ANALISA
GAS DARAH
PENDAHULUAN :
Mendiagnose atau mengobati kegagalan pernafasan tanpa
pemeriksaan analisa gas darah sama halnya seperti mengobati koma diabetikum
tanpa penetapan kadar gula darah.(7).
Tanpa pemeriksaan analisa gas darah(AGD) tidak seorangpun
anestesiologist secara akurat bisa menetapkan derajat kegagalan pernafasan.
Kebiasaan dalam tindakan anestesi rutin untuk
menetapkan adekuatnya fungsi pernafasan
selama atau sesudah operasi hanya didasarkan pada
kembang kempisnya reservoir bag atau
dada pasien, warna kulit, mukosa dan darah dilapangan
operasi.
Padahal tanda-tanda tersebut bukanlah tanda-tanda dini
terjadinya hipopksemia sebab cyanosis baru terlihat bila tekanan partiel O2
dalam arteri(PaO2) menurun sampai 50 torr.
Apalagi kalau Hb <5 g% cyanosis tidak akan
terlihat walaupun hipoksemia cukup berat.
Pada konstrikasi pembuluh darah perifer kelihatan
seperti cyanosis padahal tanpa hipoksemia. Dalam keraguan apakah cyanosis
karena hipoksemia atau bukan langkah pertama perlakukan sebagai hipoksemia
sampai dapat dibuktinan bukan hipoksemia.
BEBERAPA ISTILAH :
Istilah-istilah dibawah ini merupakan modal dasar yang
minimal harus diketahui untuk menginterpretasikan suatu data gas darah.
PAO2 = Tekanan partiel O2
dalam alveoli.
PaO2 = Tekanan
partiel O2 dalam darah arteri.
PACO2 = Tekanan partiel CO2 dalam alveoli.
PACO2 = Tekanan partiel CO2
dalam darah arteri.
(A-a)DO2= Selisih tekanan partiel O2 antara alveolar
dan arteri.
Sa O2 = Saturasi O2 darah
arteri.
FiO2 =
Konsentrasi O2 dalam gas inspirasi.
pH
= Pengukuran konsentrasi H ion.
Data-data yang diperoleh dikelola sehingga memberikan
kesan sejauh mana fungsi paru dalam pertukaran gas berlangsung, adekuat atau
non adekuat berdasarkan standar yang telah disepakati dan sejauh mana
keseimbangan asam basa berjalan.
Data-data ini tak bisa ansih menegakkan diagnose harus
ditunjang pemeriksaan fisik diagnostik, riwayat penyakit & pengobatan,
pemeriksaan laboratorium seperti elektrolit dan hematokrit. Tiga komponen yang
berperan utama yaitu PaO2 untuk menetapkan derajat hipoksemia,PaCO2 untuk
menilai kemampuan ventilasi paru, sedangkan pH untuk menentukan status
metabolik atau respiratorik.(7).
Harus diingat bahwa keadaan hipoksemia tak selalu
menunjukan kegagalan ventilasi tetapi bisa disebabkan faktor-faktor lain sedangkan
hiper atau hipokapnia selalu menunjukan gangguan ventilasi (2).
Oleh karena itu PaCO2 lebih menetukan adekuat tidaknya
ventilasi dibandingkan PaO2. Namun penilaian terhadap PaO2 harus selalu
diperioritaskan oleh keadaan hipoksemia lebih memerlukan tindakan yang cepat
daripada hiperkapnia.
Bertambahnya hipoksemia akan merangsang peningkatan
ventilasi, minute volume tetapi PaCO2 yang sedikit dipengaruhi oleh VA/Q
imbalance cenderung menurun.(3).
Turunnya PaO2 < 50 torr ,PuVR(Pulmonal Vascular
Resistance) meningkat secara menyolok apalagi ditunjang
suasana acidosis, dengan demikian akan meningkatkan PAP(Pulmonal Arterial
Pressure).(5).
Kalau kita perhatikan derajat hipoksemia dan efeknya
terhadap faal organ kita akan beroleh
kesan seberapa jauh turunnya PaO2 berdasarkan
gejala-gejala klinis yang ada.
Keterangan:
Normal :PaO2 = 95-100 mm Hg
PvO2 = 40 mm Hg
HbO2 arteri 95%
Hipoksemia :
Efek
Slight
: PaO2 < 80 mm
Hg
Cyanosis ringan
PvO2 < 35 mm Hg
Tonus simpatis meninggi
HbO2 < 95%
Tensi meninggi,
tachikardi
Marked : PaO2 < 60 mmHg
Cyanosis jelas
PvO2 < 28 mmHg
Tensi turun
HbO2 < 90 % Bradikardi
HbO2 < 90 % Bradikardi
High : PaO2 < 35
mm Hg
Cyanosis berat
PvO2 < 19 mm Hg
Kesadaran hilang
HbO2 < 70%
Bradikardi extreem
Circulasi arrest mati.
Hiperkapnia akan mendorong timbulnya respiaratorik
acidosis.
Membran cell agak mudah dilewati CO2 tetapi agak
lambat dilewati bikarbonas, sehingga bila terjadi respiratori acidosis
lebih cepat berkembang kedalam cell tubuh tetapi cepat hilang waktu
expirasi.(8).
Dengan perubahan pH yang sama dalam darah effek
respiratori acidosis dengan demikian jauh lebih besar daripada metabolik
acidosis, tetapi anehnya jika hiperkapni sendiri terjadi telah di selidiki
sampai PaCO2 238 mm Hg belum dijumpai kerusakan yang irreverible
organ-organ apalagi kalau disupply O2 yang cukup.(8).
Kalau kita tinjau hubungan derajat hiperkapni dengan
efeknya terhadap faal organ maka kita mendapat gambaran sebagai
berikut:
Keterangan :
Normal :
PaCO2 = 40 mm Hg
PvCO2 = 46 mm H
Hiperkapnia
:
Efek
Slight
: PaCO2 > 45 mm
Hg
stimulasi respirasi
PvCO2 > 51 mm
Hg
subjective air hunger
tonus simpatis meninggi,tensi
naik, nadi cepat, gangguan
irama,paralyse vasomotor peri
fer,kulit panas,merah,keringat,
serum K meninggi.
Marked :
PaCO2 > 60 mm Hg
stimulasi
parasimpatis, tendensi
PvCO2
> 66 mm Hg
aritmia, depressin myocard.
High
: PaCO2 >
75 mm Hg
mengantuk,
PvCO2 > 81 mm Hg
CO2 narcose
PaCO2 > 100 mm Hg
kesadaran hilang
PvCO2 > 106 mm Hg
general inhibisi terhadap
ANS.
Tidak ada nilai absolut baik PaCO2 maupun PaO2 yang
dapat menentukan policy terapi khusus. Arti terapetik O2 pada PaO2 50 mmHg pada
pasien2 cardiogenic shock berbeda dengan penderita emphysema atau bronchitis
chronica dengan PaO2 yang sama.
Bahkan dalam kategori diagnostik tidak ada nilai yang
tepat pada tekanan berapa sebaiknya
policy terapi dimulai.(3).
Sebab
pada penderita COPD(Chronic Obstructive Pulmonary Disease) justru PaO<
60 mmHg dibutuhkan untuk mengendalikan respirasi.(2).
Tehnik
AGD:
Darah arteri yang diambil sebagai sampling bukan darah
vena, karena darah vena menggambarkan metabolisme yang dialirinya tidak
menggambarkan circulasi umum.
Semua arteri sistemik mengandung darah dengan
komposisi yang sama. Kalau venous O2 content yang diinginkan lebih tepat sampel
vena centralis yang diambil via catheter arteri pulmonalis.
Sampel darah arteri menggambarkan fungsi pertukaran
gas dari paru-paru dan bisa memberikan keterangan kualitas darah yang disupply
keseluruh tubuh.(2).
Punctie arteri sebaiknya dengan anestesi lokal untuk
menghilangkan nyeri yang menimbulkan vasospasmo.
Syring yang digunakan sebaiknya terbuat dari
gelas bukan dari plastik karena O2 bisa berdiffusi kedalam substansi
plastik.(1).
Syring harus dibasahi dulu dengan heparin sebelum
dipakai.
Sebaiknya sampel darah yang diambil segera diperiksa
karena konsumsi O2 dari whole blood pada suhu 38 derajat Celcius cukup untuk
menurunkan PaO2 sebesar 3mm Hg permenit atau bila terpaksa dijaga tetap dingin
agar konsumsi O2 menurun.(1).
Yang perlu diingat sebelum dilakukan pemeriksaan,
catat berapa FiO2 yang diberikan untuk menentukan apakah PaO2 yang
diperoleh sesuai denganFiO2 yang diberikan sebab PaO2
seharusnya 5x FiO2(misalnya FiO2 20% seharusnya PaO2 =
5x20 =I00 mmHg)
IV.INTERPRETASI :
Yang paling penting adalah interpretasi data-data yang
diperoleh untuk diagnostik/terapi dan evaluasi. Apakah terapi sudah adekuat.
a.Tekanan partiel O2(PaO2):
Langkah pertama yang perlu dievaluasi adalah PaO2
sebab hipoksemia butuh terapi
sedini mungkin. Kita ketahui PaO2 apakah normal
tergantung pada ketinggian letak dari
permukaan laut, umur dan FiO2 yang diberikan. Walaupun
begitu telah disepakati setiap
PaO2 < 70 mm Hg sudah bisa dianggap hipoksemia.(3).
Tetapi tidak setiap penderita hipoksemia membutuhkan
terapi O2 tergantung penderitanya
seberapa jauh perlu diterapi. Kalau penderita
COPD justru membutuhkan PaO2 50-60 mmHg untuk menstimulir respiratory center,
PaO2 normal diberbagai ketinggian dapat diperkirakan menurut rumus
PB
----- x PaO2 pada 760 mm Hg (permukaan laut))
760
Umpama tekanan barometrik(PB) pada ketinggian 3300
feet adalah 670 mm Hg maka PaO2
setinggi 3300 feet = 670 / 760 x PaO2 setinggi
permukaan laut.
Penurunan yang tepat PaO2 dengan kenaikan umur masih
merupakan perdebatan.
Kita dapat meminjam tabel dibawah ini yang kira-kira
dianggap benar,
Tabel ini untuk FiO2 21% dan setinggi
permukaan laut.
Umur (tahun)
PaO2 (mm Hg)
----------------------------------------------------------------------------------
! rata2
! batas minimal normal!
-------------------------------------------
20
!
97
!
90
I
40
I 90
I
85
I
60
I 85
I
80
I
75
I 75
I
70
I
------------------------------------------------------------------------------------
( Dikutip dari Acta Physiology Scand
67: 10, 1966 ).
Pada permukaan laut PaO2 normal untuk setiap FiO2
secara kasar sebanding dengan
5x FiO2 %(2).
Biasanya kita menduga bahwa darah mencapai jantung
kiri dan arteri sistemik seimbang
udara alveolar bila ini benar maka selisih antara PAO2
dengan PaO2 sama dengan nol.
Sebenarnya P(A-a) O2 normal 5-10 mm Hg bila
menghirup udara normal (FiO2 0,21) dan sebesar < 100 mm Hg bila FiO2 1,0
(2).
Kenaikan P(A-a)O2 yang menyolok indikasi adanya
gangguan diffusi, VA /Q mismatch,
dan shunt. VA/Q mismatch berupa gangguan venrtilasi
perfusi dimana ventilasi relatif rendah dibandingkan perfusi menyebabkan
tingginya PACO2 dan rendahnya PAO2 sehingga PaO2 cenderung mendekati PvO2.
Yang dimaksud dengan shunt boleh dianggap bagian dari
cardiac output yang beranjak dari
circulasi vena ke circulasi arteri tanpa keuntungan
kontak dengan gas alveolar.
Ada 2 jenis shunt:
1. Anatomik shunt : Dalam keadaan normal ada 2
macam anatomik shunt (3-5)% dari
cardiac output.
cardiac output.
a. Arteri bronchiales cabang dari aorta memberi
nutrisi pada cabang bronhus kembali dalam
keadaan desaturated langsung kevena
pulmonal
b. Sebagian dari darah arteri coronaria langsung
dengan darah desaturated masuk atrium
kiri melalui vena thebesian.
2.Intra pulmonary shunt:
Suatu keadaan dimana perfusi normal
sedangkan alveoli kolaps, sehingga tak ada
berkontak dengan alveoli akibatnya darah venous tanpa pertukaran gas langsung masuk
kecirculasi arteri disebut wasted perfusion.
berkontak dengan alveoli akibatnya darah venous tanpa pertukaran gas langsung masuk
kecirculasi arteri disebut wasted perfusion.
Jadi bila ada VA /Q yang besar mungkin oleh sebab VA
/Q, mismatch atau intrapulmonary
shunt, pemberian FiO2 yang tinggi membantu mengenal
mekanisme mana sebagai penyebab.
Bila P(A-a)O2 kembali normal (<100 mm Hg) maka
masalahnya adalah VA/Q mismatch
tetapi bila P(A-a)O2 > 100 mm Hg dengan pemberian
FiO2 100% maka masalahnya adalah shunt. Dalam penggunaan praktis bila shunt
sebagai penyebab pemberian O2 hanya berpengaruh sedikit, sedangkan bila VA/Q
mismatch akan menambah PaO2.(2).
Untuk menentukan PAO2 kalau PaCO2 diketahui dapat
digunakan rumus:
PACO2
PAO2 = PiO2 - ---------
R
PiO2 = FiO2 (PB - PiH2O ).
PiO2 = FiO2 (PB - PiH2O ).
R= respiratory exchange ratio yaitu perbandingan
antara volume CO2 yang masuk kealveolar dengan volume O2 yang
dikeluarkan dari alveolar ke circulasi.
Dalam klinik R dianggap 0,8 kalau bernafas dengan
udara kamar dan 1,0 kalau bernafas dengan O2 100%(2).
Tekanan uap air PH2O ditrachea diperkirakan 47 mm Hg.
Tekanan atsmosfer(barometrik)(PB) dipermukaan laut
kira-kira 700 mmHg.
Jumlah tekanan partiel gas dalam alveoli seimbang
dengan tekanan barometrik
Sehingga
tekanan gas dalam alveoli = PAN2 + PAO2 + PACO2 + PAH2O = PB.
PB - PAH2O = PAN2 + PAO2 + PACO2.
PiO2 =
FiO2 x (PB - PAH2O)
Bila PAO2 telah dihitung menurut rumus :
PaCO2
PAO2 =
PiO2- --------maka P(A-a) O2 bisa didapat .
R
Normalnya P(A-a)O2 bila seseorang bernafas dengan
udara kamar tak > 10 mmHg, pada
orang tua > 60 tahun tak 25 mm Hg, bila bernafas
dengan FiO2 1,0 harus < 100 mm Hg.
Besarnya FiO2 bila disetarakan dengan flow O2
:
Cara pemberian
flow
FiO2
----------------------------------------------------------------
Nasal
canule
2 L / menit
28 %
Nasal canule
6 L/ menit
40 %
Mask tanpa bag
7 L / menit
50 %
Mask dengan
9 L / menit
90 %
rebreathing bag.
--
-------------------------------------------------------------------
Diagnose shunt secara cepat dengan memberikan O2
lewat nasal prong 6 L permenit (FiO2 =0,3-0,4), jika PaO2 > 100 torr
mungkin shunt bermakna tak ada, kalau < 100 mm Hg
mungkin ada shunt bermakna(3).
Bila ada shunt ventilasi mekanik mungkin membantu untuk
membuka alveoli yang kolaps apa dengan PEEP (Positive end expiratory pressure).
Setiap keadaan yang meningkatkan konsumsi O2 seperti
demam, gelisah atau extraksi O2 yang lebih banyak dijaringan oleh karena
cardiac output yang menurun dimana aliran darah lambat dapat memperburuk akibat
shunt, ini dapat dilihat dari SvO2(saturasi O2 dalam darah vena) yang menurun
berarti adanya konsumsi O2 yang menigkat.(normal SvO2 75%).
Perlu juga kita ketahui hubungan antara PaO2 danSaO2
yang digambarkan melalui curve disosiasi oxyhaemoglobine agar jelas sejauh mana
penurunan maupun peningkatan PaO2 mempengaruhi SaO2 secara bermakna.
Semakin besar saturasi semakin baik mutu Hb
semakin besar volume O2 yang dapat diangkut oleh darah kejaringan, menurut
rumus :
g % Hb O2
SaO2 = ---------------- x 100 %
Hb total
g% HbO2 = SaO2 x total Hb
Volume % O2 yang diangkut sebagai HbO2 = SaO2 xtotal Hb x 1,34.
Setiap gram Hb dapat bergabung dengan 1,34 ml O2.
Setiap melihat data O2 dalam darah sebaiknya
mempelajari arti point-point tertentu pada curve oxyhaemoglobine yang harus
diingat :
PaO2 (mm Hg )
SaO2 (%)
Clinical
---------------------------------------------------------------------
100
90
muda, normal
80
95
orang tua
60
90
shoulder of curve
penurunan O2 yang
bermakna.
40
75 O2
transport melemah
critical hypoxaemia
kadar O2 darah vena
yang normal.
20
35
lowest tolerated level
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Adapted from G.I.Snider, Interpretation of
arterial oxygen and carbodioxide pressure chest: 63 :801, 1973.
---------------------------------------------------------------------------------------------
Penurunan PaO2 sebesar 25 mm Hg dari 95 mm hg menjjadi
75 mm hg hanya berpengaruh sedikit perubahan pada oxyhaemoglobine sama artinya
situasi seseorang mendaki sampai ketinggian 6000 feet dari permukaan laut
atau bertambahnya umur dari 20 tahun menjadi 70 tahun atau penderita
penyakit paru-paru moderate.
Tetapi penurunan PaO2 sebesar 25 mm Hg dari 60 mm Hg
menjadi 35 mmHg lain halnya, akan terjadi perubahan yang serius.
Peningkatan
PaO2 diatas 90 mm Hg tidak akan memperbaiki kemampuan Hb mengangkut O2 karena
Hb cukup saturated pada PaO2 80 mmhg.
B. Tekanan Partiel CO2(PaCO2):
Normal : 36 - 44 mm Hg.
Metabolisme tubuh waktu istirahat menghasilkan
kira-kira 200 cc CO2 per menit dimana dalam keadaan ventilasi normal, paru
mampu mengeluarkan CO2 yang diproduksi seluruhnya.(2).
Total CO2(TCO2) adalah jumlah HCO3,CO2,H2CO3 yang ada
dalam darah venous kira-kira 52,0 volume % sedangkan dalam darah
arteriel 48,2 volume %.
Bila terjadi perubahan ventilasi dimana produksi CO2
tetap tetapi pengeluaran meningkat atau menurun akan terlihat berupa penurunan
atau peningkatan PaCO2.
Pada keadaan hypoventilasi terjadi peninggian PaCO2
sedangkan pada hyperventilasi penurunan PaCO2.
Kebanyakan molekul CO2 bergabung dengan air(H2O)
membentuk H2CO3 yang akan
berdisosiasi menjadi ion bikarbonat (HCO3)
dan ion hidrogen ( H ). _
/// +
CO2 + H2O < =====> H2CO3 < ======>
HCO3 + H
Bila PaCO2 meningkat reaksi bergeser kekanan
membentuk ion HCO3 dan ion H yang lebih banyak. Kenaikan ion H disini tak bisa
dibuffer dengan bicarbonat buffer system tapi akan dibuffer oleh hemoglobin
buffer system.
Mekanisme buffering :
H (+) + Hb (-) --------> HHb
H2CO3 + Hb (-) ---------> HHb +
HCO3(-).
Setiap satu buffer base Hb digunakan, terbentuk satu
buffer base yang lain (HCO3) sehingga
total buffer konstant.
Dengan perkataan lain tak ada dijumpai base excess
atau defisit tetapi jumlah bikarbonat meningkat ( normal 22-26 meq / L).
Acidosis yang timbul akibat mewningkat PaCO2 diatas 45
mm Hg disebut respiratorik acidosis. Spesifikasi respiratorik acidosis antara
lain:( 9 ).
PaCO2 > 45 mm Hg.
Base excess normal
HCO3 meninggi.
Kita ketahui dalam tubuh kita ada 4 system buffer(2).
bikarbonat
posphat
Hb
protein
Jumlah seluruh buffer base dari semua system buffer
total buffer base
Dalam keadaan normal (pH = 7,4 dan PaCo2 40 mm Hg )
jumlah buffer base antara 45-50 meq/L.
Kekuatan buffer darah sebagian besar ditentukan oleh
bikarbonat dan Hb.
Pada hyperventilasi PaCO2 menurun dengan demikian
reaksi bergeser kekiri.
H2O + CO2 < =====> H2CO3 <=====> HCO3(-) + H(+).
Mekanisme buffering
HHb -------> H(+) + Hb(-)
HHb + HCO3(-) ------> Hb(-) + H2CO3 ------>
H2o + CO2.
Terlihat setiap satu buffer HCO3 terpakai, terbentuk
satu buffer Hb sehingga dengan demikian tak ada perubahan total buffer base
dengan demikian tak ada base excess tetapi jelas HCO3 turun.
Alkalosis yang timbulnya akibat menurunnya PaCO2 < 35 mm Hg
Spesifikasi respiratorik alkalosis antara lain:(9).
PaCO2 < 35 mm Hg
Base excess (BE) normal
HCO3 menurun.
pH: Simbol pH merupakan hubungan terbalik dan
logaritma dengan konsentrasi H(+), bila konsentrasi H(+) meninggi maka PH
menurun, dan bila konsentarsi H(+) menurun, pH akan meninggi.
Normal pH adalah 7,35 - 7,45. disebut asidosis bila pH
< 7,35 dan alkalosis bila pH > 7,45.
Batas pH dimana hidup masih mungkin adalah
diantara 6,7 -7,9. dan pH < 7,25 atau > 7,55
hampir selalu memerlukan terapi.(9).
Diperkirakan 13000 meq CO2 harus dikeluarkan
oleh paru setiap hari, dan 30-50 meq H(+) yang harus dikeluarkan
oleh ginjal. (2,9).
Kontrol konsentrasi H(+) dilakukan dengan
2 cara:(2).
- buffer transport
- eliminasi yang cepat oleh paru dan ginjal secepat diproduksi.
Baik acidosis maupun alkalosis bisa disebabkan
faktor respiratorik dan metabolik. Bila faktor respiratorik sebagai penyebab
utama dijumpai peningkatan atau penurunan PaCO2 abnormal dan bila faktor
metabolik akan dijumpai peningkatan atau penurunan total buffer base > 3
meq, atau dengan perkataan lain base excess > + 3 meq atau >-3 meq.
Penetapan gangguan metabolik berdasarkan konsentrasi
HCO3 tidak mutlak olah karena HCO3 dipengaruhi faktor metabolik maupun
respiratorik sedangkan base excess hanya dipengaruhi faktor metabolik.(9).
Penetapan metabolik acidosis atau alkalosis bisa saja
bersdasarkan konsentrasi HCO3 plasma darah yang telah diseimbangkan pada PaCO2
45 mmHg dan dengan O2 pada suhu 38 derajat Celcius, dengan penetapan pada PaCO2
40 mmHg faktor respiratorik yang merubah kadar HCO3 dapat disingkirkan,
Standard bikarbonat normal 22-26 meq
Dengan demikian gambaran kasus acidosis / alkalosis adalah:
Dengan demikian gambaran kasus acidosis / alkalosis adalah:
---------------------------------------------------------------------------------------------
Type
! PaCO2 ! Base Excess
! Standard Bicarbonat ! HCO3
! pH
Resp acid !
>45mmHg 1 Normal !
22-26 meq/L ! naik
! < 7,35
Resp
alk. !
<35mmhg ! Normal
I 22- 26 meq/L I turun
I > 7,45
Metabacid I
normal I >- 3meq/L I
< 22 meq/L I turun I
< 7,35
Metabalk I
normal I >+ 3meq/L I >
26 meq/L I
naik I > 7,45
---------------------------------------------------------------------------------------------
Kadang-kadang metabolik/respiratorik asidosis
/alkalosis bisa terjadi bersamaan atau respiratorik acidosis bersamaan dengan
metabolik alkalosis yang ini bisa salah satu berupa kompensasi yang lain
tinggal kita menetapkan mana yang primer dan yang mana faktor kompensasinya.
Contoh :
a. Respiratorik acidosis : PaCO2 60
mm Hg
pH 7,30
base excess + 2 meq/L
b. Respiratorik alkalosis : PaCO2
30 mm Hg
pH 7,50
base excess 0 meq/L
c. Respiratorik acidosis + PaCO2
75 mm Hg
Metabolik acidosis
pH
7,20
base excess 10 meq/L
d. Respiratorik alkalosis +
PacO2 32 mm Hg
Metabolic acidosis
pH
7,6
base excess + 15 meq/L
e Primer resp acidosis +
PaCO2 60 mm Hg
kompensasi metalkalosis
pH
7,32
base excess + 6 meq/L
f. Primer metalkalosis +
PaCO2 50 mm Hg
respiratorik acidosis
pH
7,48
Base excess + 10 meq/L
Untuk menentukan mana yang primer dan mana yang
kompensasi perhatikan dulu pH apakah acidosis atau alkalosis bila pH >
7,4 disebut alkalosis dan < 7,4 disebut acidosis.
Baru faktor metabolik atau respiratorik sesuaikan
dengan pH bila yang sesuai metabolik maka yang primer adalah metabolik
sedangkan kompensasinya adalah respiratorik; umpama PaCO2 > 45 mmH,
sedangkan pH < 7,4 maka respiratorik primer, kompensasinya
metabolik
Biasanya peningkatan/ penurunan PaCO2 sebesar 10 mmHg
sesuai dengan penurunan/peningkatan pH sebesar 0,08 unit.(6).
Bila PaCO2 naik 30 mm Hg berarti pH turun
3x 0,08 unit= 0,24 unit.
Kenapa bisa
demikian?
Mari kita lihat
persamaan Henderson - Hesselbach :
HCO3
PH = 6,1 +
log ----------
H2CO3
Pada PaCO2 40 mm Hg, maka kadar HCO3 lebih
kurang 25,4 meq/L,& H2CO3 1,27 meq/L.
25,4
pH
= 6,1 log ----------------
1,27
= 7,4
Seandainya PaCO2 60 mm Hg maka H2CO3 akan meningkat
sebesar 20/40 x 1,27 meq/L=0,63meq/L
Kadar H2CO3 pada PaCO2 60 mmHg = 1,27 + 0,63 = 1,9 meq/L.
Kita subsitusikan kembali kerumus tadi:
Kadar H2CO3 pada PaCO2 60 mmHg = 1,27 + 0,63 = 1,9 meq/L.
Kita subsitusikan kembali kerumus tadi:
25,4
pH
= 6,1 + log ---------
1,9
= 6,1 + 1,126
= 7,226
Penambahan PaCO2 sebesar 20 mmHg dapat
menurunkan pH (7,4- 7,226 = 0,17 unit)
Perhitungan ini tak begitu tepat benar hanya digunakan
untuk kepentingan praktis namun kesalahan tak begitu bermakna.
Untuk menetapkan komponen respiratory pada keimbangan
asam basa sesudah data gas arteri diperoleh langkah-langkah berikut yang perlu
diperhatikan:(6)
1.Hitung deviasi PaCO2 dari normal (40
mmHg)
Apakah menurun atau
meningkat, berapa besar?
2.Hitung berapa pH yang seharusnya pada PaCO2 yang diukur?
3.Apakah pH yang dihitung sama dengan pH yang diukur?
Bila sama berarti semuanya akibat gangguan respiratorik (pure
respiratorie).
respiratorie).
Ini disebut Golden rules I.
==================================
I PaCO2 naik 10 mm Hg = pH turun
0,08 I
I PaCO2 turun 10 mm Hg = pH
naik 0,08, I
==================================
Bila pH yang diukur kurang dari pH yang dihitung
bearti perubahan tersebut akibat
pengaruh metabolik acidosis.dan bila lebih besar
akibat metabolik alkalosis.
Berapa besar jumlah acidosis atau alkalosis
menyertainya dapat ditentukan dngan Golden rules II....(6)
Perubahan pH 0,15 setara perubahan base 10 meq/L
Kenaikan pH 0,15 setara kenaikan base 10 meq/L demikian juga penurunan.
Kenapa demikian?
base (25,4 meq/L) normal
pH = 6,1 + log ------------------------------------
acid (1,27 meq/L) PaCO2 40 mm Hg
Sekiranya base meningkat dari 25,4 menjadi 35,4 maka :
35,4
pH =
6,1 + log ---------
1,27
= 6,1 + 1,445 = 7,545.
Jadi perubahan base 10
meq/L sebanding dengan perubahan pH (7,45-7,4)=0,15 unit.
Contoh(1):
PaCO2 52 mm Hg, pH 7,30
Kenaikan PaCO2 =
52 - 10 = 12 mm Hg, kenaikan PaCO2 10 mmHg
sebanding dengan
penurunan pH 0,08 unit.
Kenaikan PaCO2 12 mm Hg = 12/ 10 x 0,08 unit= 0,1 unit.
Jadi pH seharusnya = 7,4 - 0,1 = 7,3, terlihat pH yang dihitung = pH yang
diukur. Dengan demikian
tak ada komponen metabolik hanya ada acidosis
respiratorik murni.
Contoh (2):
PaCO2 50 mm Hg, pH 7,26
Kenaikan PaCO2 = 50 - 40 = 10 mm Hg. sebandimg dengan penurunan pH
0,08 unit.
0,08 unit.
Jadi pH yang dihitung = 7,4 - 0,08 = 7,32,kenyataan pH yang diukur 7,26.
Selisih pH yang dihitung
dengan yang diukur = 7.32 - 7,26 = 0,06.
Penurunan pH 0,15 sebanding penurunan base 10 meq/L.
Penurunan pH o,06
= 0,06 / 0,15 x 10 meq/L = penurunan base 4 meq/L.
Jadi base excess = - 4 meq /L.
Kesimpulannya suatu acidosis respiratorik dengan metabolik asidosis yang
menyertainya.
Bila PaCO2 normal maka komponen respiratorik bisa disingkirkan.
Harold A Braun cs menetapkan acidosis
/alkalosis yang murni berdasarkan rumus berikut: (20)
A.Respiratorik acidosis murni :
Akut
: pH turun 0,08 setiap PaCO2 naik 10 mm Hg.
Kronis
: pH turun 0,03 setiap PaCO2 naik 10 mm Hg.
B. Respiratorik alkalosis murni :
Akut
: pH naik 0,1 setiap PaCO2 turun 10 mm
Hg.
C. Metabolik acidosis murni:
PaCO2 = (1,54 x
HCO3 ) + 8
Contoh:
PaCO2 = 38 mm Hg ,pH
7,22, bikarbonat = 15 meq/L.
PaCO2 = ( 1,54 x 15
) + 8
= 31,10
Kelihatannya PaCO2 yang dihitung
lebih rendah dari PaCO2 diukur.
Jadi bukan metabolik acidosis
murni tetapi metabolik acidosis dengan kompensasi
respiratorik alkalosis.
respiratorik alkalosis.
Metode Peter A Stewart:
Banyak masalah asam basa pada pasien kritis yang tidak dapat dijelaskan dengan pendekatan Handerson-Hasselbach.
Banyak masalah asam basa pada pasien kritis yang tidak dapat dijelaskan dengan pendekatan Handerson-Hasselbach.
Pendekatan Stewart berdasarkan kenetralan elektrik dan
konservasi massa.
Dalam larutan encer jumlah ion bermuatan positip harus
sama dengan jumlah ion yang bermuatan negatif ini yang dimaksud dengan
kenetralan elektrik sementara konservasi massa maksudnya jumlah suatu substansi
tetap konstan kecuali dia ditambah atau dibentuk, diambil atau dihancurkan.
Dalam air murni konsentrasi H ion harus sama dengan
konsentrasi OH. Setiap perubahan komposisi elektrolit dalam suatu larutan akan
menimbulkan perubahan H dan OH ion. Untuk mempertahankan prinsip kenetralan
elektrik, misalnya peningkatan ion Cl bermuatan negatif akan meningkatkan H ion
yang disebut acidosis. Karena kenaikan H ion akan menurunkan OH, maka bisa
disebut penurunan OH membuat acidosis dan kenaikan OH menimbulkan alkalosis.
Konsentrasi ion hidrogen ditentukan secara independen oleh tiga variabel yaitu
strong ion difference (SID), konsentrasi total asam lemah non volatile ( ATOT),
dan PCO2.
Yang dimaksud dengan ion kuat adalah ion yang sempurna
/hampir sempurna berdisosiasi.
Umpama kalau kita melarutkan NaCl kedalam air maka
larutan tersebut akan mengandung ion Na,Cl,H dan OH dan molekul H2O. Baik ion
Na maupun Cl tak akan bersenyawa dengan ion H, maupun OH membentuk NaOH atau
HCl karena ion Na dan Cl merupakan ion-ion yang kuat yang selalu
berdisosiasi sempurna. Ion-ion kuat itu umumnya inorganik namun ada juga
yang organik seperti laktat, sebenarnya ion lemah tapi sebab pKa laktat 3,9
pada pH fisiologis laktat akan berdisosiasi secara sempurna.Umumnya setiap zat
yang mempunyai konstanta disosiasi > 10.000 meq/L dianggap sebagai
ion-ion kuat.
Jadi istilah strong bukan strong concentrated solution
tapi strong discociated. Jumlah total dari konsentrasi asam-asam lemah (Atot)
terdiri dari protein dan fosfat inorganik.
Kadar fosfat kecil dianggap tak berperan kecuali dalam
jumlah yang sangat besar. Protein plasma terdiri dari albumin dan globulin
namun albumin paling berkontribusi. Setiap penurunan kadar albumin plasma akan
menyebabkan alkalosis sebaliknya peningkatannya menyebabkan asidosis. SID
berarti perbedaan antara kation dan anion (ion Na + K + Ca + Mg ) - ( Cl
+laktat)
Nilai normalnya pada orang sehat 40 - 42 meq /L.
Inti pendekatan Stewart adalah yang merubah
konsentrasi ion H adalah salah satu atau lebih dari tiga varibel independen
tadi bukan H ion atau HCO3 ion.
Fenci cs membuat klasifikasi gangguan asam basa
berdasarkan metode Stewart,
Acidosis ! Alkalosis
---------------------------------------------------------------------------------------
I Respiratory PCO2 naik ! PaCO2 turun
II Non Respiratory (metabolik):
I Respiratory PCO2 naik ! PaCO2 turun
II Non Respiratory (metabolik):
1.Abnormal SID:
a.Water excess/deficit
SID & Na turun
! SID&Na naik
b.Imbalance of strong
anion
aa.CL excess/deficit SID turun, Na naik
! SID naik&Cl turun
ab.Unidentified anion SID turun, NA naik!
2.Non volatile weak acids:
a. Serum
albumin
naik
! turun.
b. Inorganik
fosfat
naik !
turun.
---------------------------------------------------------------------------------------------
Perubahan SID dapat disebabkan oleh :
1.Kelebihan atau kekurangan cairan dalam plasma dimana
anion atau kation kuat akan
terdilusi atau terkonsentrasi (dilutional acidosis) atau concentrational alkalosis)
2.Perubahan konsentrasi ion Chlorida.
terdilusi atau terkonsentrasi (dilutional acidosis) atau concentrational alkalosis)
2.Perubahan konsentrasi ion Chlorida.
3.Perubahan konsentrasi anion kuat yang lain.
ad.1.Acidosis karena dilusi :( dilutional
acidosis ):
Air akan
mendilusi elektrolit sehingga relatif konsentrasi akan berubah terjadi
penurunan SID menyebabkan acidosis.
penurunan SID menyebabkan acidosis.
Contoh: Plasma
dianggap sebagai 1 liter air mengandung Na 140 meq
dan Cl 110 meq berarti SID =140-110=30 meq.
Kalau ditambah 1 liter air maka volume larutan menjadi 2 liter
(terdilusi) sehingga
Na =140/2 =70 meq/ L dan Cl =110/2=55 meq/L, sehingga SID menjadi
(70-55)= 15 meq.
Na =140/2 =70 meq/ L dan Cl =110/2=55 meq/L, sehingga SID menjadi
(70-55)= 15 meq.
Terjadilah dilutional acidosis, karena penurunan SID.
Kalau satu liter plasma (Na 140 meq/L,Cl
102 meq/L) ditambah larutan NaCl
0,9% ( Na 154 meq /L,Cl 154 meq/ maka hasilnya adalah
Na(140 + 154)/2
= 147 meq/L dan Cl(102 + 154)/2 = 128 meq/L sehingga
SID menjadi
(147-128))=19 meq/L.SID menurun terjadi acidosis.
Maka dilusi asidosis dikoreksi dengan NaCl phys,
keliru, umpama pada operasi
TUR prostectomi .
TUR prostectomi .
Terapi yang tepat adalah pemberian Na Laktat.
Plasma (Na 140 meq/L,Cl 102 meq/L (SID
=38) ditambah
RL (Na 137 meq/L,Cl i09 meq/L,laktat
28 meq (SID 0)
-------------------------------------
hasilnya Na 277/2 meq/L, Cl 211/2 meq/L, laktat =0
SID = 138,5 - 105,5 = 33 meq/L
lebih alkalosis
dibanding
pemberian NaCl 0,9%.
laktat 0 meq/L
karena termetabolisis
ad.1b. Concentrational alkalosis:
Penyusutan jumlah cairan meningkatkan konsentrasi Na
dan Cl. Satu L larutan dengan komposisi Na 140 meq,Cl 102 diuapkan jadi 0,5
liter maka konsentrasi Na jadi 280 meq danCl 204, maka SID 280-204 =76
meq/L terjadi alkalosis.
Umpama pada dehidrasi, retriksi cairan.
ad.2a.Hiperkloremik asidosis:
Hiperkloremik akan menyebabkan asidosis peningkatan
ion H akibat penurunan SID. Plasma (Na 140 meq/L ,Cl 102) (SID=38) bila
Cl naik jadi 130 meq/L maka SID jadi 10
meq/L, asidosis.
Biasanya akibat penambahan cairan yang komposisi Cl
sama dengan Na seperti NaCl o,9%, starch in saline. Terapi yang tepat adalah
meningkatkan SID, bisa diberikan Na bikarbonat atau anion yang gampang
dimetabolisisr seperti Na Laktat, atau Na Asetat.
ad.2b: Hipokloremik alkalosis:
Penurunan Cl akan menaikan SID menyebabkan penurunan H
terjadi alkalosis, sering akibat pengisapan cairan lambung mengurangi distensi
atau akibat muntah-muntah.
Plasma (Na 140 meq/L.Cl 102 meeq/L)(SID= 38 meq/L)
kehilangan Cl kadar Cl menjadi 90 meq sehingga SID menjadi 50 meq/L; meningkat
menyebabkan penurunan ion H sehingga alkalosis.
Terapinya dengan pemberian larutan NaCl 0,9%. Plasma
yang hipokloremik (Na 140 meq/L,Cl 95 meq/L SID 45 tambah larutan
NaCl0,9%( Na 154 meq/L,Cl 154meq/L,SID 0
Hasilnya :
Na
147 meq/L ,Cl 125 meq/L
SID =22 meq/L.
Note: Bila SID >38
alkalosis, bila < 38 asidosis.
ad.3. Peningkatan ion-ion yang tak teridentifikasi:
Setiap peningkatan dari anion-anion tersebut akan
menurunkan SID, sehingga terjadi asidosis seperti laktat asidosis,
ketoasidosis, gagal ginjal(sulfat dan fosfat) atau keracunan salisilat.
Cara mengkoreksi asidosis dengan bikarbonat
perhitungannya sebagai berikut.
A. Menurut Mark B Revin
:(Golden Rules III).
base deficit (meq/L) x BB
Deficit bikarbonat =
---------------------------
4
B. Menurut
Harold A Braun:
meq bikarbonat = (BB x 0,5) x (
24 - HCO3 yang diukur).
Biasanya diberikan separoh dosis segera, kemudian pH
ditetapkan lagi. Dalam situasi cardiac arrest bila pH menurun akut, bisa
diberikan dalam dosis penuh agar cepat kembali ke pH normal, tetapi pada kasus
non cardiac arrest pemberian dosis penuh tak dianjurkan karena akan terjadi
pergeseran ion yang cepat antara dalam dan luar cell yang bisa menimbulkan
cardiac aritmia atau kejang-kejang.
Pada kronik metabolik asidosis pemberian natrium
bikarbonat sebaiknya dengan satu bolus 50% koreksi dilanjutkan dengan
infus drip yang lambat. Harus diikuti pemeriksaan BGA (AGD) yang
berulang-ulang. Terlalu banyak natrium bikarbonat akan menyebabkan metabolik
alkalosis, hipokalimia disritmia sampai koma bila timbul hiperosmolariti.
Pada pasien COPD dengan retensi CO2 tubuh telah
mengakumulasi natrium bikarbonat untuk mempertahankan pH mendekati normal ini
yang disebut compensated respiratory
acidosis.
Kepustakaan:
1. Atkinson RS, Synopsis of Anesthesia, 6th edit, The
English Book Society and John Wright & sons. Bristol, pp 907-8,
1977.
2. Brawn AH, Cheney WF, Lochnen PC, Introduction to
Respiratory physiology, 2nd edit. Little Brown & Company, Boston, pp
20-3,46-53,78-90,1980.
3. Fhomtom LH, Perkins Norton DN, Emergency
anesthesia, 2nd edit, Edward Arnold Publishers Ltd, London, pp 451-6,1974.
4. Goud Sozien CN, Karamanian A, Physiology For
the Anesthesiologist, Appleton Century Crofts, Newyork, pp 213-231,1977.
5. Levin MR, Pediatric Respiratory Intensive Care
Handbook, Toppan Company Ltd. Singapore, pp.19-35,1976.
6. Ravin B.Mark, Problem in Anesthesia, 1st edit.
Little Brown and Company, Boston, pp.111-114,1981.
7. Soedman JL, Saith Ty N, Monitoring in Anesthesia, A
Wiley Medical Publication, Newyork, Brisbane. Toronto, pp.43-4,1978.
8. Tscherron B, Anesthesia Complication, Hans Huber
Publishers, Bern Stutgart Viena, pp.70-6,1980.
9. Wiraatmaja K, Beberapa masalah keseimbangan asma
basa,Bagian Anestesiologi ,Faked,Unair, Surabaya.
10. Majid
S.A, Pengaturan asam basa menurut Stewart, Majalah Anesthesia and Critical
Care, vol.26, no.2, Mei 2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar