CEDERA MEDULLA
SPINALIS
1.1
PENGERTIAN
Cedera
spinal biasanya fraktur atau cedera lain pada tulang vetrebrata.Vertebra yang
paling sering mengalami cedera adalah medulla spinalis pada daerah
servikal(leher) ke-5,6 dan 7,torakal ke-12dan lumbal pertama.Verterba ini
adalah paling rentang karena ada rentang mobilitas yang lebih besar dalam
kolumna vertepral dalam area ini. Korda spinalis itu sensiri, yang terletak
didalam kolumna vertebralis,dapat terpotong,tertarik,terpilin,atau
tertekan.Kerusakan pada kolumna vertebralis atau korda dapat terjadi disetiap
tingkatan.Kerusakan korda spinalis dapat mengenai seluruh korda atau hanya
separuhnya.Demikian juga, kerusakan pada spinal dapat menyebabkan dispungsi
temporer atau kerusaka permanen apbila korda spinalis mengalami trasseksi
(terputus).
Sebagian besar kerusakan pada medula
spinalis terjadi pada saat cidera.Cidera medula spinalis sekunder terjadi
karena gerakan kolumna vertebralis yang tidak stabil;cidera yang terjai adalah
akibat gerakan medula spinalis terhadap fragmen tulang tajam yang menonjol
dalam kanalis vertebralis,dan akibat tekanan yang terus menerus pada medula
spinalis.
Perubahan primer yang terjadi
setelah cidera medula spinalis adalah pendarahan kecil dalam substansia grisea
akibat berkurangnya aliran darah medula spinalis dan hipoksia yang diikuti oleh
edema.
Apabila medula spinalis putus
total,dua bencana fungsional akan terlihat :
1.
Semua aktifitas
voluntar pada bagian tubuh yang dipersarafi oleh segmen-segme medula spinalis
tersebut akan hilang selamanya.
2.
Semua sensasi yang
tergantung pada intregritas lintasan asendens medula spinalis akan hilang.
1.2
ETIOLOGI
Penyebab tersering cidera spinalis adalah kecelakaan
mobil,kecelakaan motor
cidera ditempat
industri,luka akibat tembakan atau pisau,olah raga,dan paling banyak
adalah akibat jatuh.
1.3
PATOFISIOLOGI DAN
DAMPAK PENYIMPANGAN KDM
Kerusakan medula spinalis dari komorsio sementara (dimana
pasien sembuh.
sempurna ) sampai
kontusio,laserasi,dan komperensi substansi medula (baik salah satu atau dalam
kombinasi),sampai transaksi lengkap medula (yang membuat pasien paralisis
dibawah tingkat cidera).
Bila hemoragi terjadi pada daerah
spinalis,darah dapat merembes keekstra dural,subdural,atau daerah subarakhloid
pada kanal spinal.Setelah terjad kontisio atau robekan akibat
cidera,serabut-serabut saraf mulai membengkak dan hancur.Sirkulsi darah
kesubtansia grisea medula spinalis menjadi terganggu.
Daerah lumbal adalah daerah yang
paling sering mengalami herniasi nukleus pulposus. Kandungan air diskus berkurang
bersamaa dengan bertambahnya usia. Selain itu,serabut-serabut itu menjadi kasar
dan mengalami hialinisasi yang ikut membantu terjadinya perubahan kearah hernia
nukleus pulposus melalui anulus,dan menekan radiks saraf spinal.
PENDARAHAN MIKROSKOPIK
Pada semua cidera madula spinalis
atau vertebra,terjadi perdarahan-perdarahan kecil.Yang disertaireaksi
peradangan,sehingga menyebabkan pembengkakan dan edema dan mengakibatkan
terjadinya peningkatan tekanan didalam dan disekitar korda.Peningkatan tekanan
menekan saraf dan menghambatalira darah sehingga terjadi hkposia dan secara
drastis meningkatkan luas cidera korda.Dapat timbul jaringan ikat sehingga
saraf didarah tersebut terhambat atau terjerat.
HILANGNYA SESASI, KONTROL MOTORIK, DAN
REFLEKS.
Pada cidera spnal yangparah,
sensasi,kontrol motorik, dan refleks setingg dan dibawah cidera korda lenyap.
Hilangnya semua refleks disebut syok spinal. Pembengkakan dan edema yang
mengelilingi korda dapat meluas kedua segen diatas kedua cidera. Dengan demkian
lenyapnya fungsi sensorik dan motorik serta syok spinal dapat terjadi mulai
dari dua segmen diatas cidera. Syok spnal biasanya menghilang sendiri, tetap
hilangnya kontor sensorik dan motorik akan tetap permanen apabila korda
terputus akan terjadi pembengkakan dan hipoksia yang parah.
SYOK SPINAL.
Syok spinal adalah hilangnya secara akut semua
refleks-refleks dari dua segme diatas dan dibawah tempat cidera.
Repleks-refleks yang hilang adalah refleks yang mengontrol postur, fungsi
kandung kemih dan rektum, tekanan darah, dan pemeliharaan suhu tubuh. Syok
spinal terjadi akibat hilangnya secara akut semua muatan tonik yang secara
normal dibawah neuron asendens dari otak, yang bekerja untuk mempertahankan
fungsi refleks.Syok spinl biasanya berlangsung antara 7 dan 12 hari, tetapi
dapat lebih lama. Suatu syok spinal berkurang dapat tmbul hiperreflekssia, yang
ditadai oleh spastisitas otot serta refleks, pengosongan kandung kemih dan
rektum.
HIPERREFLEKSIA OTONOM.
Kelainan ini dapat ditandai oleh
pengaktipan saraf-saraf simpatis secar refleks, yang meneyebabkan peningkatan
tekanan darah. Hiper refleksia otonom dapat timbul setiap saat setelah
hilangnya syok spinal. Suatu rangsangan sensorik nyeri disalurkan kekorda
spnalis dan mencetukan suatu refleks yang melibatkan pengaktifan sistem saraf
simpatis.Dengan diaktifkannya sistem simpatis,maka terjadi konstriksi
pembuluh-pembuluh darah dan penngkatan tekanan darah sistem
Pada orang yang korda spinalisnya
utuh,tekanan darahnya akan segera diketahui oleh baroreseptor.Sebagai respon
terhadap pengaktifan baroreseptor,pusat kardiovaskuler diotak akan meningkatkan
stimulasi parasimpatis kejantung sehingga kecepatan denyut jantunhg melambat,demikian
respon saraf simpatis akan terhenti dan terjadi dilatasi pembuluh darah.Respon
parasimpatis dan simpatis bekerja untuk secara cepat memulihkan tekanan darah
kenormal.Pada individu yang mengalami lesi korda,pengaktifan parasimpatis akan
memperlambat kecepatan denyut jantung dan vasodilatasi diatas tempat cedera,namun
saraf desendens tidak dapat melewati lesi korda sehngga vasokontriksi akibat
refleks simpatis dibawah tingkat tersebut terus berlangsung.
Pada hiperrefleksia otonom,tekanan
darah dapat meningkat melebihi 200 mmHg sistolik,sehingga terjadi stroke atau
infanr miokardium.Rangsangan biasanya menyebabkan hiperrefleksia otonom adalah
distensi kandung kemih atau rektum,atau stimulasi reseptor-reseptor permukaan
untuk nyeri.
PARALISIS
Paralisis adalah hilangnya fungsi
sensorik dan motorik volunter.Pada transeksi korda spinal,paralisis bersifat
permanen.Paralisis ekstremitas atas dan bawah terjadi pada transeksi korda
setinggi C6 atau lebih tinggi dan disebut kuadriplegia.Paralisis separuh bawah
tubuh terjadi pada transeksi korda dibawah C6 dan disebut paraplegia.Apabila
hanya separuh korda yang mengalami transeksi maka dapat terjadi hemiparalisis.
1.4 MANIFESTASI KLINIK
1.
Jika dalam keadaan
sadar, pasien biasanya mengeluh nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar
sepanjang saraf yang terkena.
2.
Hilangnya sensasi
kontrol motorik da repleks dibawah tingkat cdera akan segera terjadi.Suhu tubuh
akan mencerminkan suhu lingkungan, dan tekanan darah akan menurun.
3.
Kecepatan denyut nadi
sering normal disertai tekanan darah normal.
4.
Tingkat neurologik
bagian bawah mengalami paralisis sensori da paralitik total, kehilangan kandung
kemih dan usus besar (biasanya terjadi retensi urine dan distensi kandung
kemih, penurunan keringat dan tonus vaso motor, dan penurunan tekanan darah
diawali dengan resistensi vaskuler verifer.
5.
Pada cidera medula servikal
tinggi, kegagalan pernapasan akut adalah penyebab utama kematian.
1.5 PERANGKAT DIAGNOSTIK
1.
Pemeriksaan fisik
ditambah CT scan dan MRI akan
mengidentifikasi cedera dan edema vertebra serta korda spinalis.
2.
Diagnostik dengan
sinar-x (sinar-x pada spinal servikal lateral).
3.
Pemantauan EKG kontinu
merupakan indikasi karena brakikardia (perlambatan frekuensi jantug) dan
asistole (standstill jantung) mum terjadi pada cidera servikal akut
1.7 ASUHAN KEPERAWATAN MEDULA SPINALIS
1.7.1 PENGKAJIAN
Pola pernapasan harus diobservasi, juga
dikaji kekuatan batuk pasien serta diauskultasi paru-paru karena paralisis
abdominal dan otot pernapasan yang menyebabkan penurunan batuk dan membuatnya sulit
membersihkan sekresi bronkial dan paring. Ekskursi dada juga menurun.
Pasien dipantau dengan adanya perubaha
fungsimotorik dan sensorik dan gejala kerusakan neurologik progresif. Pada
tahap awal cidera medula spinalis tidak mungkin untuk menentukan apakah medula
telah memburuk karena tanda dan gejala edema medula tidak dapat dibedakan dari
transseksi medula. Edema medula medula spinalis dapat tejadi dengan cidera
medula berat dan dapat terus menurunkan fungsi medula spinalis.
Fungsi sesorik dan motorik dikaji melalui
pemeriksaan neurologik cermat. Temuan ini dicatat sehingga perubahan atau
kemajuan dari status data dasar neurologik dapat dievaluasi dengan akurat.
1.
Kemampuan motorik
dikaji dengan meminta pasien meregangkan jari-jari tangan, meremas tangan
pemeriksa dan menggerakkan jaribu kaki atau membalik kaki.
2.
Sensasi dikaji dengan mencubit
kulit atau menusuk kulit dengan ujung patahan lidi kapas, mulai dari tingkat
bahu dan berjalan turun kedua sisi ekstremitas. Pasien ditanya apakah sensasi
dirasakan.
3.
Adanya penurunan pada
fungsi neurologik dilaporkan dengan segera.
Pasien juga dikaji terhadap adanya syok
spinal, dimana terjadi kehilangan repleks kompleks, motorik, sensori, dan
aktifitas autonom dibawah tingkat lesi, yang menyebabkan paralisis kandung
kemih dan distensi.Palpasi abdomen bagian bawah dipalpasi terhadap tand-tanda
retensi urine dan distensi kandung kemih yang berlebihan.Kaji dengan ketat
dilatasi lambung dan usus karena atonik usus besar sebagai gangaguan autonom.
Suhu dipantau karena pasien dapat mengalami periode
hipertermia sebagai akibat perubahan
kontrol suhu karena gangguan aoutonom.
1.7.2DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Berdasarkan data pengkajian,
diagnosa keperawatan utama pasien terdiri dari:
1.
Pola napas tidak
efektif dengan kelemahan dengan paralisis otot abdominal dan interkostal serta
ketidak mampuan untuk membersihkan sekresi.
2.
Kerusakan mobilitas pisik
yang berhubungan dengan sensorik dan motorik
3.
Kerusakan terhadap
intregitas kulit yang berhubungan dengan kehilangan sensori dan imobilitas.
4.
Retensi urinarius yang
berhubungan dengan ketidak mampuan untuk berkemih spontan.
5.
Konstipasi berhubungan
adanya atonik kolon sebagai akibat gangguan autonomik.
6.
Nyeri dan ketidaknyamanan
yang berhubungan dengan pengobatan dan namanya imobilitas.
1.7.3 INTERVENSI
KEPERAWATAN
1.
Pola napas tidak
efektif dengan kelemahan dengan paralisis otot abdominal dan interkostal serta
ketidak mampuan untuk membersihkan sekresi.
Kriteria evaluasi: mempertahankan kesejajaran yang tepat
dari spinal tanpa cidera medula spinalis lanjut.
# Pertahankan tirah baring dan alat-alat imobilisasi seperti traksi,
halobrace, polar leher, bantal pasir
dan sebagainya.
2.
Kerusakan mobilitas
pisik yang berhubungan dengan sensorik dan motorik
3.
Kerusakan terhadap
intregitas kulit yang berhubungan dengan kehilangan sensori dan imobilitas.
4.
Retensi urinarius yang
berhubungan dengan ketidak mampuan untuk berkemih spontan.
5.
Konstipasi berhubungan
adanya atonik kolon sebagai akibat gangguan autonomik.
6.
Nyeri dan
ketidaknyamanan yang berhubungan dengan pengobatan dan namanya imobilitas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar