Dasar Dasar Ventilasi Mekanik
PENDAHULUAN
Tahun 1934
tuan Guedel buat pertama kalinya memperkenalkan nafas terkendali (control
respirasi) dalam dunia anestesi.
Problema
pneumothorak pada kasus-kasus thoracotomi yang berpuluh tahun menjadi momok
bagi ahli bedah dan anestesi kini dapat diatasi dengan pernafasan terkendali.
Lebih luas
lagi penggunaan pernafasan terkendali dalam menciptakan kondisi operasi yang
optimal, bersamaan dengan penggunaan obat-obat pelemas otot sangat banyak
membantu ahli bedah dan anestesi memperpendek masa operasi, penghematan
penggunaan darah dan obat-obat anestesi serta cepatnya masa pemulihan. Kemudian
lebih dikembangkan lagi dalam mencegah atau mengatasi kegagalan
pernafasan dengan penggunaan alat mekanis (ventilator) di unit perawatan
intensif. Demikian banyaknya manfaat yang diberikannya namun tak sedikit juga
masalah yang ditimbulkannya.
DEFINISI
VENTILASI MEKANIK
Ventilasi
mekanik adalah ventilasi yang sebagian atau seluruhnya dilaksanakan dengan
bantuan mekanis.
TUJUAN
VENTILASI MEKANIK
1. Memperbaiki
pertukaran gas (Mengatasi hipoksemia, Menurunkan hiperkarbia, Memperbaiki
asidosis respiratorik akut)
2.
Mengatasi distress nafas
(Menurunkan konsumsi oksigen, Menurunkan beban kerja otot nafas)
3.
Memperbaiki ketidakseimbangan
(Membuka atelektase, Memperbaiki compliance, Mencegah cedera paru lebih lanjut)
4.
Kontrol eliminasi CO2
(Penderita dengan TIK meningkat)
5.
Menurunkan kerja jantung
(Gagal jantung)
6.
Profilaksis (Pasca operasi
bedah besar)
INDIKASI
VENTILASI MEKANIK
· Gagal nafas akut
Hiperkapnik
(tipe 2) : Gagal pompa
ventilasi, Gagal mekanik ventilasi, PaCO2 > 45 mmHg, pH <
7.30, (Ganggaun : pusat nafas, otot nafas, jalan nafas, dinding
dada, saraf Perifer)
Hipoksemik
(tipe 1) : Gagal pertukaran gas, Gagal untuk oksigenasi,
PaO2 < 55 mmHg dengan FiO2 > 60%, (Ganggauan pada
paru – alveoli, jantung)
Kombinasi tipe 1 dan 2
· Pencegahan ancaman gagal nafas
KRITERIA
PONTOPPIDAN
Criteria |
Normal |
Close Monitoring, Oxygen
Physical Tx
|
Intubation Ventilation
Trakeostomi
|
Mechanics :
• Respiratory rate/Min
• Vital capacity ml/kg
• Inspiratory force cmH2o
|
12 -25
70 – 30
100 - 50
|
25 – 35
30 – 15
50 – 25
|
>35, <10
< 15
< 25
|
Oksigenation :
• A – a DO2
mmHg
• PaO2 mmHg
|
50 – 200
100 – 75
(air)
|
200 – 350
200 – 70
(mask O2)
|
> 350
< 70
(mask O2)
|
Ventilation :
• VD/VT
• PaCO2 mmHg
|
0,3 – 0,4
35 – 45
|
0,4 – 0,6
45 – 60
|
> 0,6
> 60
|
VENTILATOR
Alat untuk
memberikan ventilasi buatan secara mekanis.
Ada 2
macam :
a. Ventilator tekanan negatif.
Ventilator
ini membuat tekanan negatif (tekanan < 1 atmosfer) di sekeliling tubuh
sehingga dada akan mengembang akibatnya tekanan intrathorakal dan alveolar
turun dan udara luar masuk keparu.
Contoh :
Cabinet ventilator, kepala asien saja diluar ventilator.
Cuirass ventilator , hanya dada dan abdomen saja didalam ventilator.
b. Ventilator tekanan positif.
Ventilator
ini disebut juga intermitten pressure ventilator, memberikan tekanan positif
diatas 1 atmosfer (dalam hal ini satu atsmosfer dianggap sama dengan nol ),
pada jalan nafas (airway) untuk memventilasi paru.
Di klassifikasikan kedalam 3 type:
1. Pressure cycle ventilator: Prinsipnya : Inspirasi akan
berakhir bila tekanan yang ditetapkan (preset pressure) telah dicapai tidak
perduli tidal volume cukup atau tidak. Lama jnspirasi tergantung pada kecepatan
aliran gas inspirasi (inspiratory flow rate), makin tinggi flow rate makin
cepat cycling. pressure dicapai makin pendek pendek masa inspirasi. Setiap ada
obstruksi ,penurunan compliance paru,atau peninggian tonus otot polos saluran
pernafasan akan mempercepat tercapainya cycling pressure.Dalam hal ini tidal
volume berubah2 tergantung kondisi paru, oleh karena itu selama penggunaan
pressure cycle ventilator expired tidal volume harus diukur sesering mungkin
untuk mencegah atau mendeteksi terjadinya hypo atau hyperventilasi.
Untungnya terbatas tekanan maksimum pada airway sehingga bahaya barotrauma
minimal dan mampu mengkompensir kebocoran circuit. Sikap kita penggunaan
pressure cycle ventilator hanya untuk paru yang sehat dan jangka pendek. Contoh:
Bird, Bennet PR-2.
2. Volume cycled ventilator : System ini inspirasi akan berakhir
bila volume yang ditetapkan (preset volume) telah dicapai tanpa memandang
tekanan yang ditimbulkannya ,mampu mengkompensir perubahan pulmonal tapi
tak bisa mengkompensir kebocoran circuit. Dalam hal ini tidal volume konstant
sementara tekanan airway berubah2 sesuai kondisi paru sehingga bisa saja
mencapai tekanan yang cukup tinggi untuk menimbulkan barotrauma. Untuk ini
perlu valve yang membatasi kenaikan tekanan yang berlebihan (tekanan inflasi)
yang dianggap optimal 20-30cmH2O. Disamping keuntunganya dengan tidal
volume yang konstant, jeleknya mesin tetap memompa walaupun telah terputus
hubungan dengan pasien untuk itu perlu system alarm untuk mencegahnya. Walaupun
tidal volume konstant namun pengukuran tidal volume secara periodik diperlukan
kemungkinan adanya kebocoran circuit. Contoh: Engstoom, RCF4, Servo, Bear,
Bourns.
3. Time cycled ventilator : Dalam system ini masa inspirasi
akan berakhir bila waktu yang telah ditetapkan (preset time) telah
dicapai. Dengan model
ini tidal volume konstant tidak tergantung kondisi paru Walaupun dapat
memberikan tidal voliume yang konstant untuk menyesuaikan tidal volume kita
perlukan intergrasi ketiga komponen yaitu inspiratory flow rate,inspirasi time
dan inspirasi expirasi ratio. Contoh : Engstroom, Radeliff.
Kebutuhan
pokok suatu ventilator adalah mampu memberikan tidal volume yang stabil, dalam
menghadapi hambatan trehadap pengembangan paru ,harus mampu memberikan tidal
volime dengan flow yang adekuat mempertahanlkan minute ventilation dengan
perbandingan masa inspirasi dan expirasi minimal 1:1 dalam adanya
resistensi yang tinggi terhadap inflasi paru.
BEBERAPA PENGERTIAN
Untuk
mempermudah pengertian dalam membicarakan ventilasi mekanik beberapa istilah
mutlak harus diketahui.
Respiratory cycle : Cyclus saat mulai inspirasi sampai kembali mulai inspirasi.,terdiri dari 2 fase:
Respiratory cycle : Cyclus saat mulai inspirasi sampai kembali mulai inspirasi.,terdiri dari 2 fase:
1.
Fase
inspirasi (inflasi).
2.
Fase
expirasi (exhalasi) trediri dari:
·
Fase deflasi
·
Fase
expiratory pauze.
I : E ratio : Perbandingan lamanya fase inspirasi dan expirasi.
Paling baik masa
fase expirasi lebih dari setengah respiratory cycle. Untuk mengurangi hambatan
terhadap circulasi minimal I:E ratio 1:1 lebih baik 1:2 atau 1:3. Kalau
frekuensi nafas 15x/menit,dan I: E ratio 1:3 maka masa inspirasi
1/4 respiatory cycle, = 1/4 x 60/15 detik = 1 detik.sedangkan masa expirasi = 3
detik.
Bila masa
inspirasi > 1,5 detik,akan terjadi gangguan circulasi bila kurang dari
0,5 detik akan timbul gangguan distribusi udara (ventilasi) dimana VD/VT
ratio > 50%.
Peak pressure : Tekanan maksimum yang dicapai pada jalan nafas pasien selama berlangsungnya ventilasi mekanik. Durasi peak pressure menetukan bentuk gelombang tekanan positif. Bisa saja respiratory cycle dan besarnya peak pressure sama tapi durasi peak pressure beda. Beberapa ventilator bentuk gelonmbang tekanan positif bisa diatur. Ada bentuk segitiga ,dome dan trapezium. Ini penting untuk pengembangan atelectase baik dipilih bentuk trapezium, sementara bentuk segi tiga dipakai untuk kondisi hipovolemik.
Peak inspiratory flow rate : Kecepatan aliran gas maksimum yang diberikan selama inspirasi agar tidal volume yang cukup tercapai. Besarnya yang diberikan tergantung pada masa inspirasi dan besarnya tidal volume yang diinginkan.Pada tidal volume yang konstant besarnya inspiratory flow rate yang menetukan panjang pendeknya masa inspirasi. Jadi inspirasi expirasi ratio ditentukan oleh inspiratory flow rate, frekuensi nafas & tidal volume. Kita inginkan I:E ratio 1:2 sedangkan frekuensi nafas 15 x/menit, sedang tidal volume diinginkan 800 cc, maka inspiratory flow rate bisa ditentukan :
Respiratory cycle = 60/15 detik = 4 detik.
Inspiratory time = 1/3 x 4 detik= 4/3
detik.
Ins,flow rate
= 800: 4/3 cc/detik
= 800x 4/3 x60 cc / menit.= 36 L /menit.
Pada orang
normal, sadar, peak insp, flow rate kira-kira 30 - 40 L / menit
(4 – 6 x minute ventilation).
Controled ventilation: Pernafasan pasien diambil alih seluruhnya oleh ventilator dimana pasien apnoe.
Assisted ventilation/ compensated ventilation: Pasien bernafas spontan tapi tidal volume tak ade- kuat,dibantu dengan ventilasi agar tidal volume adekuat. Dalam hal ini sebagian nafas pasien dikendalikan ventilator ,usaha inspirasi pasien membuat tekanan subatsmosferik pada jalan nafas mentriger respirator / ventilator agar memberikan ventilasi kepada pasien. Bila frekuensi nafas pasien > 30x / menit,maka inspirasi pasien tak cukup membuat tekanan negatif untuk mentriger ventilator .maka dengan kondisi seperti ini cara assisted tak ideal.
Intermittent mandatory ventilation (IMV): Konsep IMV ditemukan setelah kegagalan system assisted ventilation. Praktis dengan IMV menghilangkan penggunaan assisted ventilation. Dalam hal ini dibiarkan bernafas spontan dengan kecepatan sendiri,pada interval tertentu diberi ventilasi oleh ventilator tanpa memandang bentuk/frekuensi peenafasan pasien. Jeleknya kadang-kadang pasien menarik nafas serentak dengan ventilasi dari ventilator sehingga terjadi overdistensi alveoli. Penggunaan system IMV sangat populer dalam proses weaning (penyapihan dari ventilator).
Intermittent positive pressure pressure breathing (IPPB): Pemberian tekanan positif pada waktu inspiarsi sedangkan expirasi berjalan passif, tetapi pasien bernafas spontan tetapi bila pasien apnoe maka istilah breathing ditukar jadi ventilation atau intermittent positive pressurew ventilation (IPPV).
IPPV dengan pemberian tekanan
positif pada akhir expirasi (positive end expiratory pressure - PEEP)
disebut juga Continous Positive Pressure Ventilation (CPPV). Kalau pemberian
tekanan positif selama inspirasi sedangkan pada fase expirasi hanya pada fase deflasi
saja diberi tekanan negatif tetapi tidak pada fase expiratory pause maka
disebut Intermittent Positive Negative Pressure Ventilation ( IPNPV).
Bila tekanan negatif tersebut
diberikan selama periode expirasi disebut Negative End Expiratory Pressure
(NEEP).
Bila pada akhir inspirasi ,peak
pressure dipertahankan beberapa detik disebut End Inspiratory Pauze (EIP).
Penggunaan PEEP pada dasarnya adalah
bila dengan IPPV keadaan hipoksemi tak terkoreksi dimana dengan IPPV 50% O2 tak
mampu mempertahankan PaO2 sekitar70 mmHg. Harapan yang ingin dicapai dengan
system PEEP adalah :
·
Meningkatkan functional rasidual
capacity (FRC) diatas closing volume.
·
Membuka atelectase.
·
Mencegah penutupan small airway.
·
Mendorong cairan intra alveolar atau
interstitial kembali kedalam kapiler sehingga mengurangi odema pulmonum
Disebut PEEP optimal yaitu pada
tekanan berapa tercapai PaO2 maksimal tetapi dengan gangguan circulasi
yang minimal.,diperkirakan PEEP sebesar 5 cm H2O mampu menaikkan PaO2 sebesar
60 mm Hg. Harus diingat penggunaan PEEP justru akan lebih mengganggu circulasi
ketimbang IPPV karena selama resoiratory cycle tekanan tetap positif dalam
thorak. Tetapi untungnya tidak seluruh tekanan positif pada PEEP tersebut
ditransmisi kestruktur intra thorak apalagi kondisi paru dengan compliance yang
rendah.
Bila ada perdarahan, shock ataupun
obstruksi jalan nafas boleh dikatakan pemakaian PEEP tak ada respons dalam
memperbaiki hipoksemia / intrapulmonary shunting.
Penggunaan PEEP pada pernafasan
spontan disebut Continous Positive Pressure Breathing (CPPB) atau Continous
Positive Airway Pressure (CPAP).dimana selama pernafasan spontan diberi
ekanan positif baik selama inspirasi maupun akhir expirasi. Sebaiknya
penggunaan PEEP atau CPAP hati2 pda keadaan hipovolemi,maupun cardiac output
menurun tau meningginya tekanan intrakranial (ICP). Pemberiaqn tekanan negatif
pada waktu expirasi seperti IPNPV atau NEEP,diharapkan mampu mengurangi effek
tekanan positif pada venous return terutam pada pasien shock hipovolemik,
tetapi sebaiknya diperbaiki dengan blood volume expander dulu sementara NEEP
atau IPNPV diberikan.Jangan lupa IPNPV maupun NEEP bisa menimbulkan
atelectase/airway collaps untuk itu hanya digunakan kalau darurat saja.
Penggunaan EIP pada dasarnya agar terjamin distribusi ventilasi yang merata
tetapi effek gangguan circulasi menonjol.
SIGH : Adalah periodik hiperinflasi (extra large tidal volume). Secara periodik diberi tidal volume yang besarnya 2-3x normal tidal volume,untuk meningkatkan compliance paru mencegah mikro atelektasis yang mungkin timbul pada pasein yang diberi normal tidal volume terus menerus.Tetapi bila diberi tidal volume 12-15 cc/Kg BB ideal, dengan frekuensi pernfasan 10-12 x permenit ,sigh system tak diperlukan hanya sering bahaya alkalosis. Beberapa ventilator seperti Bear dilengkapi sarana sigh, biasanya daitur sigh voluime 2-3x tidal volume biasa,sementara frekuensinya 3-5 x per jam.
PEMANTAUAN
VENTILASI MEKANIK
1.
Pasien : Pemeriksaan fisik,
foto thorak, EKG, Sp O2, lab gas darah
2.
Interaksi pasien dengan
ventilator : Peak inspiratory pressure, exhaled tidal volume, minute volume,
rate, nafas spontan, trigger, mode ventilasi
3.
Ventilator : Sirkuit, Setting
humidifier, ventilator, Setting alarm
EVALUASI
·
Status Oksigenasi
o Parameter PaO2,
SpO2
o Mencapai PaO2,
SpO2 yang diinginkan dgn FiO2 terendah
o Variabel FiO2,
Mean airway pressure, I:E ratio
o Bila perlu
ditambah PEEP
·
Status Ventilasi
o Parameter
PaCO2
o Variabel
tidal volume, rate, dead space
o Atur minute
volume untuk PaCO2 yang diinginkan
o Waspada efek
samping
·
Perubahan mode
o CMV - ACV - SIMV - PS/VS - CPAP - weaning
o Tergantung
kondisi penderita, perbaikan atau perburukan yang terjadi
·
Status hemodinamik (Terjadi
gangguan hemodinamik pada awal ventilasi mekanik)
o Perubahan
tekanan negatif ke positif VR, SV, CO, tensi
o Perbaikan
ventilasi dan oksigenasi katekolamin , tonus simpatis , tonus vaskuler
o Pemberian
sedativa : tonus simpatis , tonus vaskuler
o Hipovolemia
o Terapi
vasoaktif dan cairan
PERBEDAAN
ANTARA PERNAFASAN TERKENDALI (CONTROLLED RESPIRATION) DENGAN PERNAFASAN SPONTAN
Kita ketahui
bahwa otot-otot pernafasan terutama diaphragma membantu memperbesar rongga
thorak, volume spesifik gas didalamnya meningkat, sementara tekanannya menurun.
Perbedaan antara
tekanan dalam pleura dan alveoli mengatasi elastisitas paru sedangkan perbedaan
tekanan antara alveoli dan udara luar mengatasai tahanan jalan nafas (airway
resistance).
Besarnya
perbedaan kedua tekanan ini berbeda satu dengan lainnya. Bila pernafasan tenang
tanpa obstruksi walaupun dengan kecepatan aliran gas yang tinggi, perbedaan
tekanan melalui airway (antara udara luar dan alveoli) lebih kurang 2 cm H2O
sementara antara alveoli dan intrapleural bervariasi dari -10 cm H2O pada akhir
inspirasi sampai -5 cm H2O pada akhir expirasi.
a.Tekanan intra pulmonal
Selama
pernafasan spontan udara luar masuk kedalam paru oleh karena perbedaan tekanan
yang ditimbulkan antara mulut dan alveoli. Perbedaan tekanan ini tak seberapa
oleh karena hanya untuk mengatasi airway resistance sedangkan usaha otot-otot
pernafasan dipakai untuk mengatasi elastisitas paru. Oleh karena tekanan pada
mulut adalah tekanan atmosfer maka tekanan didalam alveoli selama inspirasi
harus subatsmosfer. Menjelang akhir inspirasi tekanan dalam alveoli menjadi
atmosfer lagi. Bila expirasi dimulai tekanan dalam alveoli naik beberapa cm H2O
diatas atmosfer dan perlahan-lahan turun jadi atsmosfer lagi ketika paru kosong
(kempis).
Sebaliknya
selama respirasi terkontrol dengan tekanan positif tekanan di alveoli meningkat
dari satu atsmosfer sampai lebih kurang 16 cm H2O ( untuk tidal volume 800 cc
dengan compliance paru kira-kira 0.05 L / cm H2O ) dan selama expirasi tekanan
turun jadi atsmosfer lagi ketika paru kosong.
b.Tekanan intra pleural :
Selama
pernafasan spontan tekanan intrapleural normal lebih kurang - 5 cm H2O, pada
akhir expirasi. Selama inspirasi penurunan lebih besar lagi lebih kurang - 10
cm H2O, dan kembali jadi -5 cmH2O selama expirasi.
Pada
respirasi terkontrol bila tidal volume 800 cc, sedangkan compliance paru (CL)
0,05 L /cmH2O tekanan intrapleural meningkat selama inspirasi dari
-5cmH2O jadi + 3cmH2O dan turun jadi -5cmH2O lagi selama expirasi. Kenaikan
sebesar 8cm H2O ini diperoleh dari tidal volume dibagi compliance total
(compliance paru dan dinding dada, yaitu 800 : 2x50 =8).
HUBUNGAN
PEAK PRESSURE, COMPLIANCE & PEAK INSPIRATORY FLOW RATE
Agar udara
bisa mengalir dari luar ke alveoli, tekanan pada mulut selama inspirasi harus
lebih besar dari tekanan dalam alveoli sebaliknya selama expirasi tekanan pada
alveoli lebih besar dari tekanan pada mulut.
Pada akhir
inspirasi tekanan pada mulut sama dengan tekanan dalam alveoli. Pada expirasi
tekanan pada mulut turun cepat jadi nol sedangkan dalam alveoli turun lambat
sampai nol .Perbedaan terbesar tekanan antara mulut dan alveoli pada saat
aliran gas masuk paru paling tinggi. Ketika menjelang akhir inspirasi perbedaan
tekanan berangsur-angsur menurun dan pada akhir inspirasi tak ada aliran lagi
dan tekanan sama diseluruh tractus respiratorius.
Makin besar
airway resistance, makin besar aliran gas(flow rate) makin besar pula perbedaan
tekanan antara mulut dan alveoli berarti makin tinggi pula peak pressure pada
mulut dibanding di alveoli.
Pada akhir
inspirasi tekanan pada mulut dicatat dengan manometer sama dengan dialveoli
sementara volume udara yang masuk alveoli dapat diketahui bila compliance paru
diketahui.
Kita ketahui
compliance paru adalah hubungan antara kenaikan volume alveoli dan tekanan
alveoli. Dalam keadaan normal compliance paru 0,05 L/ cm H2O maksudnya setiap
kenaikan 1 cmH2O tekanan dalam alveoli akan menaikkan volume alveoli sebesar
0,05 L= 50 cc.
Biasanya
makin besar tekanan pada mulut akan menberikan tidal volume yang lebih besar
tetapi dalam keadaan tertentu dimana airway resistance cukup tinggi atau
compliance paru rendah diperlukan tekanan mulut yang lebih tinggi untuk
memberikan tidal volume yang normal.
Tahanan
jalan nafas (airway resistance) adalah hubungan antara perbedaan tekanan
melalui airway(antara mulut dan alveoli) dengan kecepatan aliran gas inspirasi
(Inspiratory flow rate) dengan kata lain perbedaan tekanan per unit flow
biasanya diukur dalam cmH2O/ L/ detik.
Contoh
:
Jika airway
resistance
2cmH2O/L/detik
Gas flow
melalui
airway
30 l/menit (0,5 L/detik)
Maka
perbedaan tekanan antara
Mulut dan
alveoli
2x 0,5 = 1 cmH2O
Sebaliknya bila diketahui flowgas 30 L/menit
Perbedaan tekanan mulut alvewoli 1 cmH2O
Maka airway resistance
1 : 0,5= 2 cmH2O/L/detik
Contoh
lengkap :
Bila satu ventilator memberikan
gas flow dengan
kecepatan
= 0,5 L/detik
(1)
kepada pasien dengan compliance = 0,05 L/
cmH2O (2)
dan airway
resistance
= 6 cmH2O/L/detik (3)
selama periode
= 1
detik
(4)
Maka :
Dari (1) & (3) perbedaan tekanan
antara mulut &alveoli konstant
= 0,5 x 6 = 3 cmH2O (5)
Dan dari ( 1 ) & (4) pertambahan
volume alveoli
adalah
= 0,5 x 1 = 0,5
l (6)
Dengan demikian dari (2) & (6)
tekanan dalam alveoli pada akhir
periode
adalah
= 0,5/0,05 = 10 cmH2O (7)
Dan dari (1) & (3) tekanan pada
mulut pada permulaan inflasi oleh
karena airway resistance adalah
= 3
cmN2O
(8).
dan dari (7) & (8) ,tekanan pada
muiut tepat sebelum akhir inflasi
oleh sebab airway resistance dan
tekanan alveoli
adalah
= ( 10 + 3 ) cmH2O
= 13 cmH2O.
EFEK NEGATIF
DARI PERNAFASAN TERKENDALI
A. Pengaruh pada cardiovascular
a. Hilangnya
mekanisme thoracic pum
Turunnya
tekanan dalam thorak selama pernafasan spontan tak hanya menyedot udara kedalam
paru tapi juga darah dari luar thorak kedalam vena-vena besar dan jantung.
Dengan respirasi terkontrol mekanisme ini terganggu lebih-lebih bila digunakan
PEEP.
Perbedaan
tekanan dalam keadaan normal antara vena-vena dalam thorak dan diluar thorak
terganggu oleh pengaruh tekanan positif dalam paru ditransmisi ke dalam
struktur intrathorak terutama pasien dengan emphysema pulmonum.
Selama
pernafasan spontan tekanan intrathorakal(intra pleural) pada kedalaman
inspirasi sebesar - 10 cmH2O sedangkan selama respirasi terkontrol menjadi + 3
cmH2O hanya pada saat expirasi yang tenang tekanan negatif intrapleural baik
respirasi spontan maupun terkontrol sama besarnya.
Pada akhir
inspirasi pada respirasi terkontrol tekanan vena centralis meninggi dan venous
gradient menurun akibatnya venous return menurun, cardiac output menurun dan
tekanan darah juga menurun. Dalam keadaan normal keadaan ini cepat dikompensir
oleh kenaikan tekanan vena peripher yang memperbaiki tekanan venous gradient
dan mengembalikan venous return seperti semula.
Pemulihan
venous gradient penting untuk mempertahankan cardiac output yang cukupselama
respirasi tercontrol, ini sangat tergantung pada volume darah yang cukup dalam
circulasi dan efektivitas tonus vascular. Mekanisme kompensasi ini bisa
menghilang pada keadaan tertentu seperti hipovolemik dan pengaruh obat-obatan.
Bila salah
satu faktor tadi terganggu atau fase inspirasi terlalu panjang maka
pengaruh tekanan positif terhadap circulasi semakin besar. Umpama perdarahan
yang hebat sangat mengurangi volume darah akan terjadi vasokonstriksi extensif
untuk mengkompensir hipovolemi dan hal ini tak mungkin berlanjut terus apalagi
dengan respirasi terkontrol akan memperburuk circulasi.
b.Tamponade
jantun
Selama
fase inspirasi pada respirasi terkontrol jantung tertekan diantara paru
yang mengembang dengan tekanan positif sehingga cardiac output terganggu.
Sedangkan pada pernafasan spontan pengaruh ini sangat sedikit oleh sebab
tekanan intrapleural sangat rendah. Makin tinggi tekanan positif makin panjang
fase inspirasi (makin besar I:E ratio) makin besar cardiac tamponade.
Tetesan
infus sering terlihat melambat ketika tekanan intra thorak meninggi selama
inspirasi/inflasi. Bila kita gunakan CVP tak hanya tekanan vena meningkat
tetapi juga fluktuasi akibat variasi tekanan intra thorak akan terlihat.
c. Gangguan
terhadap pulmonary blood flow
Tekanan kapiler pulmonal normal kira-kira 11 cm H2O. Oleh tekanan positif pada alveolar kapiler paru dengan sendirinya akan tertekan sebagian atau seluruhnya.
Tekanan kapiler pulmonal normal kira-kira 11 cm H2O. Oleh tekanan positif pada alveolar kapiler paru dengan sendirinya akan tertekan sebagian atau seluruhnya.
Walaupun
tekanan serendah 6,5 cm H2O dalam paru bisa menurunkan circulasi kapiler paru
dan menambah beban jantung kanan. Ini akan mudah ditolerir oleh kebanyakan
pasien tetapi tak mungkin oleh pasien gagal jantung.
Tekanan
sedemikian rendah dalam paru cukup untuk mencetuskan gagal jantung kanan.
B. Kerusakan
pada paru sendiri
a.Ruptur
alveoli :
Sangat
jarang sekali bila berkerja singkat kecuali pasien yang sudah ada bullous
emphysematous. Dia katakan dengan tekanan sebesar 40-80 cmH2O bisa bikin ruptur
alveoli pada mamalia yang parunya tak dilindungi rangka thorak. Tetapi pada
paru yang dilindungi rangka thorak dan otot-otot pada binatang hidup diperlukan
tekanan 80-140 cm H2O untuk timbulnya ruptur alveoli.
Tekanan
intra pulmonary maksimum yang dianggap aman pada mamalia yang sehat kurang
lebih 70 cm H2O. Tekanan yang dibuat dengan reservoir bag jarang melebihi 60 cm
H2O. Namun kini banyak alat-alat yang mampu memberikan tekanan inflasi yang
lebih tinggi kemungkinan rusaknya paru harus diwaspadai.
Jika
diberikan tekanan yang sama dari luar terhadap thorak/abdomen perlindungan
terhadap overdistensi paru dapat diperoleh dan dalam keadaan tertentu tekanan
sampai 230 cm H2O masih bisa ditolerir tanpa kerusakan paru.
b.
Distribusi ventilasi yang tak merata ( uneven ventilation)
Distribusi
gas dalam paru dengan ventilasi mekanik umumnya tak merata. Bila ini terjadi
maka ventilasi perfusi ratio akan terganggu. Resiko ini besar kemungkinan
terjadi perfusi dengan darah tanpa oksigenasi yang akan menimbulkan hipoksemia
atau intrapulmonary shunting.
Pada paru
yang sehat biasanya underventilated lung diikuti akhirnya dengan turunnya
aliran darah sehingga dengan demikian shunt bisa dikurangi, sebaliknya bila
ventilasi sangat baik sedangkan perfusi sangat jelek akan menyebabkan wasted
ventilation dan meningkatnya physiological dead space sehingga ventilasi total
yang normal akan meningkatkan PaCO2.
Uneven
ventilasi bisa disebabkan perubahan elastisitas paru yang terlokalisir atau
perubahan dari patency airway seperti pada asthma bronchiale, chronic
bronchitis, emphysema dan lain-lain.
Terpisah
dari penyebab pathologis posisi lateral bisa bikin uneven ventilasi oleh
sebab menurunnya ventilasi pada dependent lung, juga retraksi pembedahan dengan
membatasi expansi sebagian kecil / besar paru, begitu juga penumpukan sekresi
lokal bisa menyebabkan hal yang sama.
Kita selalu
berusaha mengurangi pengaruh tekanan positif terhadap circulasi dengan
meninggikan inspiratory flow rate dimana masa inspirasi diperpendek untuk
menurunkan tekanan rata-rata intra pleural hal ini menyebabkan perbedaan besar
tekanan alveoli yang berdekatan. Baik menaikkan inspiratory flow rate maupun
tekanan positif pada mulut kecenderungan terjadinya uneven ventilasi akan lebih
besar.
c. Gangguan
Asam Basa
Keseimbangan
asam basa akan terganggu setiap deviasi ventilasi alveolar dari normal. Overventilasi
akan menurunkan PaCO2 dan kenaikan pH, sebaliknya underventilasi akan menaikkan
PaCO2 dan menurunkan pH walaupun overventilasi lebih baik dari underventilasi
oleh karena pengaruhnya tak seberapa dalam waktu singkat namun keduanya tak
diingini.
d. Cerebral
Vasokonstriksi
Overventilasi
bisa menyebabkan cerebral vasokonstriksi dan bagaimana mekanismenya belum
begitu di mengerti, tetapi masalahnya karena penurunan PaCO2 dibuktikan oleh
Ketty & Smith 1946.
e.Yang
lain-lain
Bila
dilakukan respirasi terkontrol tanpa pipa tracheal bisa menyebabkan: Masuknya
sebagian gas keperut tetapi dengan tekanan sampai 15 cmH2O jarang menyebabkan
distensi perut. Ruptur membran timpani pernah dilaporkan selama respirasi
terkontrol.
CHECKLIST TO
IDENTIFY CANDIDATES FOR A TRIAL OF SPONTANEOUS BREATHING
Respiratory Criteria :
Cardiovascular Criteria :
vasopressor support (e.g, dopamine < 5 ug/kg/min)
Adequate Mental Status :
Patient is arousable, or Glasgow
Coma Scale ≥ 13
Absence of Correctable Comorbid Condition
|
IDENTIFYING
PATIENT WHO WILL TOLERATE BY SPONTANEOUS BREATHING TRIAL
Measurement
|
Reference
Range in Adults
|
Threshold
for Successful SBT
|
Tidal Volume (VT)
Respiratory Rate (RR)
Total Ventilation (VE)
RR/VT Ratio
Maximum Inspiratory Pressure (Pimax)
|
5 ‐ 7 ml/kg
10 – 18 bpm
5 – 6 L/min
20 – 40/L
‐90 to ‐120 cm H2O
|
4 – 6 ml/kg
30 – 38 bpm
10 – 15 L/min
100/L
‐15 to ‐30 cm H2O
|
VENTILATOR BUNDLE ELEMENTS
1.
HOB elevation
2.
Appropriate DVT prophylaxis
3.
Appropriate PUD prophylaxis
4.
Appropriate sedation
5.
Assessment of readiness to
extubate
REFERENSI
1. Brawn AH, Introduction to
Respiratory Physiology, 2nd edit, Little Brawn and Company, Boston,1980 pp.127-132.
2. Collins J, Principle of
Anesthesiology, 2nd edit, Lea Febiger, Philadelphia 1976. 397-404.
3. Goudsouzien, G.Nisshan, Karamanian
A, Physiology for the Anesthesiologist, Appleto Century Crofts, New York, pp
197-8.
4. Levin MR, Pediatric Respiratory
Intensive Care Handbook,Toppan company Pty Ltd Singapore,1976, pp 102-3.
5. Lebowitz WP, Clinical Anesthesia
Procedures of the Massachussets Hospital, 1st edit, Little Brawn and Company,
Boston, 1978, pp 393-408.
6. Mushin W, Automatic Ventilation of
the Lung, 3rd.edit, Block Well Scientific Publication, Oxford, London, Edinburg
, Melbourne, pp 1-16.
7. Quimby, Anesthesiology A Manual
of Concept and Management, 2nd edit, Appleton Century Crofts, Newyork,
1979, 286-9.
8. Snow JC, Manual of Anesthesia 1st
edit, Little Brawn and Company, Boston, pp.325-6.
9. Smith MR, Anesthesia for Infant and
Children, 4th edit, the CV Mosby Company, St.Louis,Toronto, Lonson,1980,
pp 626-7.
Diposkan oleh Ivan-Atjeh Anestesi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar