.
8.
PENATALAKSANAAN
1. Radioterapi
Sampai saat ini radioterapi masih
memegang peranan penting dalam penatalaksanaan karsinoma nasofaring adalah
radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi
2. Kemoterapi
Kemoterapi sebaga terapi tambahan pada karsinoma
nasofaring ternya dapat meningkatan hasil terapi, terutama diberikan pada
stadium lanjut atau pada keadaan kambuh.
3. Operasi
Tindakan operasi pada penderita karsinoma nasofaring
berupa diseksi leher radikal dan nasofaringektomi. Diseksi leher dilakukan jika
masih ada sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar dengan
syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih yang dibuktikan dengan
pemeriksaan radiologi dan serologi. Nasofaringektomi merupakan suatu operasi
paliatif yang dilakukan kasus-kasus yang kambuh atau adanya residu pada
nasofaring yang tidak berhasil diterapi dengan cara lain.
4. Imunoterapi
Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari karsinoma
nasofaring adalah Virus Epstein-Barr, maka pada penderita karsinoma nasofaring
dapat diberikan imunoterapi.
5.
PENCEGAHAN
Pemberian
vaksin pada penduduk dengan resiko tinggi dapat dilakukan untuk mengurangi
angka kejadian penyakit ini pada daerah tersebut
6. KONSEP KEPERAWATAN
1. Aa
2. Aa
3. Aa
4. Aa
5. Aa
6.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges M E,
dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan.
Edisi 3. EGC. Jakarta
Effiaty Arsyad
S,Dkk. 1997. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT.
Edisi 3. Fakultas Kedokteran UI. Jakarta
http
:///www.medicastore.com. Kanker
Nasofaring. Diakses tanggal 9 Pebruari 2009
http
:///www.orientumor.com/id/indeks.htm.
Kanker Nasofaring setelah Terapi
Konvensional Gagal. Bagaimana Terapinya ? Diakses tanggal 9 Pebruari 2009
http://suaramerdeka.com/smcetak/. Hati-hati Benjolan di Leher
Gejala Kanker Nasofaring. Diakses 9 Pebruari 2009
Gejala Kanker Nasofaring. Diakses 9 Pebruari 2009
http://www.gizi.net/.
Kebanyakan Ikan Asin Bisa Kanker Nasofaring. Diakses 9 Pebruari 2009.
Sjamsuhidayat,R
& Jong. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. EGC. Jakarta
Smeltzer, Suzanne
C and Brenda. 2001, Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth, Edisi 8. EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar