STROKE HEMORAGIK
A. KONSEP MEDIS
1. Pengertian
Stroke atau cedera
serebrovaskuler (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
berhentinya suplai darah ke bagian otak
Definisi WHO : Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral,
baik local maupun menyeluruh (global),
yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir
dengan maut tanpa ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vaskuler
2. Etiologi
a. Thrombosis serebral
Arteriosklerosis serebral
dan pelambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis serebral yang
penyebab paling umum dari stroke.
Tanda-tanda thrombosis serebral bervariasi, sakit kepala dalah
awitan yang tidak umum. Secara umum thrombosis serebral tidak terjadi dengan
tiba-tiba dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia atau parasthesia pada
setengah tubuh dapat mendahului awitan paralysis berat pada beberapa jam atau
hari
b. Embolisme serebral
Abnormalitas patologik pada jantung kiri, seperti
endokarditis inefektif. Penyakit jantung rheumatic dan infark miokard, serta
infeksi pulmonal adalah tempat-tempat di asal emboli.
Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau
cabang – cabangnya, yang merusak sirkulasi serebral.
Awitan hemiparesis
atau hemiplegia tiba-tiba dengan atau tanpa afasia atau kehilangan kesadaran
pada pasien dengan penyakit jantung atau pulmonal adalah karakteristik dari
embolisme.
c. Iskemia Serebral
Iskemia serebral
(insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi ateroma pada
arteri yang menyuplai darah ke otak. Manifestasi yang paling umum adalah SIS
(Serangan Iskemik Sementara)
d. Hemoragi Serebral
Hemoragi dapat terjadi
diluar duramater (hemoragi ekstradural) atau epidural di bawah duramater
(hemoragi subdural), di ruang sub arakhnoid (hemoragi sub arachnoid) atau di
dalam substansi otak (hemoragi intraserebral)
- Hemoragi Ekstradural
Hemoragi ekstradural biasanya diikuti fraktur tengkorak
dengan robekan arteri tengah atau arteri meninges lain. Pasien harus diatasi dalam
beberapa jam cedera untuk mempertahankan hidup
- Hemoragi subdural
Hemoragi subdural (termasuk hemoragi subdural akut) pada
dasarnya sama dngan hemoragi epidural, kecuali bahwa hematom subdural biasanya
jembatan vena robek. Karenya, periode pembentukan hematoma lebih lama (interval
jelas lebih lama) dan menyebabkan tekanan pada otak.
- Hemoragi Subarachnoid
Hemoragi subarachnoid dapat terjadi sebagai akibat
trauma atau hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran
aneurisme pada area Sirkulus Willisi dan malformasi arteri-vena kongenital pada
otak
- Hemoragi Intraserebral
Hemoragi atau perdarahan di substansi dalam otak paling
umum pada pasien dengan hipertensi dan atherosclerosis serebral, karena
perubahan degeneratif, karena penyakit
ini biasanya pada usia 40 s/d 70 tahun. Pada orang yang lebih muda dari 40 tahun. Hemoragi
intraserebral biasanya disebabkan oleh malformasi arteri – vena ,
hemongioblastoma dan trauma, juga disebabkan oleh type patologi arteri
tertentu, adanya tumor otak dan penggunaan medikasi (anti koagulan oral, amfetamin dan berbagai obat adiktif)
3. Manifestasi Klinik
- Kontra lateral paralysis atau paresis
- Kehilangan penginderaan kontra lateral
- Kehilangan penginderaan sensori dan motorik yang nampak sekali pada muka, leher dan ekstremitas atas
- Disphasia atau aphasia, timbul bila hemiparese dominant yang terkena (hemifere kiri pada orang yang bertangan kanan dan pada umumnya orang-orang yang bertangan kiri)
- Masalah spatial perceptual, perubahan dalam perhitungan dan perilaku, mengabaikan sebelah tubuh yang paralysis dan tidak mampu memperhatikan ekstremitas yang paralysis bahwa itu terjadi pada dirinya (anasagnosia), bila non dominant hemisphere yang terkena
- Kontra lateral hemonymouse hemianopsia
-
Aphasia serebri : tidak mampu menyusun kata-kata yang
diucapkan (aphasia receptive)
-
Motor aphasia : ketidakmampuan menggunakan symbol
berbicara (disebut juga aphasia ekspresif)
-
Global aphasia : tidak mampu mengambil pengertian dari
apa yang dikatakan demikian juga berbicara
4. Faktor
Resiko pada Stroke:
a.
Hipertensi, merupakan factor
resiko utama
b.
Penyakit kardiovaskuler, yakni
embolisme serebral dari jantung
-
Penyakit arteri koronaria
-
Gagal jantung kongestif
-
Hipertrofi ventrikel kiri
-
Abnormalitas irama (khususnya
fibrilasi atrium)
-
Penyakit jantung kongestif
c.
Kolesterol tinggi
d.
Obesitas
e.
Peningkatan hematokrit
meningkatkan resiko infark serebral
f.
Diabetes, dikaitkan dengan
aterogenesis terakselerasi
g.
Kontrasepsi oral ( khususnya
dengan disertai hipertensi, merokok, dan kadar estrogen tinggi )
h.
Merokok
i.
Penyalahgunaan obat (khususnya
kokain)
j.
Konsumsi alcohol
5. Pembagian Klinis
Dari segi klinis,
Stroke dibagi atas :
-
Serangan iskemia Sepintas
(Transient Ischemic Attack/TIA)
-
Stroke Iskemik atau Non Stroke
Hemoragik (NHS)
-
Stroke Hemoragik (HS)
STROKE HEMORAGIK
(HS)
Menurut WHO dalam International Statistical Classification of
Diseases and Related Health Problem
10th Revision, Stroke Hemoragik dibagi atas:
a.
Perdarahan Intraserebral (PIS)
b.
Perdarahan Subarakhnoidal (PSA)
1. Perdarahan Intraserebral (PIS)
a. Definisi :
PIS
adalah perdarahan primer berasal dari pembuluh darah parenkim otak dan bukan
disebabkan oleh trauma
b. Pembagian Klinis :
Luyendyk
dan Schoen membagi PIS menurut cepatnya gejala klinis memburuk, sbb:
- Akut, dan cepat memburuk dalam 24 jam
- Sub akut, dengan krisis terjadi antara 3 dan 7 hari
- Subkronis, bila krisisnya 7 hari
c. Epidemiologi
Usia, rata-rata pada umur 55 tahun,
interval 40 – 75 tahun / jenis kelamin, insidens pada lelaki sama dengan pada
wanita.
Angka
kematian 60 -90 %. Dari seluruh yang meninggal, 10 % meninmggal setelah 3 hari,
dan 72 % setelah seminggu.
d. Etiologi
Terbanyak
disebabkan karena hipertensi. Faktor etiologi yang lain adalah aneurisma
kriptogenik, diskrasia darah, penyakit
darah seperti hemofilia, leukemia, trombositopenia, pemakaian
antikoagulan dalam jangka lama, malformasio arteriovenosa dan malformasi mikro
angiomatosa dalam otak, tumor otak (primer dan metastasia) yang tumbuh cepat,
amiloidosis serebrovaskular, dan yang jarang : pada eklampsia, terapi
elektrosyok dan sebagainya.
e. Patologi dan patofisiologi
70 % kasus
PIS terjadi di kapsula interna, 20 % di fosa posterior (batang otak dan
serebellum), dan 10 % di hemisfer (di luar kapsula interna)
Gambaran
patologik menunjukkan ekstravasasi darah karena robeknya pembuluh darah otak
diikuti pe,mbentukan udema dalam jaringan otak di sekitar hematoma. Akibatnya
terjadi diskontinuitas jaringan dan kompresi oleh hematoma dan edema pada
struktur sekityar termasuk pembuluh darah otak dan menyempitkan /menyumbatnya,
sehingga terjadi pula iskemik pada jaringan yang dilayaninya.
Maka
gejala klinis yang timbul bersumber dari destruksi jaringan otak, kompresi
pembuluh darh otak / iskemik, dan akibat kompresi pada jaringan otak lainnya.
f. Gejala – Gejala Klinis
- Gejala prodromal tidak jelas, kecuali nyeri kepala karena hipertensi
- Serangan : seringkali di siang hari, waktu bergiat atau emosi / marah
- Sifat nyeri kepala : nyeri yang hebat sekali
- Mual muntah sering terdapat pada permulaan serangan
- Kesadaran, biasanya menurun dan cepat masuk koma (65 % terjadi kurang dari setengah jam, 23 % antara ½ -2 jam, dan 12 % terjadi setelah 2 jam, sampai 19 hari )
g. Terapi
- Pengobatan Umum
-
Napas, jalan napas harus bebas
untuk menjamin keperluan oksigen
-
Darah dijaga agar tekanan darah
tetap cukup (tinggi ) untuk mengalirkan darah (perfusi ) ke otak dan menjaga
komposisi darah (O₂, Hb, glukosa ) tetap optimal untuk metabolisme otak
-
Otak, mencegah terjadinya udema
otak dan timbulnya kejang dengan kortikosteroid, gliserol, atau manitol untuk
udema, dan valium I.V. pelan –pelan terhadap kejang-kejang
-
Ginjal, saluran kemih, dan
balans cairan diperhatikan]
-
Gastrointestinum, fungsi
defekasi / pencernaan dan nutrisi jaringan abaikan
- Pengobatan Spesifik
a.
Pengobatan ialah pengobatan
kausal. Pengobatan terhadap perdarahan di otak dengan tujuan hemostatis,
misalnya asam traneksamat 1 gram / 4 jam iv, pelan-pelan selama 3 minggu dan
dosis berangsur – angsur diturunkan
b.
Operasi : bila lokasi
perdarahan superficial
2. Perdarahan Subarachnoidal (PSA)
a. Definisi
PSA adalah keadaan terdapatnya /
masuknya darah ke dalam ruangan subarakhnoid
b. Pembagian:
- PSA spontan primer, yakni PSA yang bukan akibat trauma atau PIS
- PSA sekunder, adalah perdarahan yang berasal di luar subarakhnoid, umpamanya dari PIS atau dari tumor otak
c. Etiologi :
- Karena aneurisma pecah (50%)
- Pecahnya MAV ( Malformasi Arteriovenosa) = 5%
- Asalnya primer dari PIS (20%), dan
- 25% kausanya tak diketahui
d. Epidemiologi
-
PSA menduduki 7 – 15 % dari
seluruh kasus Stroke
-
Usia : insidensnya, 62 % PSA
timbul pertama kali pada 40 – 60 tahun
-
Pada kasus MAV, laki – laki lebih banyak dari wanita
e. Gejala dan tanda klinis :
-
gejala prodromal : nyeri kepala
hebat dan per akut, hanya 10 %
-
kesadaran sering terganggu dan
sangat bervariasi dari tak sadar sebentar, sedikit delier sampai koma
-
gejala / tanda rangsangan
meningeal : kaku kuduk, tanda Kernig ada
-
fundus okuli : 10 % penderita
mengalami edema-papil beberapa jam setelah perdarahan. Sering terdapat
perdarahan subhialoid karena pecahnya aneurisma pada a. komunikans anterior
atau a. karotis interna
-
gejala-gejala neurologik fokal
: bergantung pada lokasi lesi
-
gangguan fungsi saraf otonom:
Demam setelah 24 jam, demam ringan karena
rangsangan meningen, dan demam tinggi, muntah, berkeringat, menggigil dan
takikardi bila dirangsang hipotalamus.
Bila berat, maka terjadi ulkus peptikum
disertai hematemesis dan melena (stress ulcer), dan seringkali disertai
peninggian kadar gula darah, glukosuria, albuminuria, dan perubahan pada EKG.
e. Terapi:
1.
Terapi fase akut = PIS
2.
Pasca akut dianjurkan angiografi untukl mencari lesi
(aneurisma atau angioma, MAV) sumber PSA. Jika ditemukan maka bisa dilakukan
operasi bedah saraf (kliping, ligasi, dsb)
3.
Pengobatan Nimodipin (Pasca
Akut) untuk cegah spasme
6. Penatalaksanaan
Tindakan medis terhadap pasien
stroke meliputi diuretic untuk menurunkan edema serebral, yang mencapai tingkat
maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral. Antikoagulan dapat diresepkan
untuk mencegah terjadinya atau memberatnya thrombosis atau embolisasi dari
tempat lain dalam system kardiovaskuler. Medikasi anti thrombosit dapat
diresepkan karena thrombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan
thrombus dan embolisasi.
7. Komplikasi
- Hipoksia serebral
- Penurunan aliran darah serebral
- Embolisme serebral
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, 2000, Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3, Edisi
8, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Doengoes Marilyn, 1999, Rencana asuhan Keperawatan, Edisi 3,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Harsono,dr., 1996, Kapita Selekta Neurologi, Edisi 2,
Penerbit Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Price SA., Wilson L.M., 1995,
Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit, Buku I, Edisi 4,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Indonesia, DepKes, Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan, 1995, Asuhan keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Persyarafan, Departemen Kesehatan, Jakarta
B. KONSEP
KEPERAWATAN
1. Pengkajian pasien
Data yang dikumpulkan akan bergantung pada letak, keparahan, dan
durasi patologi:
AKTIVITAS / ISTIRAHAT
Gejala : Merasa kesulitan untuk melakukan aktifitas
karena kelemahan, kehilangan sensasi
atau paralysis (hemiplegia)
Merasa mudah lelah, susah untuk beristirahat
(nyeri / kejang otot)
Tanda : Gangguan tonus otot (flaksid, spastis); paralitik
(hemiplegia), dan terjadi kelemahan umum
Gangguan
penglihatan
Gangguan
tingkat kesadaran
SIRKULASI
Gejala: Adanya penyakit jantung (MI, rheumatic/penyakit jantung
vaskuler, GJK, endokarditis bacterial), polisitemia, riwayat hipertensi
postural
Tanda: Hipertensi arterial (dapat ditemukan/ terjadi pada stroke)
sehubungan dengan adanya embolisme/ malformasi vaskuler
Nadi
: Frekuensi dapat bervariasi (karena ketidakstabilan fungsi jantung / kondisi
jantung, obat-obatan, efek stroke pada pusat vasomotor)
Disritmia,
perubahan EKG
Desiran
pada karotis, femoralis dan arteri iliaka / aorta yang abnormal
INTEGRITAS EGO
Gejala: Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa
Tanda: Emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan
gembira
ELIMINASI
Gejala: Perubahan pola berkemih, seperti inkontinensia urine, anuria
Distensi
abdomen (distensi kandung kemih berlebihan), bising usus negatif (ileus
paralitik)
MAKANAN / CAIRAN
Gejala: Nafsu makan hilang
Mual
muntah selama fase akut (peningkatan TIK)
Kehilangan
sensasi (rasa kecap ) pada lidah, pipi dan tenggorok, disfagia
Adanya
riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah
Tanda : Kesulitan menelan (gangguan pada refleks palatum dan
faringeal). Obesitas (faktor resiko)
NEUROSENSORI
Gejala : Sinkope/pusing
(sebelum serangan CSV / selama TIA)
Sakit kepala ; akan sangat berat dengan adanya
perdarahan intraserebral atau subarakhnoid
Kelemahan / kesemutan / kebas
Penglihatan menurun, seperti buta total, diplopia,
kehilangan daya lihat sebagian
Sentuhan : hilangnya rangsang sensorik kontralateral
(pada sisi tubuh yang berlawanan) pada ekstremitas dan kadang-kadang
ipsilateral (yang satu sisi) pada wajah
Gangguan
rasa pengecapan dan penciuman
Tanda: Status mental / tingkat kesadaran : biasanya terjadi koma
pada tahap awal hemoragis; gangguan tingkah laku (letargi, apatis, menyerang);
gangguan fungsi kognitif (penurunan memori, pemecahan masalah).
Ekstremitas:
kelemahan, paralysis, genggaman tidak sama, refleks tendon melemah secara
kontralateral
Pada
wajah terjadi paralysis ata parese (ipsilateral)
Afasia
: gangguan atau kehilangan fungsi bahasa mungkin afasia motorik, reseptif
(afasia sensorik)
Kehilangan
kemampuan untuk mengenali / menghayati masuknya rangsang visual, pendengaran,
taktil, gannguan persepsi
Ukuran
/ reaksi pupil tidak sama, dilatasi atau miosis pupil ipsilateral
Kekakuan
nukal (karena perdarahan), kejang (karena adanya pencetus perdarahan
NYERI / KENYAMANAN
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas yang
berbeda-beda (karena arteri karotis terkena)
Tanda : Tingkah
laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot / fasia
PERNAPASAN
Gejala : Merokok (factor resiko)
Tanda : Ketidakmampuan menelan / batuk/ hambatan
jalan napas
Timbulnya
pernapasan sulit / tak teratur
Suara
napas terdengar / ronkhi (aspirasi sekresi)
KEAMANAN
Tanda : Motorik / sensorik : masalah dengan
penglihatan
Perubahan persepsi terhadap orientasi tempat tubuh
(stroke kanan). Kesulitan untuk melihat obyek dari sisi kiri (pada stroke
kanan). Hilang kewaspadaan terhadapa
bagian tubuh yang sakit
Tidak mampu mengenali obyek, warna, kata dan wajah yang
pernah dikenalnya dengan baik
Gangguan berespons terhadap panas dan dingin / gangguan
regulasi suhu tubuh (mandiri)
Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap
keamanan, tidak sabar / kurang kesadaran diri (stroke kanan)
INTERAKSI SOSIAL
Tanda : Masalah
bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi
PENYULUHAN / PEMBELAJARAN
Gejala
: Adanya riwayat hipertensi pada
keluarga, stroke, pemakaian kontrasepsi oral, kecanduan alcohol
Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat : 7,3
hari
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Angiografi Serebral :
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik, seperti perdarahan
atau obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau rupture
Scan CT : Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark
Pungsi Lumbal : Menunjukkan adanya
tekanan normal dan biasanya ada thrombosis, emboli serebral dan TIA. Tekanan
meningkat dan cairan yang mengadung darah menunjukkan adanya hemoragik
subarakhnoid dan perdartahan intra cranial
MRI : Menunjukkan daerah yang mengalami
infark, hemoraghik, malformasi arteriovena (MVA)
Ultrasonografi Doppler :
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah system arteri karotis,
arteriosklerotik)
EEG : Mengidentifikasi masalah
didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang
spesifik
Sinar X Tengkorak : Menggambarkan
perubahan kelenjar lempeng pineal darah yang berlawanan dari massa yang meluas; kalsifikasi karotis
interna terdapat pada trombosis serebral ; kalsifikasi parsial dinding aneurisma
pada perdarahan subarakhnoid
2. Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang mungkin timbul :
1.
Perubahan perfusi jaringan
serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah: gangguan oklusif, hemoragi
2.
Gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan keterlibatan neuromuscular: kelemahan, parastesia; flaksid /
paralysis hipotonik (awal) ; paralysis spastis
3.
Kerusakan komunikasi verbal dan
nonverbal berhubungan dengankerusakan sirkulasi serebral; kerusakan
neuromuscular, kehilangan tonus / kontrol otot fasial / oral; kelemahan /
kelelahan umum
4.
Perubahan persepsi sensori
berhubungan dengan perubahan resepsi sensori, transmisi, integrasi (trauma
neurologist atau deficit), stress psikologis.
5.
Kurang perawatan diri
berhubungan dengan kerusakan neuromuscular, penurunan kekuatan dan ketahanan,
kehilangan control / koordinasi otot
6.
Gangguan harga diri berhubungan
dengan perubahan biofisik, psikososial, perceptual kognitif
7.
Resiko tinggi terhadap
kerusakan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuscular/ perceptual
8.
Kurang pengetahuan mengenai
kondisi dan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kesalahan
interpretasi informasi, kurang mengingat
3. Intervensi Keperawatan
I.
Perubahan perfusi jaringan
serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah: gangguan oklusif, hemoragi
Tujuan : Meningkatkan perfusi dan
oksigenasi serebral yang adekuat
Intervensi:
-
Tentukan faktor –faktor yang
berhubungan dengan keadaan / penyebab khusus selama koma / penurunana perfusi
serebral dan potensial terjadinya peningkatan TIK
R/ : Mempengaruhi penetapan intervensi
-
Pantau / catat status
neurologist sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya / standar
R/ : Mengetahui kecenderungan
tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan mengetahui lokasi, luas dan
kemajuan / resolusi peningkatan kerusakan SSP
-
Pantau tanda – tanda vital
R/ ; Variasi mungkin terjadi karena tekanan/ trauma
serebral pada daerah vasomotor otak
-
Evaluasi pupil, catat ukuran,
bentuk, kesamaan dan reaksinya terhadap cahaya
R/ : Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor
(III) dan berguna dalam menentukan
apakah batang otak tersebut masih baik
-
Pertahankan keadaan tirah baring; ciptakan lingkungan
yang tenang; batasi pengunjung / aktivitas pasien sesuai indikasi
R/ : Aktivitas / stimulasi yang kontinu dapat
meningkatkan TIK
-
Berikan oksigen sesuai indikasi
R/ : Menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan
vasodilatasi serebral dan tekanan
meningkat / terbentuknya edema
II.
Gangguan mobilitas fisik
behubungan dengan keterlibatan neuromuscular; kelemahan, parestesia; flaksid /
paralysis hipotonik (awal); paralysis
spastis
Tujuan : mempertahankan /
meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena atau kompensasi
Intervensi :
-
Kaji kemampuan secara
fungsional / luasnya kerusakan awal dan dengan cara yang teratur.
R/ : Mengidentifikasi kekuatan / kelemahan dan dapat
memberikan informasi mengenai pemulihan
-
Ubah posisi minimal setiap 2
jam
R/ : Menurunkan resiko terjadinya trauma / iskemia
jaringan
-
Mulailah melakukan latihan
rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas saat masuk
R/ : Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi,
membantu mencegah kontraktur
-
Konsultasikan dengan ahli
fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan ambulasi pasien
R/ : Program yang khusus dapat dikembangkan untuk
menemukan kebutuhan yang berarti / menjaga kekurangan tersebut dalam
keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan
III.
Kerusakan Komunikasi verbal dan
/ atau nonverbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral; kerusakan
neuromuscular, kehilangan tonus/ kontrol otot fasial/ oral; kelemahan /
kelelahan umum
Tujuan : mengindikasikan pemahaman tentang masalah
komunikasi
Intervensi :
-
Kaji tipe / derajat disfungsi,
seperti pasien tidak tampak memahami kata atau mengalami kesulitan berbicara
atau membuat pengertian sendiri
R/ : Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan
serebral yang terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa atau seluruh tahap
proses komunikasi
-
Mintalah pasien untuk mengikuti
perintah sederhana (seperti “ buka mata”, “ tunjuk ke pintu”) ulangi dengan
kata / kalimat sederhana
R/ : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan
sensorik (afasia sensorik)
-
Berikan metode komunikasi
alternative, seperti menulis di papan tulis, gambar
R/ : Memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan
keadaan / deficit yang mendasarinya
-
Konsultasikan dengan / rujuk
kepada ahli terapi wicara
R/ : Pengkajian secara individual kemampuan bicara dan
sensori, motorik dan kognitif berfungsi untuk mengidentifikasi kekurangan /
kebutuhan terapi
IV.
Perubahan persepsi sensori
berhubungan dengan perubahan resepsi sensori, transmisi, integrasi (trauma
neurologist atau deficit), stress psikologis.
Tujuan : Mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi
perceptual
Intervensi :
-
LIhat kembali prosedur
patologis kondisi individual
R/ : Kesadaran akan tipe/ daerah yang terkena membantu
dalam mengkaji deficit spesifik dan perawatan
-
Evaluasi adanya gangguan
penglihatan
R/ : Munculnya gangguan penglihatan dapat berdampak
negative terhadap kemampuan pasien untuk menerima lingkungan dan mempelajari
kembali keterampilan motorik dan meningkatkan resiko terjadinya cedera
-
Ciptakan lingkungan yang
sederhana, pindahkan perabot yang membahayakan
R/ : membatasi jumlah stimulasi penglihatan yang mungkin
dapat menimbulkan kebingungan terhadap interpretasi lingkungan, munurunkan
resiko terjadinya kecelakaan
-
Hilangkan kebisingan /
stimulasi eksternal yang berlebihan sesuai kebutuhan
R/ menurunkan ansietas dan respon emosi yang berlebihan
/ kebingungan yang berhubungan dengan sensori berlebihan
V.
Kurang perawatan diri
berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, nyeri/ ketidaknyamanan
Tujuan : Melakukan aktivitas perawatan diri dengan
tingkat kemampuan sendiri
Intervensi :
-
Kaji kemampuan dan tingkat
kekurangan untuk melakukan kebutuhan sehari-hari
R/ : membantu dalam mengantisipasi pemenuhan kebutuhan
secara individual
-
Berikan umpan bali yang positif
untuk setiap usaha yang dilakukan
R/ : meningkatkan perasaan makna diri
-
Identifikasi kebiasaan defekasi
sebelumnya dan kembalikan pada kebiasaan pola normal tersebut
R/ : mengkaji perkembangan program latihan dan membantu
dalam pencegahan konstipasi dan sembelit
-
Kolaborasi pemberian obat
suppositoria dan pelunak feses
R/: Mungkin dibutuhkan pada awal untuk membantu
menciptakan / merangsang fungsi defekasi teratur
VI.
Gangguan harga diri berhubungan
dengan perubahan biofisik, psikososial
Tujuan : Mengungkapkan penerimaan pada diri sendiri
dalam situasi
Intervensi :
-
Kaji luasnya gangguan persepsi
dan hubungkan dengan derajat ketidakmampuannya
R/: penentuan factor –faktor secara individu membantu
dalam mengembangkan perencanaan asuhan/pilihan intervensi
-
Anjurkan pasien untuk
mengekspresikan perasaannya termasuk rasa bermusuhan dan peasaan marah
R/: mendemonstrasikan penerimaan / menbantu pasien untuk
mengenal dan mulai memahami perasaan
-
Bantu dan dorong kebiasaan
berpakaian dan berdandan yang baik
R/: Membantu peningkatan harga diri dan control atas
salah satu bagian kehidupan
VII. Resiko tinggi terhadap gangguan menelan
Tujuan :Mermpertahankan berat badan yang tepat
Intervensi :
-
Tinjau ulang kemampuan menelan
pasien secara individual
R/ : Intervensi nutrisi / pilihan rute makan ditentukan
oleh factor-faktor tersebut
-
Mulai untuk memberikan makanan
per oral setengah cair, makanan lunak ketika pasien dapat menelan air
R/: Makanan lunak / cairan kental lebih mudah untuk
mengendalikan ke dalam mulut, menurunkan resiko terjadina aspirasi
-
Pertahankan masukan dan
haluaran dengan akurat, catat jumlah kalori yang masuk
R/: jika usaha menelan tidak memadai untuk memenuhi
kebutuhan cairan dan makanan harus dicarikan metode alternative untuk makan
-
Kolaborasi pemberian cairan
melalui IV atau makanan melalui selang
R/: mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti
dan juga makanan jika pasien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu dalam
mulut
VII.
Kurang pengetahuan mengenai
kondisi dan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kesalahan
interpretasi informasi, kurang mengingat
Tujuan : mengungkapkan pemahaman
tentang kondisi / prognosis dan aturan terapeutik
Intervensi:
-
Evaluasi tipe / derajat dari
gangguan persepsi sensori
R/: Defisit mempengaruhi pilihan metode pengajaran dan
isi / kompleksitas instruksi
-
Diskusikan rencana untuk
memenuhi kebutuhan perawatan diri
R/ : Berbagai tingkat bantuan mungkin diperlukan / perlu
direncanakan berdasarkan pada kebutuhan secara individual
-
Identifikasi faktor-faktor
resiko secara individual
R/: meningkatkan kesehatan secara umum dan mungkin
menurunkan resiko kambuh
-
Tinjau ulang / pertegas kembali
pengobatan yang diberikan
R/ : aktivitas yang dianjurkan , pembatasan dan
kebutuhan obat/ terapi dibuat pada dasar pendekatan interdisiplin terkoordinasi
ATOFISIOLOGI
DAN PENYIMPANGAN KDM
Hipertensi, aneurisma serebral, penyakit jantung, perdarahan
serebral, DM, usila, rokok, alkoholik, peningkatan kolesterol, obesitas
Thrombus, Emboli, Perdarahan serebral
Gangguan aliran
darah ke otak Pecahnya
pembuluh darah otak
Kerusakan neuromotorik Perdarahan Intra Kranial Penurunan kesadaran
Transmisi
impuls UMN Darah merembes ke
dalam Kehilangan komunikasi
ke LMN
terganggu
parenkim otak
Kelemahan otot
progresif Penekanan pada jaringan
otak
Mobilitas terganggu
Peningkatan
Tekanan Intra Kranial
Gangguan perfusi jaringan otak
Gangguan
Mobilitas
Fisik Pasien
bedrest
Penekanan
lama pada daerah
ADL punggung dan bokong
Dibantu
Suplai
nutrisi dan O₂
ke daerah
tertekan berkurang
Defisit perawatan diri
Resiko
Gangguan Integritas Kulit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar