Minggu, 05 Agustus 2012

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GUILLAIN BARRE SYNDROM

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GUILLAIN BARRE SYNDROM APLIKASI NANDA, NOC, NIC


A.Pengertian
Guillain Barre Syndrom (GBS) didefinisikan sebagai sebuah penyakit demyelinisasi neurologist. Terjadi secara akut, berkembang dengan cepat. Biasanya mengikuti pola ascending (merambat ke atas) mengenai akar saraf-saraf spinal dan perifer. Terkadang mengenai saraf-saraf cranial. Memiliki rangkaian klinis dengan variabel yang tinggi.
(Symposium Guillain BarreSyndrom, di Brussel, 1937).
GBS juga disebut Akut Idiopatik Polineuropati (AIP) merupakan suatu penyakit susunan saraf yang terjadi secara akut dan difus, terjadi setelah infeksi, mengenai radiks dan saraf tepid an terkadang mengenai saraf otak.
B. Etiologi
Etiologi GBS tidak diketahui. Dahulu diperkirakan disebabkan adanya infeksi virus pada jaringan saraf, namun akhir-akhir ini diyakini disebabkan karena penyakit imun. Umumnya terjadi secara akut, menghilangkan polyneuritis dengan mengontrol poliomyelitis dengan pemberian imunisasi. Paling sering diderita oleh orang berusia 16 – 25 tahun. Namun tidak menutup kemungkinan terjadi pada semua usia.
C. Patofisiologi
1. Konduksi sel-sel secara normal
Sel saraf terbentuk dari sebuah badan sel yang dikelilingi dendrit-dendrit dan sebuah axon yang terdapat sepanjang tubuh sel yang berakhir pada ujung axon. Sel-sel Schwan terletak diantara/interval sepanjang axon dan membran sel tersebut membungkus sekeliling axon dari lapisan myelin. Nodes rainver (ruang-ruang di antara lapisan-lapisan) memiliki konduksi yang cepat sepanjang axon. Perubahan kimia listrik tidak hanya terjadi pada nodes tersebut namun juga sepanjang axon.
Pada GBS, selaput myelin yang mengelilingi axon hilang. Selaput myelin cukup rentan terhadap cedera karena banyak agen dan kondisi, termasuk trauma fisik, hypoksia, toksik kimia, insufisiensi vaskuler, dan reaksi imunologi demyelinisasi adalah respon yang umum  dari jaringan saraf terhadap banyak kondisi yang merugikan. Axon bermyelin mengkonduksi impuls saraf lebih cepat dibandingkan axon tak bermyelin. Kehilangan selaput myelin pada GBS membuat konduksi saltatori tidak mungkin terjadi, dan transmisi impuls saraf dibatalkan.
2. Perkembangan yang cepat dari GBS
Enam puluh persen pasien  GBS dilaporkan adanya infeksi demam yang ringan, biasanya merupakan infeksi pernafasan atau gastrointestinal (lebih sedikit) yang terjadi 2 minggu sebelum terjadinya GBS.
Ada tiga tahapan GBS:
a. Initial Onset
Pada awalnya biasanya muncul gejala-gejala yang terjadi secara mendadak,yaitu adanya parathesia (hilang rasa), nyeri dan atau kekauan dari anggota badan yang diikuti dengan kelemahan anggota badan.
Pasien-apsien ini tidak hanya menderita kelemahan dan parathesia,namun juga terjadi kelembekan dan nyeri otot. Hal ini seperti apabila kita tidur dengan tangan tertekan sepanjang malam sehingga saat bangun tangan kita terasa kaku, parathesia, terasa lumpuh dan nyeri.
Pasien mungkin tidak menjadi lebih buruk dan hanya menderita GBS ringan, namun bagaimana pun tahap ini dapat terjadi sampai 3 minggu dan pasien menjadi semakin lemah dan mengakibatkan: arefleksia (tidak ada reflek), menurunnya atau tidak berfungsinya otot-otot diafragma dan intercosta, hilangnya sensani secara total, quadraplegia penuh.
b.The Plateu Stage (tahap Mendatar)
Pada tahap ini tidak terjadi kemerosotan atau penambahan gejala. Tahap ini dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu.
c. Recovery Stage (tahap penyembuhan)
Terjadi remyelinisasi dan penambahan konduksi. Hal ini dapat terjadi dari 4 bulan sampai 3 tahun.
D.                Manifestasi Klinik
1.      Landry, 1859
Pertama kalimenemukan GBS dengan gejala:
* Kelumpuhan keempat anggota badan
* Kelumpuhan otot intercosta dan diafragma
* Kelemahan otot leher / batang tubuh
* Gangguan sensibilitas disertai parasthesia
* Gejala dari ektrimitas bawah ke atas
Dua dari sepuluh penderita meninggal dikarenakan kegagalan pernafasan,sebagai ascending paralysis.
2.      Guillain Barred an Strohl, 1916
* Dua kasus gangguan motorik ekstrimitas bagain distal
* Reflek tendo hilang
* Gangguan sensibilitas
* Kelainan LCS (paningkatan protein tanpa kenaikan jumlah sel/Disosiasi Cyto Albuminologik).
E.                 Uji Diagnostik
1.      Riwayat pasien
Riwayat pasien merupakan hal yang sangat penting, perlu dicatat tidak hanya demam pada 2-3 minggu sebelumnya.
2.      Lumbal Punctie
Adanya kenaikan protein pada cairan serebrospinal namun tidak ditemukan peningkatan Leukosit.
3.      Tes Fungsi Paru
Dilihat kapasitas vital parunya, cek setiap jamuntuk melihat adanya kelemahan. Jika kapasitas menurun sampai 20 mls/kg atau 1,5 liter, pindahkan pasien ke ICU.
4.      Gambaran Kondusif Saraf
Terlihat adanya penurunan pada kecepatan konduksi saraf-saraf.
5.      Elektro Myelogram
Pada rekaman elektro myelogram, kontraksi otot-otot dihasilnya dari rangsangan listrik. Tidak adanya kontraksi menandakan hilangnya lapisan myelin.
F.                  Diagnosa Banding
Pada saat mendiagnosa adanya GBS, dokter perlu membandikannya dengan penyakit-penyakit:
1.                  Diabatas Neuropati
2.                  Poliomyelits
3.                  Multiple disc prolapse
4.                  Progressive Recurrent Plyneuropati
5.                  Alkoholik
6.                  Terkena bahan-bahan yang berbahaya seperti logam berat,racun dan lain-lain.
(Penyakit-penyakit di atas sering memiliki gambaran klinis yang sama dengan GBS).
G. KOMPLIKASI GBS
1.Gagal nafas dan masalah yang berhubungan dengan gangguan ventilator.
2. Aspirasi cairan gaster dan kemudian dapat terjadi pneumonia.
3.Bacterial pneumonia.
4.Thrombosis vena dalam dan embolus pulmonal.
5.Cardiac arrhythmia.
6. Hipotensi
7.Sepsis.
H. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Keperawatan ( Perawatan Supportif)
a. Respirasi :- monitor ketat frekuensi dan pola nafas
- monitor oksimetri dan AGD
- Pernafasan mekanik --- perawatan pasien dengan ventilator mekanik
b. Kardiovaskuler : monitor ketat frekuensi, irama, kekuatan denyut nadi (HR ) dan tekanan darah (blood pressure ).
c. Pemenuhan kebutuhan cairan, elektrolit dan nutrisi.
d. Perawatan secara umum :
- physioterapi
- perawatan pada bagian-bagian tubuh yang tertekan
- pertahankan ROM sendi
- pertahankan fungsi paru
- kultur urine dan sputum tiap 2 minggu
- pencegahan terhadap tromboemboli
- pemberian antidepressant jika pasien depresi,:
* jalin hubungan antara pasien dan staff perawat
* sediakan tv, radio, buku bacaan di ruangan pasien
* bawa/ dorong pasien keluar ruangan untuk berjemur, melihat pemandangan luar.
2. Penatalaksanaan Medis
a.    Pengobatan Spesifik
Plasmas exchange (plasmaphoresis) lebih efektif dalam 7 hari dari timbulnya serangan / gejala. Diperlukan filter khusus yang menyerupai filter pada dialisa ginjal. Filter ini digunakan untuk menyaring keluar antibodi-antibodi (merupakan media dari system imun) yang menyerang dan merusak lapisan myelin dan saraf-saraf perifer. Tak ada pedoman yang pasti dalam melakukan tindakan ini,namun umumnya sekitar 3-5 liter dari plasma pasien disaring keluar dan digantikan pada waktu yang sama dengan plasma atau plasma + normal saline. Setiap hari  setelah terapi selesai, pasien diberi  ± 4-5 unit FFP (Fresh Frozen  Plasma) untuk menggantikan factor pembeku darah yang dapat ikut tersaring keluar. Penggantian plasma diharapkan dilakukan setiap hari selama 3-5 hari dan biasanya berhasil  dengan sangat baik, namun jika pasien tidak berespon terhadap terapi ini  sampai hari ke lima maka terapi / tindakan ini tidak diulangi. Tindakan penggantian plasma ini telah terbukti berhasil mencegah pasien menggunakan ventilator atau mengurangi lamanya pasien menggunakan ventilator.Masalah yang timbul  dengan tindakan penggantian plasma antara lain :
* Biayanya mahal.
* Dapat menyebabkan hipotensi, arythmia, haematoma, thrombus dan komplikasi yang mengarah terjadinya sepsis.
* Membutuhkan perawat yang trampil.
b. Pemberian immunoglobulin secara intravena yang diberikan dengan dosis 0,4 g/kg selama 5 hari berturut – turut.
c. Cairan , elektrolit dan nutrisi.
d. Sedative dan analgetik.
I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Data focus yang perlu dikaji:
a. Keluhan utama (data subyektif)
* Mengeluh pusing dan sakit kepala.
* Panas dingin.
* Ekstremitas lemas dan kesemutan.
* Kaki baal seperti memakai kaos kaki.
* Takut bila ingin berdiri.
* Jongkok susah berdiri.
* Merasa cemas , takut tak sembuh.
* Agak sesak nafas.
* Tidur susah dan gelisah.
* Susah menelan dan tenggorokan sakit.
                       (Buku Pelatihan dan Keperawatan Intensif, IRI RSUP Dr Sardjito)
a.                         Pemeriksaan fisik (data obyektif)
1)            Keadaan Umum.
2)            Pemeriksaan persisten.
a)                  Sistem persepsi dan sensori : pemeiksaan panca indra.
b)                  Sistem persyarafan :empat ekstremitas lemas/paralysis, pasien pasif, flushing karena gangguan vaso motor.
c)                  Sistem pernafasan : pernafasan tidak teratur, hipersekresi saliva dari bronchus.
d)                 Sistem kardiovaskular :  takikardi, tekanan darah meningkat dan berfluktuasi.
e)                  Sistem gastrointestinal: adakah gangguan kebutuhan nutrisi?
f)                   Sistem integument: badan diraba terasa dingin, suhu badan 38°c, pucat.
g)                  Sistem reproduksi
h)                  Sistem perkemihan : adakah gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan: adakah kebiasaan  minum alcohol dan penggunaan obat-obatan.
2) Pola aktifitas dan latihan : adakah keluhan pusing dan sakit kepala, lemas, kelelahan dan kelemahan otot.
3) Pola nutrisi dan metabolisme: adakah keluhan sulit menelan , mual, muntah.
4) Pola eliminasi : BAK dan BAB.
5) Pola tidur dan istirahat : adakah gangguan /susah tidur.
6) Pola koqnitif dan perceptual : apakah pasien merasa takut /cemas.
7) Pola persepsi diri dan konsep diri : adakah perubahan konsep diri pasien.
8) Pola toleransi dan koping stress.
9) Pola seksual dan reproduksi.
10) Pola hubungan dan peran : adakah perubahan/gangguan hubungan dan peran pasien di lingkungan keluarga / masyarakat.
11) Pola nilai dan keyakinan : bagaimana keyakinan pasien terhadap kesehatannya.
2.Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data pengkajian, diagnosa utama pasien terdiri dari :
a.  Pola nafas tak efektif berhubungan dengan kelelahan otot pernafasan
b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kelemahan progresif cepat dan ancaman gagal pernafasan.
c. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan paralisis.
d. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menelan, akibat disfungsi saraf cranial.
e. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan disfungsi saraf cranial.
f. Ansietas berhubungan dengan paralisis dan kehilangan konrol.
g. Takut berhubungan dengan kehilangan control.
h. PK : Gagal pernafasan.
       ( Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 volume III )
i. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik: paresthesia.
DAFTAR PUSTAKA
Brenda G.B dan Suzanne C.S, alih bahasa oleh Andry Hartono,dkk; Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth; Edisi 8 Volume III; Penerbit Buku Kedokteran, ECG, Jakarta,2002
Carpenito L.J;Nursing Diagnosis Aplication to Clinical Practise; J.B Lippincott Company; Phildelphia; 1998
Doris Smith Suddart RN; The Lippincott Manual of Nursing Practice; Edisi 5; J.B Lippincott Company; Philadelphia;1991
Hudak dan Gallo; Perawatan Kritis; Edisi 6, Volume II; Penerbit Buku Kedokteran; EGC; Jakarta; 1996
TEOH; Intensive Care Manual; Edisi 3; by Globe Press; Australia; 1990
-----------;Pelatihan Keperawatan Intensif; IRI RSUP Dr. SarjitoYogyakarta,2003
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar