Minggu, 05 Agustus 2012

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MYASTHENIA GRAVIS

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MYASTHENIA GRAVIS

Definisi miastenia gravis

Miastenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi transmisi neuromuscular pada otot tubuh yang kerjanya di bawah kesadaran seseorang (volunter). Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan, dan umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunteer dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial, serangan dapat terjadi pada beberapa usia, ini terlihat paling sering pada wanita 15 sampai 35 tahun dan pada pria sampai 40 tahun.

Etiologi

Kelainan primer pada Miastenia gravis dihubungkan dengan gangguan transmisi pada neuromuscular junction, yaitu penghubung antara unsur saraf dan unsur otot. Pada ujung akson motor neuron terdapat partikel -partikel globuler yang merupakan penimbunan asetilkolin (ACh). Jika rangsangan motorik tiba pada ujung akson, partikel globuler pecah dan ACh dibebaskan yang dapat memindahkan gaya saraf yang kemudian bereaksi dengan ACh Reseptor (AChR) pada membran postsinaptik. Reaksi ini membuka saluran ion pada membran serat otot dan menyebabkan masuknya kation, terutama Na, sehingga dengan demikian terjadilah kontraksi otot.
Penyebab pasti gangguan transmisi neuromuskuler pada Miastenia gravis tidak diketahui. Dulu dikatakan, pada Miastenia gravis terdapat kekurangan ACh atau kelebihan kolinesterase, tetapi menurut teori terakhir, faktor imunologik yang paling banyak berperanan
Insiden
Miastenia gravis lebih banyak terdapat pada wanita daripada pria (usia 40 tahun). Kalau penderita punya thymomas, justru mayoritas pada pria dengan 50-60 tahun.
Klasifikasi
Menurut Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA), miastenia gravis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kelas I Adanya kelemahan otot-otot ocullar, kelemahan pada saat menutup mata dan kekuatan otot-otot lain normal
Kelas II Terdapat kelemahan otot okular yang semakin parah, serta adanya kelemahan ringan pada otot-otot lain selain otot okular.
Kelas IIa Mempengaruhi otot-otot aksial, anggota tubuh, atau keduanya. Juga terdapat kelemahan otot-otot orofaringeal yang ringan
Kelas IIb Mempengaruhi otot-otot orofaringeal, otot pernapasan atau keduanya. Kelemahan pada otot-otot anggota tubuh dan otot-otot aksial lebih ringan dibandingkan klas IIa.
Kelas III Terdapat kelemahan yang berat pada otot-otot okular. Sedangkan otot-otot lain selain otot-otot ocular mengalami kelemahan tingkat sedang
Kelas III a Mempengaruhi otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya secara predominan. Terdapat kelemahan otot orofaringeal yang ringan
Kelas III b Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan, atau keduanya secara predominan. Terdapat kelemahan otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya dalam derajat ringan.
Kelas IV Otot-otot lain selain otot-otot okular mengalami kelemahan dalam derajat yang berat, sedangkan otot-otot okular mengalami kelemahan dalam berbagai derajat
Kelas IV a Secara predominan mempengaruhi otot-otot anggota tubuh dan atau otot-otot aksial. Otot orofaringeal mengalami kelemahan dalam derajat ringan
Kelas IV b Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot pernapasan atau keduanya secara predominan. Selain itu juga terdapat kelemahan pada otot-otot anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya dengan derajat ringan. Penderita menggunakan feeding tube tanpa dilakukan intubasi.
Kelas V Penderita ter-intubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanik.
Klasifikasi menurut osserman ada 4 tipe :
1. Ocular miastenia
terkenanya otot-otot mata saja, dengan ptosis dan diplopia sangat ringan dan tidak ada kematian
2. Generalized myiasthenia
a) Mild generalized myiasthenia
Permulaan lambat, sering terkena otot mata, pelan-pelan meluas ke otot-otot skelet dan bulber. System pernafasan tidak terkena. Respon terhadap otot baik.
b) Moderate generalized myasthenia
Kelemahan hebat dari otot-otot skelet dan bulbar dan respon terhadap obat tidak memuaskan.
3. Severe generalized myasthenia
A. Acute fulmating myasthenia
Permulaan cepat, kelemahan hebat dari otot-otot pernafasan, progresi penyakit biasanya komplit dalam 6 bulan. Respon terhadap obat kurang memuaskan, aktivitas penderita terbatas dan mortilitas tinggi, insidens tinggi thymoma
B. Late severe myasthenia
Timbul paling sedikit 2 tahun setelah kelompok I dan II progresif dari myasthenia gravis dapat pelan-pelan atau mendadak, prosentase thymoma kedua paling tinggi. Respon terhadap obat dan prognosis jelek
4. Myasthenia crisis
Menjadi cepat buruknya keadaan penderita myasthenia gravis dapat disebabkan :
  • pekerjaan fisik yang berlebihan
  • emosi
  • infeksi
  • melahirkan anak
  • progresif dari penyakit
  • obat-obatan yang dapat menyebabkan neuro muskuler, misalnya streptomisin, neomisisn, kurare, kloroform, eter, morfin sedative dan muscle relaxan.
  • Penggunaan urus-urus enema disebabkan oleh karena hilangnya kalium
Secara sederhana, Miastenia gravis juga dapat dikelompokkan seperti dibawah ini :
  • Miastenia gravis dengan ptosis atau diplopia ringan.
  • Miastenia gravis dengan ptosis, diplopi, dan kelemahan otot-otot untuk untuk mengunyah, menelan, dan berbicara. Otot-otot anggota tubuh pun dapat ikut menjadi lemah. Pernapasan tidak terganggu.
  • Miastenia Gravis yang berlangsung secara cepat dengan kelemahan otot-otot oculobulbar. Pernapasan tidak terganggu. Penderita dapat meninggal dunia.
Biasanya gejala-gejala miastenia gravis sepeti ptosis dan strabismus tidak akan tampak pada waktu pagi hari. Di waktu sore hari atau dalam cuaca panas, gejala-gejala itu akan tampak lebih jelas. Pada pemeriksaan, tonus otot tampaknya agak menurun

Patofisiologi

Dasar ketidaknormalan pada myastenia gravis adalah adanya kerusakan pada transmisi impuls saraf menuju sel otot karena kehilangan kemampuan atau hilangnya reseptor normal membran post sinaps pada sambungan neuromuscular. Penelitian memperlihatkan adanya penurunan 70 % sampai 90 % reseptor asetilkolin pada sambungan neuromuscular setiap individu. Miastenia gravis dipertimbangkan sebagai penyakit autoimun yang bersikap lansung melawan reseptor asetilkolin (AChR) yang merusak tranmisi neuromuscular.

Komplikasi

  • Bisa timbul miastenia crisis atau cholinergic crisis akibat terapi yang tidak diawasi
  • Pneumonia
  • Bullous death

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan diarahkan pada perbaikan fungsi melalui pemberian obat antikolinestrase dan mengurangi serta membuang antibodi yang bersikulasi
Obat anti kolinestrase
  • piridostigmin bromide (mestinon), ambenonium klorida (Mytelase), neostigmin bromide (Prostigmin).
  • diberikan untuk meningkatkan respon otot terhadap impuls saraf dan meningkatkan kekuatan otot, hasil diperkirakan dalam 1 jam setelah pemberian.
Terapi imunosupresif
  • ditujukan pada penurunan pembentukan antibody antireseptor atau pembuangan antibody secara langsung dengan pertukaran plasma.
  • kortikostreoid menekan respon imun, menurunkan jumlah antibody yang menghambat
  • pertukaran plasma (plasmaferesis) menyebabkan reduksi sementara dalam titer antibodi
  • Thimektomi (pengangkatan kalenjer thymus dengan operasi) menyebabkan remisi subtansial, terutama pada pasien dengan tumor atau hiperlasia kalenjer timus. kalenjer timus. kalenjer timus. kalenjer timus. kalenjer timus.

ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian

Identitas klien : Meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin, status
Keluhan utama : Kelemahan otot
Riwayat kesehatan : Diagnosa miastenia didasarkan pada riwayat dan presentasi klinis. Riwayat kelemahan otot setelah aktivitas dan pemulihan kekuatan parsial setelah istirahat sangatlah menunjukkan myastenia gravis, pasien mungkin mengeluh kelemahan setelah melakukan pekerjaan fisik yang sederhana . riwayat adanya jatuhnya kelopak mata pada pandangan atas dapat menjadi signifikan, juga bukti tentang kelemahan otot.
B1 (Breathing)
Dispnea, resiko terjadi aspirasi dan gagal pernafasan akut
B2 (Bleeding)
Hipotensi / hipertensi, takikardi / bradikardi
B3 (Brain)
Kelemahan otot ektraokular yang menyebabkan palsi ocular, jatuhnya kelopak mata atau dislopia intermien, bicara klien mungkin disatrik
B4 (Bladder)
Menurunkan fungsi kandung kemih, retensi urine, hilangnya sensasi saat berkemih.
B5 ( Bowel)
Kesulitan menelan-mengunyah, disfagia, kelemahan otot diafragma dan peristaltic usus turun.
B6 (Bone)
Gangguan aktifitas/ mobilitas fisik, kelemahan otot yang berlebihan.

Prioritas masalah keperawatan

Berdasarkan data pengkajian, diagnosa keperawatan potensial pasien dapat meliputi hal berikut :
  1. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan
  2. Defisit perawatan diri yang berubungan dengan kelemahan otot, keletihan umum
  3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan disfagia, intubasi, atau paralisis otot.

Intervensi dokumentasi

1. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan
Tujuan :
Pasien akan mempertahankan pertukaran gas yang adekuat:
  • Lakukan pendekatan pada klien dengan komunikasi alternatif jika klien menggunakan ventilator
  • Catat saturasi O2 dengan oksimetri, terutama dengan aktivitas
  • Ukur parameter pernafasan dengan teratur
  • Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat antikolinergik
  • Sucktion sesuai kebutuhan obat-obatan antikolinergik meningkatkan sekresi bronkial)
2. Defisit perawatan diri yang berubungan dengan kelemahan otot, keletihan umum
Tujuan ;
Pasien akan mampu melakukan sedikitnya 25 % aktifitas diri dan berhias
  • Buat jadwal perawatan diri dengan interval
  • Berikan waktu istirahat di antara aktivitas
  • Lakukan perawatan diri untuk pasien selama kelemahan otot yang sangat berlebihan atau sertakan keluarga
  • Peragakan tehnik-tehnik penghematan energi
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan disfagia, intubasi, atau paralisis otot.
Tujuan :
Masukan kalori akan adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik
  • Kaji reflek gangguan menelan dan refek batuk sebelum pemberian peroral
  • Hentikan pemberian makan per oral jika pasien tidak dapat mengatasi sekresi oral atau jika reflek gangguan menelan atau batuk tertekan
  • Pasang selang makan kecil dan berikan makan per-selang jika terdapat dysfagia.
  • Catat intake dan output
  • Lakukan konsultasi gizi untuk mengevaluasi kalori
  • Timbang pasien setiap hari.

 

DAFTAR PUSTAKA

  • Doenges, E. M (2000), Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian, ed. 3, EGC, Jakarta.
  • Hudak & Gallo. (1996). Keperawatan kritis : pendekatan holistic. Vol. 2. EGC.jakarta.
  • Ramali, A.( 2000 ). Kamus Kedokteran. Djambatan, Jakarta.
  • Engel, A. G. MD. Myasthenia Gravis and Myasthenic Syndromes. Ann Neurol 16: Page: 519-534.1984.
  • Lewis, R.A, Selwa J.F, Lisak, R.P. Myasthenia Gravis: Immunological Mechanisms and Immunotherapy. Ann Neurol. 37(S1):S51-S62. 1995.
  • Ngoerah, I. G. N. G, Dasar-dasar Ilmu Penyakit Saraf. Airlanga University Press. Page: 301-305. 1991

Tidak ada komentar:

Posting Komentar