Konsep Asuhan Keperawatan Pada Bayi
Post Asfiksia Berat
2.2.1 Pengertian
Asfiksia
Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam
uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam
kehamilan, persalinan atau segera lahir (Prawiro
Hardjo, Sarwono, 1997).
Asfiksia neonatorum adalah
keadaan bayi baru lahir yang tidak bisa bernafas secara spontan dan
adekuat (Wroatmodjo,1994).
Asfiksia
Neonatotum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai
dengan keadaan dimana hipoksia dan hiperkapneu serta sering berakhir dengan
asidosis (Santoso NI, 1992).
Asfiksia akan bertambah buruk
apabila penanganan bayi tidak dilakukan dengan sempurna, sehingga tindakan
perawatan dilaksanakan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi
gejala lanjut yang mungkin timbul. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan,
beberapa faktor perlu dipertimbangkan dalam menghadapi bayi dengan asfiksia.
2.2.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi Asfiksiaa
Menurut pedoman Depkes RI Santoso NI,
1995. Ada beberapa faktor etiologi dan
predisposisi terjadinya asfiksiaa, antara lain sebagai berikut:
2.2.2.1 Faktor
Ibu
Hipoksia ibu akan menimbulkan hipoksia janin dengan
segala akibatnya. Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat
pemberian analgetika atau anesthesi dalam gangguan kontraksi uterus, hipotensi
mendadak karena pendarahan, hipertensi karena eklamsia, penyakit jantung dan
lain-lain.
2.2.2.2 Faktor
Placenta
Yang meliputi solutio plasenta, pendarahan pada
plasenta previa, plasenta tipis, plasenta kecil, plasenta tak menempel pada
tempatnya.
2.2.2.3 Faktor
Janin dan Neonatus
Meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit ke
leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, gemelli, IUGR,
kelainan kongenital dan lain-lain.
2.2.2.4 Faktor
Persalinan
Meliputi partus lama, partus tindakan dan lain-lain (Ilyas Jumiarni, 1995).
2.2.3 Patofisiologi
Selama kehidupan di dalam rahim, paru
janin tidak berperan dalam pertukaran gas oleh karena plasenta menyediakan oksigen dan mengangkat CO2 keluar
dari tubuh janin. Pada keadaan ini paru janin tidak berisi udara, sedangkan
alveoli janin berisi cairan yang diproduksi didalam paru sehingga paru janin
tidak berfungsi untuk respirasi. Sirkulasi darah dalam paru saat ini sangat
rendah dibandingkan dengan setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh karena
konstriksi dari arteriol dalam paru janin. Sebagian besar sirkulasi darah paru
akan melewati Duktus Arteriosus (DA) tidak banyak yang masuk kedalam arteriol
paru.
Segera setelah lahir bayi akan
menariknafas yang pertama kali (menangis), pada saat ini paru janin mulai
berfungsi untuk respirasi. Alveoli akan mengembang udara akan masuk dan cairan
yang ada didalam alveoli akan meninggalkan alveoli secara bertahap. Bersamaan
dengan ini arteriol paru akan mengembang dan aliran darah kedalam paru akan
meningkat secara memadai. Duktus Arteriosus (DA) akan mulai menutup bersamaan
dengan meningkatnya tekanan oksigen dalam aliran darah. Darah dari jantung
kanan (janin) yang sebelumnya melewati DA dan masuk kedalam Aorta akan mulai
memberi aliran darah yang cukup berarti kedalam arteriole paru yang mulai
mengembang DA akan tetap tertutup sehingga bentuk sirkulasi extrauterin akan
dipertahankan.
Pada saat lahir alveoli masih berisi
cairan paru, suatu tekanan ringan diperlukan untuk membantu mengeluarkan cairan
tersebut dari alveoli dan alveoli mengembang untuk pertama kali. Pada
kenyataannya memang beberapa tarikan nafas yang pertama sangat diperlukan untuk
mengawali dan menjamin keberhasilan pernafasan bayi selanjutnya. Proses
persalinan normal (pervaginam) mempunyai peran yang sangat penting untuk mempercepat
proses keluarnya cairan yang ada dalam alveoli melalui ruang perivaskuler dan
absorbsi kedalam aliran darah atau limfe. Gangguan pada pernafasan pada keadaan
ini adalah apabila paru tidak mengembang dengan sempurna (memadai) pada
beberapa tarikan nafas yang pertama. Apnea saat lahir, pada keadaan ini bayi
tidak mampu menarik nafas yang pertama setelah lahir oleh karena alveoli tidak
mampu mengembang atau alveoli masih berisi cairan dan gerakan pernafasan yang
lemah, pada keadaan ini janin mampu menarik nafas yang pertama akan tetapi
sangat dangkal dan tidak efektif untuk memenuhi kebutuhan O2 tubuh.
keadaan tersebut bisa terjadi pada bayi kurang bulan, asfiksia intrauterin,
pengaruh obat yang dikonsumsi ibu saat hamil, pengaruh obat-obat anesthesi pada
operasi sesar.
Dalam hal respirasi selain
mengembangnya alveoli dan masuknya udara kedalam alveoli masih ada masalah lain
yang lebih panjang, yakni sirkulasi dalam paru yang berperan dalam pertukaran
gas. Gangguan tersebut antara lain vasokonstriksi pembuluh darah paru yang
berakibat menurunkan perfusi paru. Pada bayi asfiksia penurunan perfusi paru
seringkali disebabkan oleh vasokonstriksi pembuluh darah paru, sehingga oksigen
akan menurun dan terjadi asidosis. Pada keadaan ini arteriol akan tetap tertutup
dan Duktus Arteriosus akan tetap terbuka dan pertukaran gas dalam paru tidak
terjadi.
Selama penurunan perfusi paru masih
ada, oksigenasi ke jaringan tubuh tidak mungkin terjadi. Keadaan ini akan
mempengaruhi fungsi sel tubuh dan tergantung dari berat dan lamanya asfiksia,
fungsi tadi dapat reversible atau menetap, sehingga menyebabkan timbulnya
komplikasi, gejala sisa, ataupun kematian penderita. Pada tingkat permulaan,
gangguan ambilan oksigen dan pengeluaran CO2 tubuh ini mungkin hanya
menimbulkan asidosis respiratorik. Apabila keadaan tersebut berlangsung terus,
maka akan terjadi metabolisme anaerobik berupa glikolisis glikogen tubuh. Asam
organik yang terbentuk akibat metabolisme ini menyebabkan terjadinya gangguan
keseimbangan asam basa berupa asidosis metabolik. Keadaan ini akan mengganggu
fungsi organ tubuh, sehingga mungkin terjadi perubahan sirkulasi kardiovaskular
yang ditandai oleh penurunan tekanan darah dan frekuensi denyut jantung. Secara
singkat dapat disimpulkan bahwa pada penderita asfiksia akan terlihat tahapan
proses kejadian yaitu menurunnya kadar PaO2 tubuh, meningkat PCO2, menurunnya
pH darah dipakainya sumber glikogen tubuh dan gangguan sirkulasi darah.
Perubahan inilah yang biasanya menimbulkan masalah dan menyebabkan terjadinya
gangguan pada bayi saat lahir atau mungkin berakibat lanjut pada masa neonatus
dan masa pasca neonatus.
Hipoksia janin atau bayi baru lahir
sebagai akibat dari vasokonstriksi dan penurunan perfusi pru yang berlanjut
dengan asfiksia, pada awalnya akan terjadi konstriksi Arteriol pada usus,
ginjal, otot dan kulit sehingga penyediaan Oksigen untuk organ vital seperti
jantung dan otak akan meningkat. Apabila askfisia berlanjut maka terjadi
gangguan pada fungsi miokard dan cardiac output. Sehingga terjadi penurunan
penyediaan oksigen pada organ vital dan saat ini akan mulai terjadi suatu
“Hypoxic Ischemic Enchephalopathy (HIE) yang akan memberikan gangguan yang
menetap pada bayi sampai dengan kematian bayi baru lahir. HIE ini pada bayi
baru lahir akan terjadi secara cepat dalam waktu 1-2 jam, bila tidak diatasi
secara cepat dan tepat (Aliyah Anna,
1997).
2.2.4 Gejala Klinik
Gejala
klinik Asfiksia neonatorum yang khas meliputi :
2.2.4.1 Pernafasan
terganggu
2.2.4.2 Detik
jantung berkurang
2.2.4.3 Reflek
/ respon bayi melemah
2.2.4.4 Tonus
otot menurun
2.2.4.5 Warna kulit biru atau pucat
2.2.5 Diagnosis
Asfiksia pada bayi
biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia atau hipoksia janin. Diagnosa
anoksia / hipoksia dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukan tanda-tanda
gawat janin untuk menentukan bayi yang akan dilahirkan terjadi asfiksia, maka
ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatikan.
2.2.5.1 Denyut Jantung Janin
Frekuensi normal ialah 120 sampai 160 denyutan per
menit, selama his frekuensi ini bisa turun, tetapi diluar his kembali lagi
kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyutan jantung umumnya tidak
banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensinya turun sampai dibawah
100/menit, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.
2.2.5.2 Mekanisme
Dalam Air Ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya,
akan tetapi pada prosentase kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan
terus timbul kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada prosentase
kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat
dilakukan dengan mudah.
2.2.5.3 Pemeriksaan
PH Pada Janin
Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat
serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah
janin. Darah ini diperiksa pH-nya adanya asidosis menyebabkan turunnya pH.
Apabila pH itu turun sampai dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya.
Dengan penilaian pH darah janin dapat ditemukan derajat asfiksia yaitu :
Tabel 2.1. Penilaian pH Darah Janin
NO
|
Hasil Sikor Apgar
|
Derajat Asfiksiaa
|
Nilai pH
|
1.
|
0 – 3
|
Berat
|
< 7,2
|
2.
|
4 – 6
|
Sedang
|
7,1 – 7,2
|
3.
|
7 – 10
|
Ringan
|
> 7,2
|
Sumber :
Wiroatmodjo, 1994
2.2.5.4 Dengan
Menilai Apgar Skor
Cara yang digunakan untuk menentukan derajat asfiksiaa
yaitu dengan penilaian APGAR. Apgar mengambil batas waktu 1 menit karena dari
hasil penyelidikan sebagian besar bayi baru lahir mempunyai apgar terendah pada
umur tersebut dan perlu dipertimbangkan untuk melakukan tindakan resusitasi aktif.
Sedangkan nilai apgar lima menit untuk menentukan prognosa dan berhubungan
dengan kemungkinan terjadinya gangguan neurologik di kemudian hari. Ada lima
tanda (sign) yang dinilai oleh Apgar, yaitu :
Tabel 2.2 Penilaian Apgar
Tanda-tanda Vital
|
Nilai = 0
|
Nilai = 1
|
Nilai = 2
|
1. Appearance
(warna kulit)
|
Seluruh tubuh biru atau
putih
|
Badan merah, kaki biru
|
Seluruh tubuh
kemerah-merahan
|
2. Pulse
(bunyi jantung)
|
Tidak ada
|
Kurang dari
100 x/ menit
|
Lebih dari
150 x/ menit
|
3. Grimance
(reflek)
|
Tidak ada
Lunglai
|
Menyeringai
Fleksi ekstremitas
|
Batuk dan bersin
|
4. Activity
(tonus otot)
|
Tidak ada
|
|
Fleksi kuat, gerak aktif
|
5. Respirotary
effort
(usaha
bernafas)
|
|
Lambat atau tidak ada
|
Menangis kuat atau keras
|
Dari kelima tanda diatas yang paling penting bagi jantung
karena peninggian frekuensi jantung menandakan prognosis yang peka. Keadaan
akan memburuk bila frekuensi tidak bertambah atau melemah walaupun paru-paru
telah berkembang. Dalam hal ini pijatan jantung harus dilakukan. Usaha nafas
adalah nomor dua. Bila apnea berlangsung lama dan ventilasi yang dilakukan
tidak berhasil maka bayi menderita depresi hebat yang diikuti asidosis
metabolik yang hebat. Sedang ketiga tanda lain tergantung dari dua tanda
penting tersebut.
Ada 3 derajat Asfiksiaa dari hasil Apgar diatas yaitu :
1. Nilai Apgar
7-10, Vigorous baby atau asfiksia ringan.
Bayi dalam keadaan baik sekali. Tonus otot baik,
seluruh tubuh kemerah-merahan. Dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak
memerlukan tindakan istimewa.
2. Nilai Apgar
4-6 Mild Moderat atau asfiksia sedang.
Pada pemeriksaan fisik akan dilihat frekuensi
jantung lebih dari 100 kali permenit, tonus otot kurang baik, sianosis, reflek
iritabilitas tidak ada.
3. Nilai Apgar
0-3, asfiksia Berat
Pada pemeriksaan ditemukan frekuensi jantung
kurang dari 100 kali permenit, tonus otot buruk, sianosis berat dan
kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada.
2.2.6 Pelaksanaan
Resusitasi
Segera setelah
bayi baru lahir perlu diidentifikasi atau dikenal secara cepat supaya bisa
dibedakan antara bayi yang perlu diresusitasi atau tidak. Tindakan ini
merupakan langkah awal resusitas bayi baru lahir. Tujuannya supaya intervensi
yang diberikan bisa dilaksanakan secara tepat dan cepat (tidak terlambat).
2.2.6.1 Membuka Jalan Nifas
1. Tujuan : Untuk memastikan terbuka tidaknya jalan nafas.
2. Metode :
Meletakkan bayi pada posisi yang benar.
Letakkan bayi secara terlentang
atau miring dengan leher agak eksentensi/ tengadah. Perhatikan leher bayi agar
tidak mengalami ekstensi yang berlebihan atau kurang. Ekstensi karena keduanya
akan menyebabkan udara yang masuk ke paru-paru terhalangi.
Letakkan selimut atau handuk yang digulug dibawah bahu sehingga terangkat
2-3 cm diatas matras.
Apabila
cairan/lendir terdapat bar dalam mulut, sebaiknya kepala bayi dimiringkan
supaya lendir berkumpul di mulut (tidak berkumpul di farings bagian belakang)
sehingga mudah disingkirkan.
Membersihkan Jalan Nafas
Apabila air ketuban tidak bercampur mekonium hisap cairan dari mulut dan
hidung, mulut dilakukan terlebih dahulu kemudian hidung.
Apabila air ketuban
tercampur mekonium, hanya hisap cairan dari trakea, sebaiknya menggunakan alat pipa
endotrakel (pipa ET).
Urutan kedua metode membuka jalan
nafas ini bisa dibalik, penghisapan
terlebih dahulu baru meletakkan bayi dalam posisi yang benar,
pembersihan jalan nafas pada semua bayi yang sudah mengeluarkan mekoneum,
segera setelah lahir (sebelum baru dilahirkan) dilakukan dengan menggunakan keteter
penghisap no 10 F atau lebih. Cara pembersihannya dengan menghisap mulut,
farings dan hidung.
2.2.6.2 Mencegah
Kehilangan Suhu Tubuh / Panas
1. Tujuan : Mencegah komplikasi
metabolisme akibat kehilangan panas.
2. Metode
Meletakkan
bayi terlentang dibawah pemancar panas (Infant warmer) dengan temperatur untuk
bayi aterm 34°C, untuk bayi preterm 35°C.
Tubuh
dan kepala bayi dikeringkan dengan menggunakan handuk dan selimut hangat,
keuntungannya bayi bersih dari air ketuban, mencegah kehilangan suhu tubuh
melalui evaporosi serta dapat pula sebagai pemberian rangsangan taktik yang
dapat menimbulkan atau mempertahankan pernafasan.
Untuk
bayi sangat kecil (berat badan kurang dari 1500 gram) atau apabila suhu ruangan
sangat dingin dianjurkan menutup bayi dengan sehelai plastik tipis yang tembus
pandang.
2.2.6.3 Pemberian
Tindakan VTP (Ventilasi Tekanan Positif)
1. Tujuan : untuk membantu bayi baru
lahir memulai pernafasan.
2. Metode :
Pastikan
bayi diletakkan dalam posisi yang benar.
Agar VTP efektif kecepatan
memompa (Kecepatan Ventilasi dan tekanan ventilasi harus sesuai, kecepatan
ventilasi sebaiknya 40-60 kail/menit.
Tekanan
ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut :
Nafas pertama setelah
lahir membutuhkan 30-40 cm H2O.
Setelah
nafas pertama membutuhkan 15-20 cm H2O.
Bayi dengan kondisi / penyakit paru-paru yang
berakibat turunnya compliance
membutuhkan 20-40 cm H2O.
Tekanan ventilasi hanya
dapat diukur apabila digunakan balon yang mempunyai pengukur tekanan.
Observasi gerak dada bayi
Adanya gerakan dada bayi naik turun merupakan bukti bahwa sungkup terpasang
dengan baik dan paru-paru mengembang. Bayi seperti menarik nafas dangkal.
Apabila dada bergerak maksimum, bayi seperti menarik nafas panjang, menunjukkan
paru-paru terlalu mengembang, yang berarti tekanan diberikan terlalu tinggi.
Hal ini dapat menyebabkan pneumotorax.
Observasi gerak perut bayi
Gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi yang efektif.
Gerak perut mungkin disebabkan masuknya udara kedalam lambung.
Penilaian suara nafas bilateral
Suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya suara nafas di
kedua paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang benar.
Observasi pengembangan dada bayi
Apabila
dada terlalu berkembang, kurangi tekanan dengan mengurangi meremas balon. Apabila dada kurang
berkembang, mungkin disebabkan oleh salah satu sebab berikut :
Perlekatan
sungkup kurang sempurna.
Arus
udara terhambat.
Tidak
cukup tekanan (Prawirohardjo Sarwono, 2000; 351-254).
2.2.6.4 Pemberian
Obat-Obatan Penunjang
Obat-obatan diperlukan apabila frekuensi jantung bayi tetap 80 per menit
walaupun telah dilakukan ventilasi adekuat (dengan oksigen 100%) dan kompresi
dada untuk paling sedikit 30 detik atau frekuensi jantung nol.
Obat-obatan yang diperlukan pada bayi asfiksiaa :
1. Beri
adrenalin (larutan 1 : 10.000) dengan dosis 0,1-0,3 ml/kg berat badan, apabila
bayi mengalami bradikardia menetap diberikan sublingual atau diberikan
intravena, sementara NaHCO3 tetap diberikan, disertai pernafasan
buatan.
2. Natrium
bicarbonat (NaHCO3) diberikan dengan dosis 2 ml/kg berat badan
(cairan 7,5%) dilarutkan dengan Dextrose 10% dalam perbandingan 1 : 1
disuntikkan perlahan-lahan kedalam Vena umbilikus dalam waktu 5 menit.
3. Infus NaCL 0,9% atau Ringer laktat 10 ml/kg berat
badan.
2.2.6.5 Sedangkan Untuk Penatalaksanaan Berdasarkan
Penilaian Apgar Skor Adalah Sebagai Berikut :
1. Apgar
skor menit I : 0-3
Jaga agar bayi
tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan hipotermis dengan segala akibatnya.
Jangan diberi rangsangan taktil, jangan diberi obat perangsang nafas lekukan
resusitasi.
Lakukan segera intubasi dan lakukan mouth ke tube atau pulmanator to tube
ventilasi. Bila intubasi tidak dapat, lakukan mouth to mouth respiration
kemudian dibawa ke ICU.
Ventilasi Biokemial
Dengan melakukan pemeriksaan blood gas, kalau perlu dikoreksi dengan
Natrium Bicarbonat. Bila fasilitas Blood gas tidak ada, berikan Natrium
Bicarbonat pada asfiksia berat dengan dosis 2-4 mcg/kg BB, maksimum 8 meg/kg BB
/ 24 jam. Ventilasi tetap dilakukan. Pada detik jantung kurang dari 100/menit
lakukan pijat jantung 120/menit, ventilasi diteruskan 40 x menit. Cara 3-4 x
pijat jantung disusul 1 x ventilasi (Lab./UPF Ilmu Kesehatan Anak, 1994 : 167).
2. Apgar skor menit I : 4-6
Seperti
yang diatas, jangan dimandikan, keringkan seperti diatas.
Beri rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki, maksimum 15-30
detik.
Bila belum berhasil, beri O2 dengan atau tanpa corong (lebih
baik O2 yang dihangatkan).
Skor apgar 4-6 dengan detik jantung kurang dari 100 kali permenit lakukan
bag dan mask ventilation dan pijat jantung.
3. Apgar skor menit I : 7-10
Bersihkan jalan nafas dengan kateter dari lubang hidung dahulu (karena bayi
adalah bernafas dengan hidung) sambil melihat adakah atresia choane, kemudian
mulut, jangan terlalu dalam hanya sampai fasofaring. Kecuali pada bayi asfiksia
dengan ketuban mengandung mekonium, suction dilakukan dari mulut kemudian
hidung karena untuk menghindari aspirasi paru.
Bayi dibersihkan (boleh dimandikan) kemudian dikeringkan, termasuk rambut
kepala, karena kehilangan panas paling besar terutama daerah kepala.
Observasi
tanda vital sampai stabil, biasanya 2 jam sampai 4 jam.
2.2.7 Komplikasi
2.2.7.1. Sembab Otak
2.2.7.2. Pendarahan Otak
2.2.7.3. Anuria atau Oliguria
2.2.7.4. Hyperbilirubinemia
2.2.7.5. Obstruksi usus yang fungsional
2.2.7.6. Kejang
sampai koma
2.2.7.7. Komplikasi akibat resusitasinya sendiri :
Pneumonthorax (Wirjoatmodjo, 1994 :
168)
2.2.8 Prognosa
2.2.8.1 Asfiksia ringan / normal : Baik
2.2.8.2 Asfiksia sedang tergantung kecepatan
penatalaksanaan bila cepat prognosa baik.
2.2.8.3 Asfiksia
berat badan dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama, atau kelainan syaraf permanen. Asfiksia
dengan pH 6,9 dapat menyebabkan kejang sampai koma dan kelainan neurologis yang
permanent misalnya cerebal palsy, mental retardation (Wirjoatmodjo, 1994 : 68).
2.3. Konsep Asuhan Keperawatan
Asuhan
keperawatan adalah tindakan yang berurutan dilakukan sistematis untuk
menentukan masalah pasien, membuat perencanaan untuk mengatasinya, melaksanakan
rencana itu / menugaskan orang lain
untuk melakukan dan mengevaluasi keberhasilan secara efektif terhadap masalah yang diatasinya (Efendi. Nasrul, 1995 ; 3).
2.3.1 Tahap pengkajian
Pengkajian
adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang
pasien agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah, kebutuhan kesehatan dan
keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Efendi nasrul, 1995 : 18).
Dalam
tahap pengkajian ini dibagi menjadi tiga meliputi pengumpulan data,
pengelompokan data dan perumusan masalah.
2.3.1.1 Pengumpulan Data
1. Data Subyektif
Data subyektif adalah persepsi dan
sensasi klien tentang masalah kesehatan (Allen
Carol V. 1993 : 28).
Data subyektif terdiri dari
Biodata atau identitas pasien :
Bayi meliputi nama tempat tanggal
lahir jenis kelamin
Orangtua meliputi : nama (ayah dan
ibu, umur, agama, suku atau kebangsaan, pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan
alamat (Talbott Laura A, 1997 : 6).
Riwayat kesehatan
Riwayat antenatal yang perlu dikaji
atau diketahui dari riwayat antenatal pada kasus asfiksia berat yaitu :
Keadaan ibu selama hamil dengan
anemia, hipertensi, gizi buruk, merokok ketergantungan obat-obatan atau dengan
penyakit seperti diabetes mellitus, kardiovaskuler dan paru.
Kehamilan dengan resiko persalinan
preterm misalnya kelahiran multiple, inkompetensia serviks, hidramnion,
kelainan kongenital, riwayat persalinan preterm.
Pemeriksaan kehamilan yang tidak
kontinyuitas atau periksa tetapi tidak teratur dan periksa kehamilan tidak pada
petugas kesehatan.
Gerakan janin selama kehamilan aktif
atau semakin menurun.
Hari pertama hari terakhir tidak
sesuai dengan usia kehamilan (kehamilan postdate atau preterm).
Riwayat natal komplikasi persalinan
juga mempunyai kaitan yang sangat erat dengan permasalahan pada bayi baru
lahir. Yang perlu dikaji :
Kala I : ketuban keruh, berbau,
mekoneal, perdarahan antepartum baik solusio plasenta maupun plasenta previa.
Kala II : persalinan lama, partus
kasep, fetal distress, ibu kelelahan, persalinan dengan tindakan (vacum
ekstraksi, forcep ektraksi).
Adanya trauma lahir yang dapat
mengganggu sistem pernafasan.
Persalinan dengan tindakan bedah
caesar, karena pemakaian obat penenang (narkose) yang dapat menekan sistem
pusat pernafasan.
Riwayat post natal
Yang perlu dikaji antara lain :
Agar score bayi baru lahir 1 menit
pertama dan 5 menit kedua AS (0-3) asfiksia berat, AS (4-6) asfiksia sedang, AS
(7-10) asfiksia ringan.
Berat badan lGahir : kurang atau lebih
dari normal (2500-4000 gram). Preterm/BBLR < 2500 gram, untu aterm ³ 2500 gram lingkar kepala kurang atau lebih dari
normal (34-36 cm).
Adanya kelainan kongenital :
Anencephal, hirocephalus anetrecial aesofagal.
Pola nutrisi
Yang perlu dikaji pada bayi dengan
post asfiksia berat gangguan absorbsi gastrointentinal, muntah aspirasi,
kelemahan menghisap sehingga perlu diberikan cairan parentral atau personde
sesuai dengan kondisi bayi untuk mencukupi kebutuhan elektrolit, cairan, kalori
dan juga untuk mengkoreksi dehidrasi, asidosis metabolik, hipoglikemi disamping
untuk pemberian obat intravena.
Kebutuhan parenteral
Bayi BBLR < 1500 gram menggunakan D5%
Bayi BBLR > 1500 gram menggunakan D10%
Kebutuhan nutrisi enteral
BB < 1250 gram = 24 kali per 24 jam
BB 1250-< 2000 gram = 12 kali per
24 jam
BB > 2000 gram = 8 kali per 24 jam
Kebutuhan minum pada neonatus :
Hari ke 1 = 50-60 cc/kg BB/hari
Hari ke 2 = 90 cc/kg BB/hari
Hari ke 3 = 120 cc/kg BB/hari
Hari ke 4 = 150 cc/kg BB/hari
Dan untuk tiap harinya sampai mencapai
180 – 200 cc/kg BB/hari
(Iskandar Wahidiyat, 1991 :1)
Pola eliminasi
Yang perlu dikaji pada neonatus adalah
BAB : frekwensi, jumlah, konsistensi.
BAK : frekwensi, jumlah
Latar belakang sosial budaya
Kebudayaan yang berpengaruh terhadap
kejadian asfiksia
Kebiasaan ibu merokok, ketergantungan
obat-obatan tertentu terutama jenis psikotropika
Kebiasaan ibu mengkonsumsi minuman
beralkohol, kebiasaan ibu melakukan diet ketat atau pantang makanan tertentu.
Hubungan psikologis
Sebaiknya segera setelah bayi baru
lahir dilakukan rawat gabung dengan ibu jika kondisi bayi memungkinkan. Hal ini
berguna sekali dimana bayi akan mendapatkan kasih sayang dan perhatian serta
dapat mempererat hubungan psikologis antara ibu dan bayi. Lain halnya dengan
asfiksia karena memerlukan perawatan yang intensif
2. Data Obyektif
Data obyektif adalah data yang
diperoleh melalui suatu pengukuran dan pemeriksaan dengan menggunakan standart
yang diakui atau berlaku (Effendi Nasrul,
1995)
Keadaan umum
Pada neonatus post asfiksia berat,
keadaannya lemah dan hanya merintih. Keadaan akan membaik bila menunjukkan
gerakan yang aktif dan menangis keras. Kesadaran neonatus dapat dilihat dari
responnya terhadap rangsangan. Adanya BB yang stabil, panjang badan sesuai
dengan usianya tidak ada pembesaran lingkar kepala dapat menunjukkan kondisi
neonatus yang baik.
Tanda-tanda Vital
Neonatus post asfiksia berat kondisi
akan baik apabila penanganan asfiksia benar, tepat dan cepat. Untuk bayi
preterm beresiko terjadinya hipothermi bila suhu tubuh < 36 °C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh
< 37 °C. Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5°C – 37,5°C, nadi normal antara 120-140 kali per menit
respirasi normal antara 40-60 kali permenit, sering pada bayi post asfiksia
berat pernafasan belum teratur (Potter
Patricia A, 1996 : 87).
Pemeriksaan fisik adalah melakukan
pemeriksaan fisik pasien untuk menentukan kesehatan pasien (Effendi Nasrul, 1995).
Kulit
Warna kulit tubuh merah, sedangkan
ekstrimitas berwarna biru, pada bayi preterm terdapat lanogo dan verniks.
Kepala
Kemungkinan ditemukan caput
succedaneum atau cephal haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung
kemungkinan adanya peningkatan tekanan intrakranial.
Mata
Warna conjunctiva anemis atau tidak
anemis, tidak ada bleeding conjunctiva, warna sklera tidak kuning, pupil
menunjukkan refleksi terhadap cahaya.
Hidung terdapat pernafasan cuping
hidung dan terdapat penumpukan lendir.
Mulut
Bibir berwarna pucat ataupun merah,
ada lendir atau tidak.
Telinga
Perhatikan kebersihannya dan adanya
kelainan
Leher
Perhatikan kebersihannya karena leher
nenoatus pendek
Thorax
Bentuk simetris, terdapat tarikan
intercostal, perhatikan suara wheezing dan ronchi, frekwensi bunyi jantung
lebih dari 100 kali per menit.
Abdomen
Bentuk silindris, hepar bayi terletak
1 – 2 cm dibawah arcus costaae pada garis papila mamae, lien tidak teraba, perut buncit
berarti adanya asites atau tumor, perut cekung adanya hernia diafragma, bising
usus timbul 1 sampai 2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi
karena GI Tract belum sempurna.
Umbilikus
Tali pusat layu, perhatikan ada
pendarahan atau tidak, adanya tanda – tanda infeksi pada tali pusat.
Genitalia
Pada neonatus aterm testis harus
turun, lihat adakah kelainan letak muara uretra pada neonatus laki – laki,
neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia minor, adanya sekresi mucus
keputihan, kadang perdarahan.
Anus
Perhatiakan adanya darah dalam tinja,
frekuensi buang air besar serta warna dari faeses.
Ekstremitas
Warna biru, gerakan lemah, akral
dingin, perhatikan adanya patah tulang atau adanya kelumpuhan syaraf atau
keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.
Refleks
Pada neonatus preterm post asfiksia
berat reflek moro dan sucking lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan
mengenai keadaan susunan syaraf pusat atau adanya patah tulang (Iskandar Wahidiyat, 1991 : 155 dan Potter
Patricia A, 1996 : 109-356).
3. Data Penunjang
Data penunjang pemeriksaan
laboratorium penting artinya dalam menegakkan diagnosa atau kausal yang tepat
sehingga kita dapat memberikan obat yang tepat pula.
Pemeriksaan yang diperlukan adalah :
Darah
Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :
Hb (normal 15-19 gr%) biasanya pada
bayi dengan asfiksia Hb cenderung turun karena O2 dalam darah
sedikit.
Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct
(normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena bayi preterm imunitas masih rendah sehingga
resiko tinggi.
Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct)
Distrosfiks pada bayi preterm dengan
post asfiksi cenderung turun karena sering terjadi hipoglikemi.
Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :
pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH
cenderung turun terjadi asidosis metabolik.
PCO2 (normal 35-45 mmHg)
kadar PCO2 pada bayi post asfiksia cenderung naik sering terjadi
hiperapnea.
PO2 (normal 75-100 mmHg),
kadar PO2 pada bayi post asfiksia cenderung turun karena terjadi
hipoksia progresif.
HCO3 (normal 24-28 mEq/L)
Urine
Nilai serum elektrolit pada bayi post
asfiksia terdiri dari :
Natrium (normal 134-150 mEq/L)
Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)
Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)
Photo thorax
Pulmonal tidak tampak gambaran,
jantung ukuran normal.
2.3.1.2
Analisa data dan perumusan masalah
Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dan menghubungkan data
tersebut dalam konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan
dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan pasien (Effendi Nasrul,1995 : 23).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar