Rabu, 01 Agustus 2012

PERAWATAN MASA PULIH SADAR / PASCA ANASTESI


PERAWATAN MASA PULIH SADAR / PASCA ANASTESI

Pendahuluan :  
Perawatan pada masa pemulihan paska anestesi dilakukan di ruang pulih sadar (recovery room) dan dalam kondisi tertentu dilanjutkan di ruang unit intensif.
Kamar pulih sadar merupakan perluasan kamar operasi, harus terbuka sepanjang hari dan pengamatan secara intensif dilakukan didalamnya.
Ini penting dimaklumi bahwa selama masa pulih sadar penyulit pasca operasi /anestesi sering terjadi malah lebih sering kekerapannya dibandingkan masa induksi maupun durante operasi.
Hal ini bisa dimengerti karena pada masa transisi tersebut kesadaran penderita belum pulih secara sempurna sehingga kecenderungan terjadi sumbatan jalan nafas lebih besar ditambah lagi reflex perlindungan seperti reflek batuk, muntah maupun menelan belum mantap kemungkinan terjadi aspirasi sangat riskan dimana pengaruh obat anestesi dan trauma pembedahan masih belum hilang yang masih mengancam status respirasi dan kardiovaskular penderita.
Upaya pengamatan yang amat cermat terhadap tanda-tanda vital penderita merupakan modal dasar yang amat ampuh dalam mencegah penyulit yang tidak diinginkan.
Keterlambatan dalam mendeteksi terjadinya penyulit membuat langkah tindakan yang diambil menjurus ke arah yang sia sia belaka, disinilah letak peranan perawat intensif yang sangat menentukan keberhasilan upaya penyelamatan penderita gawat darurat.

SASARAN :
Yang ingin dicapai adalah mengurangi bila mungkin mencegah berkembangnya penyulit yang tidak diinginkan yang dapat mengakibatkan kematian atau perluasan penyakit yang sudah ada.

Contoh : 
Penderita yang semula keadaan umumnya baik tiba-tiba meninggal karena obstruksi jalan nafas oleh lidahnya sendiri karena posisi kepala yang tidak benar.

SYARAT :
Untuk mencapai sasaran yang diinginkan perlu dipertimbangkan :
a. Kondisi ruangan yang mantap   
Jarak dari ruang bedah dekat dan bebas hambatan (penghematan waktu dalam kecepatan mengambil tindakan).
Penerangan yang cukup sehingga setiap perubahan segera cepat terlihat. Kebersihan setaraf kamar bedah mencegah kontaminasi perlengkapan/fasilitas yang sempurna.

b. Kondisi personal yang adekuat/cukup:
 Terampil dalam bidang gawat darurat. Jumlahnya cukup, minimal satu perawat untuk tiga penderita bila banyak penderita yang kritis diharapkan satu perawat untuk dua penderita atau bila perlu untuk satu penderita, bila mungkin perawat cadangan selalu dipersiapkan.

Perlengkapan :
Makin sempurna perlengkapan yang tersedia makin baik hasil yang dicapai asal kualitas pengelolaannya juga baik terutama dedikasinya.

Alat resusitasi :
- Air viva ( Ambu bag ) harus tersedia untuk dewasa/anak dan bayi untuk memberi nafas 
   bantu bila diperlukan.

Pipa oro faring ( Guedel airway)  atau nasofaring.
 Pipa oro/naso faring berbagai ukuran, untuk membebaskan jalan nafas terutama karena sumbatan oleh lidah yang jatuh kebelakang menutup faring pada pasien tidak sadar sekaligus mempermudah pembersihan lendir dimulut /rongga faring tanpa membuka mulut pasien dan mencegah lidah tergigit bila pasien kejang.
Untuk penderita obese(gemuk) tampaknya pipa nasofaring lebih terpilih. Pipa oro faring yang terlalu panjang malah bisa menutup glottis sedang bila terlalu pendek maka pangkal lidah lebih menyumbat, untuk itu ukuran masing-masing orang harus disesuaikan.
Pipa orofaring yang terbaik bila digigit pasien tak akan menutup saluran udara. Hati-hati penderita setengah sadar dengan kondisi hipoksia/hiperkarbia cenderung terjadi vagal reflek berupa spasmolaring bila jalan nafas dirangsang baik oleh pengisapan lendir atau pemasangan pipa oro/nasofaring.
Bila terjadi spasmo laring berikan ventilasi bantu dengan O2 100%.

Pipa ( oro dan naso ) trakea :
Dipasang bisa lewat mulut atau hidung( lebih lunak dan lobang distal bentuk ellips).
Ukuran sesuaikan dengan umur, postur biasanya diameter kelingking pasien.
Penting untuk : 
- membebaskan jalan nafas
- memberikan nafas bantu baik manual maupun ventilator
- mempermudah membersihkan jalan nafas (bronchial toilet)
- memberikan hiperventilasi untuk terapi tekanan intra kranial.

Ventilator:
Alat bantu nafas otomatis menghemat tenaga personil.
Pemasangan alat ini memerlukan keterampilan dalam menentukan settingnya.

Defibrilator:
Penting untuk terapi kasus ventrikel fibrillasi atau tachycardi.

Cairan infus dan infus set:
Terutama cairan kolloid,kristaloid /elekrolit.
 Cairan dextrose 5% tak mendapat tempat dalam resusitasi karena akan
 dihidrolisa gulanya sementara tinggal air yang akan memasuki sel otak 
 yang memperberat odem otak akibat hipoksianya sendiri.
 Pemasangan infus sebaiknya dilengan untuk untuk mengurangi bahaya
 phlebitis apalagi untuk jangka panjang.
 Untuk keperluan transfusi jarum infus diameter besar  lebih mengun-   
 tungkan kareba  bila  tetesan cepat dibutuhkan dalam kondisi shock hy-
 povolemia.bandingkan bila infus ditinggikan dua kali maka kecepatan 
 infus tetesan infus akan dua kali lipat sementara bila diameter jarum infus
 dua kali lebeh besar maka kecepatan tetesan infus bisa 16x lipat.
 Dalam keadaan darurat vena jugularis externa boleh dipilih bila vena pe-
 rifer lainnya kollaps.

 Elektrocardioskop:
 Untuk memantau aktifitas listrik jantung terutama keadaan aritmia 
 sehingga terapinya lebih terarah sesuai dengan jenis aritmianya.


Sumber oksigen :
Tabung atau sentral.
 Setiap penderita tak sadar harus diberi oksigen.
 Cara menggunakannya sesuain dengan alat yang tersedia dan besar
 nya konsentrasi tergantung kebutuhan penderita
 Bahaya keracunan oksigen perlu dipertimbangkan dalam pemberian
 oksigen konsentrasi tinggi,dalam waktu yang lama namun harus pu-
 nya prinsip bila konsentrasi tinggi diperlukan jangan takut memberi
 kannya asal dipantau dengan baik,karena biarlah paru jadi kaku se-
 bab kelebihan oksigen daripada otak jadi bubur karena kekurangan
 oksigen.

 Alat penghisap lendir:
 Mesin penghisap
 kateter penghisap steril
 sarung tangan steril
 penghisap lendir untuk mulut harus dipisahkan dengan penghisap
 untuk lendir dihidung karena disamping kurang manusiawi juga resiko
 infeksi tinggi.


 Alat pemeriksaan rutin :
 Tensimeter,termometer,stetoskop,Hb meter,senter dan gelas ukuran
 untuk mengukur produksi urine.


 Alat lain sebagai tambahan tapi penting adalah:
 Vena sectie set,tracheostomi set,bronchoscope,humidifier,sonde lam-
 bung dan kateter urin.


 Obat darurat :
 Paling utama adalan adrenalin,sulfas atropin,natrium bikarbonas dan
 calcium chlrida.
 Yang penting berikutnya adalah vasopressor(epedrine,noradrenalin,
 mtaraminol),cardiotonika(dopamin,dobutamin,cedilpanid, antiaritmia
 (lidokain),bronchodilator(aminopilin),anti kejang(penthotal,diazepam,
 phenytoin),anti histamin(delladril),corticosteroid( cortison asetat,dexa-
 methason ,methylprednisolon),analgetik(morfin,pethidin,fentanil) dan
 pelemas otot.

 Perlengkapan umum:
 Minimal dua telepon dan call system.
 Selimut panas dan dingin.
 Kereta pengangkut pasien post operasi minimal sat setengah kali jumlah 
 kamar operasi.

Pertanggung jawaban:
Dokter ahli anestesi bertanggung jawab penuh terhadap pengawasan 
pasien diruang pulih sadar.
Lamanya pasien diruang pulih sadar ditetapkan oleh dokter ahli anes-
tesi apakah perlu dirawat terus ataukah sudah saatnya dipindahkan 
keruang perawatan masing masing.
Pemindahan pasien dari ruang pulih sadar harus seizin dokter anestesi.
Bila perawatan intensif dibutuhkan lebih dari 24 jam maka rawatan se-
lanjutnya adalah di ICU.

Indikasi pemindahan pasien:
Kesadaran penderita penuh(orientasi diri,waktu,tempat,sudah normal)
Reflek2 perlindungan(batuk,muntah) kembali aktip normal.
Tanda2 vital seperti pernafasan,tensi,nadi baik dan stabil.
Pengaruh anestesi umum/lokal dinilai tdak ada lagi.
Sewaktu pemindahan pasien seharusnya diertai keterangan tertulis yang
ditandatangani oleh dokter anestesi.
Instruksi dokter anestesi untuk perawatan selanjutnya tertulis distatus
anestesi,umpama program infus 24 jam atau extra obat2an.

Perawatan intensif:
Keselamatan penderita sangat ditentukan oleh perawatan.
Dedikasi perawat sangat didambakan oleh setiap pasien .
Perawat yang baik adalah yang sangat mengerti kebutuhan penderita 
bukan hanya jadi sekedar robot atas komando dokter.
Karena kecepatan dan ketepatan tindakan tergantung pada kecepatan
dan ketepatan mengenal keadaan gawat darurat atau tidak.
Apa yang menjadi kriteria penderita dawat?
Selalu kita berorientasi pada keadaan uimum yang ditentukan oleh ke-
daran,pernafasan ,nadi dan tekanan darah penderita.
Walaupun suhu tubuh tinggi kalau kriteria diatas tak terganggu maka
tidak termasuk gawat darurat dalam arti kata masih ada tenggang waktu.
Tetapi bukan lah suhu tidak dipantau sama sekali hanya waktu pengawas
sannya yang berbeda dimana suhu cukup dipantau 3 jam sekali.
Semua penderita tidak sadar harus diawasi tanda vitalnya setiap 15 menit
bila sangat kritis tiap lima menit,dicatat distatus pasien sehingga muidah
dievaluasi.Setiap laporan kedokter harus siap menjawab status tanda vital
pasien bila ditanyakan.
Satu hal yang perlu diingat setiap pasien tak sadar harus terjamin kebe-
basan jalan nafasnya(patency of the airway).
Hambatan jalan nafas yang paling sering adalah jatuhnya pangkal lidah
kebelakang menhambat sebagian hipoparing membuat suara mendeng-
kur dimana suara mendengkur diharamkan diruang intensif karena itu
adalah suara penggilan maut.
Karena karena kadar CO2 yang tinggi dalam darah akan menambah 
bengkaknya otak pada penderita hipoksia terutama pasien trauma ke-
pala.Untuk membebaskan jalan nafas tindakan pertama adalah mempo-
sisikan kepala hiperektensi tetapi harus hati hati pada penderita trauma
kepala yang dicurigai adanya fractur cervical.
Isap lendir secara intensif agar jalan masuknya oksigen dan keluarnya 
CO2 lebih lancar,setiap jam kalau lendir atau sekretnya sedikit.
Penghisap harus steril pakai sarung tangan steril.
Penghisap(suction catheter) untuk mulut diameter lebih besar sementa-
ra untuk hidung haruslah tersendiri jangan digunakan untuk mulut.
Untuk menghisap lendir dalam pipa trakea diameter pipa penghisap tak
boleh lebih dari setengah diameter pipa trakea,ditakuti tersedotnya ok-
sigen dalam jumlah besar dari paru disamping bahaya atelektasis paru.
Sebelum dihisap lendir.pasien  dioksigenasi dulu dengan oksigen 100%.
Pipa penghisap ditekuk dulu sebelum ujungnya mencapai tempat hisapan.
Pipa penghisap diputar secara spiral kemudian tarik segera tidak boleh
melebihi sepuluh detik.
Setelah penghisapan diberi lagi oksigen 100%.
Tindakan ini untuk mencegah hipoksia karena tersedotnya oksigen kem-
bali,juga untuk mencegah atelektasis dan infeksi.
Posisi pasien diubah setiap dua jam untuk mencegah penumpukan lendir
dan dekubitus.
Bila pasien tak memakai pipa trakea sebaiknya pipa oroparing dilepas ka
lau reflek batuk telah timbul ditakuti spasmo laring atau merangsang mun
tah.Hati hati menghisap lendir didaerah paring kalau pasien setengah sadar ditakuti spasmo laring,gunakan pipa penghisap yang lunak.
Bila pasien memggigil maka berikan oksigen konsentrasi tinggi,selimut te
bal dan matikan AC bila mungkin,lapor dokter mungkin perlu diberi chlor
promazin atau petidin.Selama menggigil kebutuhan oksigen meningkat
sehingga kemungkinan hipoksia bisa terjadi.
Bila pasien nadinya cepat,tensi turun ,akral dingin tinggikan kedua kakinya
30 derajat,namun kepala tetap horizontal ,tindakan ini cukup besar mem
bantu venous return (aliran darah kembali kejantung) kira kira satu liter.
Infus dicepatkan bila perlu pasang infus tambahan tetrutama bila ada ge
jala perdarahan post operatif ,segera lapor dokter.
Kecepatan infus dijaga kestabilannya,kecepatan tetesan sesuai anjuran
dokter dicatat dibotol infus (botol keberapa  dan harus jam berapa habis)
Jika pemasangan infus gagal dan timbul hematom ditempat tusukan jangan ditekan tekan agar venanya tak rusak dan bisa digunakan lagi be
berapa hari kedepan bila perlu lokasi baru.
Pergantian tempat infus jangan lebih dari 48 jam,sebab 8% terkontami-
nasi ,awas sepsis.Botol yang sudah dibuka kemasannya harus segera
dipakai .Jangan memberi obat2an lewat jalur infus untuk cairan penggan
ti apalagi memasukkan obat2an kedalam botol infus karena terjadi nya
kontaminasi nasokomial infeksi cukup lumayan.
Memasang infus lewat jalur vena jugularis eksterna posisi kepala harus
lebih rendah dari jantung karena ditakuti terjadi emboli udara,dimana
tekanan negatif intratorak menghisap udara via jarum infus.
Bila transfusi diperlukan maka diisi dulu dengan larutan NaCl o,9% lebih
kurang 50 cc baru darah dimasukkan mulai tetesan lambat selama 10
menit pertama untuk mencegah terjadi reaksi transfusi yang berat.
Awasi botol infus jangan sampai terlanjur kosong ditakuti emboli udara.
Temperatur tubuh juga diawasi setiap 3 jam bila demamnya kontinu,
terutama neonatus dan bayi,sebab setiap kenaikan satu derjat suhu tu
buh akan meningkatkan kebutuhan cairan pemeliharaan sebesar 12%.
Catat produksi urin perjam untuk menilai apakah faal ginjal masih baik
atau rehidrasi sudah tercapai.
Catat cairan yang keluar via drainage apakah darah banyak keluar?
Pada operasi besar sebaiknya Hb post operatif ditera kembali 
Pasien kesakitan yang amat terutama daerah torak atau abdomen bagian
atas pada post torakotomi atau post kolesistektomi cukup berbahaya ka
rena akan mengganggu gerakan pernafasan pasien.
Disini dibutuhkan pengelolaan nyeri yang cukup tanpa mendepressi nafas.
Untuk pasien seperti ini disamping pemberian anaklgesik jangan lupa me-
minta pasien bernafas dalam dan teratur.
Penderita yang mendapat narkotik seperti petidin atau morfin pengawas-
an terhadap pernafasan lebih diperioritaskan.
Morfin terlihat dari frekwensi nafas yang menurun sementara petidin sulit
diditeksi karena pengaruhnya pada tidal volume sehingga terjadi depressi
nafas sudah berat baru ketahuan.
Catatan instruksi dokter yang tidak jelas haruslah ditanya ulang terutama 
mengenai dosis obat dan cara pemberiannya.
Penderita dengan luka terkontaminasi sebaiknya tidak dirawat diruang
pulih sadar demikian juga pasien dengan terapi radium pada tumor ganas
jaraknya terpisah dari pasien lain minimal 15 cm setiap 10 mg radium yang
ditanamkam.Antara pasien pria dan wanita sebenarnya tidak perlu dipisah
kan karena tidak sadar ,kecuali dikehendaki cukup dipisah dengan tabir .
Sebaiknya setiap 48 jam kateter intravena diganti,setiap 72 jam kateter arteri,urin dan sonde lambung diganti.
Ventilator  disterilkan setiap 72 jam dan nebulizer setiap 24 jam.
Setiap perawat yang menangani pasien jangan lupa cuci tangan baik sebe
lum maupun sesudahnya,sebaiknya pakai pakaian khusus dan sarung ta
ngan steril.


Kesimpulan:
Peranan perawat sangat menentukan nasib penderita .
Disamping ketrampilan tampaknya dedikasi merupakan bagian tak terpi
sahkan dalam keberhasilan pengelolaan pasien.
Namun fasilitas/perlengkapan yang tersedia sangat menunjang sasaran
yang ingin dicapai.
Untuk itu pengetahuan perlu ditingkatkan dan disegarkan melalui penataran atau pelatihan khusus.
Fungsi perawat diharapkan bukan sebagai pembantu dokter tetapi mitra
dokter.


Kepustakaan:
1.Snow JC : Manual of Anesthesia,Asian Edition,1st edit,Little Brown and
                       Company,Boston,Igaku Shoin Ltd ,Tokyo,1977.


2.Peter Safar;Resusitasi jantung paru otak(terjemahan).Yani Kasim Cs
                        IAAI,Depkes edisi,1984


3.Orkin KF and Cooperman LH:
                         Complication in Anesthesiology:JB Lippincott Company ,East
                         Washington square,Philadelphia,Pensylvania,1983.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar